Wednesday, February 15, 2006

"Illegal Logging": Sebuah Tindak Pidana (Kriminal) Berlapis

"Illegal Logging": Sebuah Tindak Pidana (Kriminal) Berlapis
Sulaiman N. Sembiring dan Harry Alexander
Institut Hukum Sumberdaya Alam (IHSA)

Apabila melihat modus operandi (praktek atau cara-cara) dari kegiatan penebangan secara tidak sah (illegal logging) maka tindak pidana tersebut dapat dikategorikan telah menjadi rangkaian atau gabungan dari beberapa tindak pidana, atau tindak pidana berlapis. Beberapa tindak pidana tersebut antara lain adalah (1) kejahatan terhadap keamanan negara (2) kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan (3) kejahatan yang membahayakan keamanan umum maupun (4) pencurian.

Alasan bahwa tindak pidana illegal logging dapat disebut sebagai kejahatan berlapis karena kejahatan tersebut bukan hanya semata-mata menyangkut ditebangnya sebuah pohon secara tidak sah dan melawan hukum. Akan tetapi juga menyebabkan negara menjadi tidak aman dengan munculnya keresahan masyarakat, tidak dilaksanakannya kewajiban melakukan perlindungan hutan namun justru melakukan tindakan merusak, termasuk menurunnya daya dukung lingkungan, rusaknya ekosistem dan hancurnya sistem kehidupan masyarakat local yang tidak dapat dipisahkan dengan hutan itu sendiri.

Illegal logging juga dapat disebut sebagai kejahatan terhadap hak-hak asasi manusia, terhadap lingkungan dan terhadap hutan itu sendiri.

Ketentuan tentang tindak pidana sebagaimana disebut diatas (1 sampai dengan 4) serta sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelakunya, diatur di dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (Wetboek van Strafrecht). Sementara itu ketentuan yang mengatur serta sanksi yang dapat dikenakan sanksi pidana berdasarkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.

Pengertian dan Ruang Lingkup Illegal Logging: Sebuah persoalan

Sejauh ini definisi dari illegal logging masih banyak dipersoalkan. UU No. 41 Tahun 1999 sendiri tidak memberikan batasan dari Illegal Logging. Tidak adanya batasan yang jelas tersebut akan menyebabkan kebingunan aparat hukum, masyarakat dan menjadi peluang bagi para pelaku untuk membebaskan diri. Selain persoalan pengertian maka ruang lingkup dari illegal logging juga menjadi persoalan yang belum jelas hingga saat ini.

Persoalan lainnya, berkaitan dengan illegal logging yang juga mendasar adalah masalah kepemilikan lahan hutan. Tidak jelasnya status dan pengakuan atas kepemilikan lahan hutan masyarakat menyebabkan definisi dari illegal logging menjadi semakin kabur dan bahkan bisa dimanfaatkan oleh oknum aparat pemerintah untuk mencari keuntungan sendiri.

Di sisi lain, berdasarkan fakta yang ada selama ini, banyak konsesi HPH (dan juga Perum Perhutani/Inhutani ?) justru berada di wilayah atau merupakan hutan milik masyarakat (adat).

Beberapa Rekomendasi

1. Perlu adanya kejelasan tentang pengertian dan ruang lingkup dari illegal logging. Inpres No. 5 Tahun 2001 tidak membuat pengertian walaupun judulnya sendiri menggunakan illegal logging. Hal ini dapat dibuat melalui amandemen UU No. 41/1999, atau Peraturan Pemerintah sebagai tindaklanjut UU tersebut (mungkinkah ?) atau untuk sementara melalui Keputusan Presiden.

2. Penyebarluasan dampak dari penebangan liar kepada berbagai aparat penegak hukum (polisi, kejaksaan dan hakim) tentang berbagai peraturan yang ada dan berkaitan dengan illegal logging serta informasi mengenai dampak negatif serta kerugian negara dan masyarakat yang ditimbulkan (ingat beberapa putusan hakim di PN Tangerang yang memberikan sanksi hukum mati terhadap pelaku narkoba).

3. Dibangunnya Kordinasi antar kelembagaan pemerintah, aparat penegak hukum, pemerintah daerah dan masyarakat, termasuk LSM. Program Wanalaga yang dikembangkan oleh pihak kepolisian terkesan dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa ada koordinasi tersebut.

4. Adanya pedoman penegakan hukum terhadap penegakan hukum. Pedoman ini hendaklah dilakukan melalui suatu kajian yang mendalam dan melibatkan berbagai pihak serta berdasarkan kasus-kasus yang ada selama ini. Pedoman ini perlu kemudian didorong untuk dijadikan sebagai pegangan wajib bagi seluruh aparat penegak hukum.

5. Perlu kajian yang mendalam tentang kasus Illegal logging dari Aspek Hukum yang diharapkan dapat memberikan rekomendasi konkrit bagi upaya minimisasi illegal logging dan upaya penegakan hukum yang tegas.

6. Perlu adanya kejelasan dan penegasan atas status lahan hutan negara, adat maupun hak milik. Selain akan menyebabkan pastinya kepemilikan lahan, akan menjadi jelas pula hasil hutan yang ditebang berasal dari mana. Hal ini tentunya harus dilakukan melalui pemetaan partisipatif dan hasilnya disetujui oleh semua pihak.

Daftar peraturan di website SBY

Kawan-kawan Miliser,

Kemarin, tgl 14 Februari 2006 Presiden SBY meresmikan sebuah websiti resmi kepresidenan, yaitu di: www.presidensby.info Email ini mengandung 2 berita, antara lain:
1. Berita peluncuran website SBY
2. Daftar peraturan (PP, Perpres, Keppres, Inpres) yg terdapat dlm website itu.

Semoga berguna.

salam,
djuni
moderator milis lingkungan dan berita lingkungan

========================================

From: "asf" <asep@penaindonesia.com>
Date: Tue, 14 Feb 2006 15:01:34 -0000
Subject: [jurnalisme] Presiden Yudhoyono Luncurkan Situs Resmi Presiden RI

Presiden Yudhoyono Luncurkan Situs Resmi Presiden RI

Jakarta, 14/2 (ANTARA) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono meluncurkan
situs www.presidensby.info untuk menyediakan informasi tentang
kegiatan Presiden Yudhoyono, Ibu Negara dan Kantor Kepresidenan.

"Sudah waktunya bagi Presiden untuk memakai internet sebagai sarana
komunikasi kepada publik tentang aktivitas Presiden, Ibu Presiden dan
Istana Kepresidenan," kata Juru Bicara Kepresidenan, Andi
Mallarangeng, di Jakarta, Selasa.

Andi menuturkan, situs resmi Presiden Yudhoyono itu dapat diakses
selama 24 jam ke seluruh dunia terhitung hari Selasa (14/2) dengan
tujuan memberikan data dan informasi langsung, termasuk untuk pers di
dalam dan luar negeri serta pers daerah.

Situs www.presidensby.info itu antara lain memuat perspektif
Yudhoyono, instruksi dan peraturan presiden, wawancara, kolom,
keterangan pers oleh presiden serta juru bicara presiden dan
berita-berita yang dimuat oleh media massa.

Menurut Andi, persiapan peluncuran situs yang dikelola oleh Kantor
Juru Bicara Kepresidenan itu telah dimulai sejak tiga bulan lalu dan
kedua Jubir presiden, yaitu Andi Mallarangeng serta Dino Patti Djalal
bertindak sebagai pemimpin redaksi.

Redaksi situs terdiri dari antara lain dua redaktur pelaksana, tiga
wartawan, tiga redaktur foto, lima konsultan teknis, dan Tim AirPutih
serta PT. Telkom sebagai penanggung jawab teknologi informasi.

Roy Suryo, Heru Nugroho, I Made Wiryana, Adi Abidin dan Budiono
Darsono adalah lima konsultan teknis yang menurut Andi bekerja secara
sukarela tanpa dibayar.

Mengenai biaya pembuatan situs, kata Andi, Rp84 juta telah digunakan
untuk penyediaan piranti lunak, pengembangan, pendaftaran domain dan
biaya operasional.

Pengelolaan situs juga harus mengeluarkan dana Rp28,6 juta untuk biaya
sewa server dari Telkom, pembayaran Rp4 juta per bulan untuk tiga
orang tenaga teknis, serta Rp12 juta per bulan untuk membayar tenaga
dua redaksi pelaksana dan tiga wartawan.

"Sementara perangkan keras seperti komputer, ujar Andi, disedikan oleh
Rumah Tangga Kepresidenan," kata Andi. (T.T008)(T.T008/B/Z002/Z002)
14-02-2006 19:38:45 NNNN

============================

Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2005
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 Tentang Kedudukan Protokoler dan Keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/67.pdf>

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2005
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak Dan Gas Bumi
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 September 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/61.pdf>

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005
Susunan Organisasi, Tugas, Dan Fungsi Komisi Banding Merek
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Februari 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/64.pdf>

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Pemilihan, Pengesahan Pengangkatan, Dan Pemberhentian Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 11 Februari 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/63.pdf>


Peraturan Presiden

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2005
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 54 Tahun 2002 Tentang Tim Koordinasi Peningkatan Kelancaran Arus Barang Ekspor Dan Impor
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 5 September 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/58.pdf>


Keputusan Presiden

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2005
Penugasan Wakil Presiden Melaksanakan Tugas Presiden
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 September 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/59.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2005
Pembentukan Pengadilan Negeri Depok, Pengadilan Negeri Kota Agung, Dan Pengadilan Negeri Siak Sri Indrapura
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 27 Juli 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/57.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005
Penugasan Wakil Presiden Melaksanakan Tugas Presiden
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 26 Juli 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/56.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2005
Penugasan Wakil Presiden Melaksanakan Tugas Presiden
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Juni 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/55.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2005
Penggabungan Kantor Perutusan Republik Indonesia Untuk Masyarakat Eropa Di Brussel, Belgia, Dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia Untuk Kerajaan Belgia Di Brussel
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/53.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005
Pengesahan Perubahan Anggaran Dasar Korps Pegawai Republik Indonesia
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Juni 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/54.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005
Penugasan Wakil Presiden Melaksanakan Tugas Presiden
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/51.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Pembentukan Pengadilan Negeri Lembata, Pengadilan Negeri Rote Ndao, Pengadilan Negeri Pelalawan, Pengadilan Negeri Rokan Hilir, Pengadilan Negeri Nunukan, Dan Pengadilan Negeri Malinau
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Mei 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/52.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005
Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/49.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 111 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Mei 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/50.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2005
Pembentukan Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 April 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/48.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2005
Penugasan Wakil Presiden Melaksanakan Tugas Presiden
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 1 April 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/47.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2005
Pembentukan Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Komisi Kebenaran Dan Rekonsiliasi
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/46.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2005
Perpanjangan Masa Tugas Tim Pencari Fakta Kasus Meninggalnya Munir
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 22 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/45.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005
Perpanjangan Kedua Kali Masa Tugas Tim Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/44.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2005
Penugasan WakilL Presiden Melaksanakan Tugas Presiden
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Februari 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/43.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005
Pembentukan Panitia Seleksi Pemilihan Calon Anggota Komisi Yudisial
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 17 Januari 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/42.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005
Perubahan Atas Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2004 Tentang Komite Standar Akuntansi Pemerintahan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 Januari 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/41.pdf>

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
Panitia Nasional Penyelenggara Pertemuan Khusus Para Pemimpin Negara-Negara ASEAN, Negara-Negara Lain, Dan Organisasi-Organisasi Internasional Mengenai Penanggulangan Akibat Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 3 Januari 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/40.pdf>


Instruksi Presiden

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005
Langkah - Langkah Komprehensif Penanganan Masalah Poso
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/39.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2005
Kebijakan Perberasan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 Oktober 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/37.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2005
Pelaksanaan Bantuan Langsung Tunai Kepada Rumah Tangga Miskin
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 10 September 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/36.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2005
Perjalanan Dinas Luar Negeri
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 September 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/35.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2005
Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/34.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2005
Kebijakan Perberasan
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/31.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2005
Kegiatan Tanggap Darurat Dan Perencanaan Serta Persiapan Rehabilitasi Dan Rekonstruksi Pasca Bencana Alam Gempa Bumi Dan Gelombang Tsunami Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalan Dan Provinsi Sumatera Utara
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/30.pdf>

Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2005
Pemantauan, Pengawasan Dan Pengendalian Dampak Kenaikan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak Di Dalam Negeri
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Maret 2005
[Download PDF] <http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/32.pdf>

Perkembangan Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan tgl

Perkembangan Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan tgl 15 Februari 2006

Jumlah anggota Milis Lingkungan <lingkungan@yahoogroups.com> pada jam 09.36 tgl 15 Februari 2006 ini mencapai 1317 anggota (data tgl 29 Desember 2005 = 1272 anggota, data tgl 14 November 2005 = 1241 anggota).

Jumlah anggota Milis Berita Lingkungan <berita-lingkungan@yahoogroups.com> pada jam 09.36 tgl 15 Februari 2006 ini mencapai 701 anggota (data tgl 29 Desember 2005 = 681 anggota).

Walau nambah sedikit demi sedikit, tapi dari waktu ke waktu anggota Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan terus bertambah banyak.

Setting Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan:
  • Keanggotaan terbuka, siapa saja dapat masuk atau keluar jadi anggota milis.
  • Non ATTACHMENT, semua bentuk ATTACHMENT yang dikirim ke milis akan dihapus secara otomatis oleh Yahoogroups. Hal ini untuk mengatasi banyaknya email bervirus. Sebaiknya ATTACHMENT di-copy-paste di badan email.
  • Status moderasi Milis Lingkungan: moderated for new member. Setiap anggota baru yang masuk milis akan secara otomatis masuk ke dalam status moderated, sampai statusnya diubah menjadi unmoderated oleh moderator milis. Hal ini untuk mengurangi banyaknya spam maupun kiriman email bervirus.
  • Status moderasi Milis Berita Lingkungan adalah searah, dalam artian hanya moderator milis yang bisa mengirim email ke milis. Email balasan dari anggota Milis Berita Lingkungan akan secara otomatis ditujukan kepada moderator milis.
  • Format email di Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan adalah email berbasis Text. Setiap email yang berbasis HTML atau image lainnya akan secara otomatis diubah ke dalam bentuk email berbasis Text, dan tentu saja dalam hal ini tata letak email yang bersangkutan akan mengalami perubahan jadi agak aneh. Hal ini juga untuk mengatasi adanya emal bervirus yang �nebeng� dalam format HTML atau image. Tampaknya sekali dibuat milis dalam format email berbasis text, maka tidak bisa lagi diubah menjadi format HTML.
  • Setiap anggota milis dapat memanfaatkan fasilitas yang ada di milis yang disediakan oleh Yahoogroups, seperti Files, Chat, Calendar, database, dll.

Menurut Adefadli, aktivis lingkungan dan sosial dari Kaltim serta seorang blogger yang sangat aktif meluncurkan artikel-artikel dan renungannya seputaran topik lingkungan mengomentari ttg Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan sebagai "sebuah mailing-list lingkungan hidup terbesar di Indonesia" (baca: 234 Blog Lingkungan Indonesia <http://celoteh.timpakul.or.id/2005/12/234-blog-lingkungan-indonesia/>)

Sampai saat ini, moderasi Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan dilakukan secara sukarela dan swadaya. Dukungan pendanaan sangat diharapkan dari para anggota Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan untuk membiayai kerja-kerja moderasi milis.

Selamat datang para anggota baru di Milis Lingkungan dan Milis Berita Lingkungan. Selamat bergabung, selamat berdiskusi dan berbagi informasi mengenai isu-isu lingkungan.

Salam,
Djuni Pristiyanto
Email: senoaji@cbn.net.id
Jaringan Berita Lingkungan Indonesia (Indonesian Environmental News Network)
Moderator Milis: Lingkungan, Berita Lingkungan, Tapal, WGCoP
Blog: Jalan Setapak <http://djuni.blogspot.com/>
Berita Lingkungan Indonesia <http://beritalingkungan.blogspot.com/>
Peduli Bencana Jember <http://bencana-jember.blogspot.com/>

===============================

Jaringan Berita Lingkungan Indonesia
(Indonesian Environmental News Network)

Tujuan Jaringan Berita Lingkungan Indonesia
1. Memantau pemuatan berita-berita lingkungan di media massa online, website lembaga pemerintah, website NGO/LSM dan website perusahaan (privat company).
2. Memantau blog yang berisikan renungan, pendapat, artikel yang bertemakan lingkungan.
3. Menyebarluaskan berita-berita lingkungan kepada publik yang lebih luas dengan menggunakan media internet.
4. Meningkatkan kesadaran publik (masyarakat) terhadap lingkungan hidup yang baik dan sehat.
5. Mewujudkan upaya-upaya pengurusan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang berkelanjutan, berkeadilan dan demokratis di Indonesia.

Program Jaringan Berita Lingkungan Indonesia
1. Moderasi milis-milis bertemakan lingkungan
2. Newsletter Berita Lingkungan Indonesia
3. eKliping (elektronik kliping) Berita Lingkungan Indonesia
4. Website Lingkungan Indonesia
5. Riset terfokus di internet

Monday, February 13, 2006

Blog Lingkungan Ekosistem Pesisir

BLOG LINGKUNGAN EKOSISTEM PESISIR

Bila kawan-kawan tertarik dengan ekosistem pantai beserta foto-foto satwa dan tumbuhannya silahkan berkunjung ke Blog Lingkungan Ekosistem Pesisir <http://maruf.wordpress.com/> yang dibuat oleh Ma'aruf Kasim.

Blog Lingkungan Ekosistem Pesisir termasuk sederhana yang didominasi oleh warna putih serta warna-warna soft lainnya. Walau sederhana, blog ini penuh dengan informasi tentang ekosistem pesisir secara ilmiah populer sehingga mudah dipahami oleh orang awam. Selain itu ada satu hal yang menambah nilai plus dari blog ini, yaitu adanya gambar-gambar (foto) cantik baik satwa maupun tumbuhan di ekosistem pesisir. Bahkan ada sebuah gambar yang sangat mengenaskan, yaitu sekor dugong yang sedang dibelah oleh seseorang untuk diambil daging dan lemaknya <http://maruf.wordpress.com/tag/dugong-indonesia-konservasi-yang-jalan-di-tempat/>.

Siapa Ma'aruf Kasim itu? Identitas Ma'aruf Kasim adalah <http://maruf.wordpress.com/profile/>:

Name : Ma’ruf Kasim
Sex : Male
Marital Staus : Married
e-mail : marufkasim@gmail.com
Homepage : www.pantai.netfirms.com

Mengapa Ma'aruf Kasim membuat Blog Lingkungan Ekosistem Pesisir yang cantik ini? Dalam kata pengantarnya <http://maruf.wordpress.com/about/>, Ma'aruf Kasim mengatakan antara lain:

"Sekarang saya sementara belajar di Hokkaido University untuk Program Doktor bidang Ekologi Laut khususnya ekosistem pantai.

Sengaja saya buat beberapa bahasan tentang ekosistem Pantai Indonesia di sini dan beberapa aspek ekologi yang mungkin bisa di baca untuk memberikan sedikit gambaran tentang betapa besarnya manfaat lingkungan ekosistem Pantai di sekitar kita.

Kadang kita tidak menyadari kalau kita sangat tergantung pada lingkungan ekosistem pantai lebih dari 60 % dari kebutuhan harian kita. Ini belum termasuk kepuasan batin akan keindahannya yang kita nikmati, namun lambat laun dan dengan pasti Keindahan itu akan hilang.

Jika anda pernah menyaksikan panorama Pantai yang putih dengan bau khas laut yang unik, keindahan bawah laut dengan ekosistem lamun yang hijau, keunikan pantai mangrove dengan beribu hewan dan tumbuhan yang khas, keindahan terumbu karang yang penuh dengan jutaan hewan dan tumbuhan cantik. Atau pun jika anda lebih jauh melihat keindahan struktur dari Diatom (phytoplankton). Maka sekarang keindahan itu telah mulai tergusur oleh keegoan dan ketidak arifan manuasia sebagai pengubah langsung ekosistem tadi.

Sanggup kah keindahan yang amat sangat berharga itu kita pertahankan. Semoga."

Untuk mempermudah navigasi dan pencarian informasi di dalam blog ini, informasi dalam Blog Lingkungan Ekosistem Pesisir dikelompokkan ke dalam kategori-kategori, yaitu :
* Dugong Indonesia : Konservasi yang jalan di tempat <http://maruf.wordpress.com/tag/dugong-indonesia-konservasi-yang-jalan-di-tempat/>
* Estuary : Lingkungan unik yang sangat penting <http://maruf.wordpress.com/tag/estuary-lingkungan-unik-yang-sangat-penting/>
* Hewan cantik yang tergusur <http://maruf.wordpress.com/tag/hewan-cantik-yang-tergusur/>
* Kehidupan di balik “tandusnya” pantai berpasir <http://maruf.wordpress.com/tag/kehidupan-di-balik-%e2%80%9ctandusnya%e2%80%9d-pantai-berpasir/>
* Kenali Padang Lamun untuk di Lindungi <http://maruf.wordpress.com/tag/kenali-padang-lamun-untuk-di-lindungi/>
* Mengenal Diatom <http://maruf.wordpress.com/tag/mengenal-diatom/>
* Mengenal Dugong <http://maruf.wordpress.com/tag/mengenal-dugong/>
* Mengintip Kehidupan Pesisir Pantai Batuan <http://maruf.wordpress.com/tag/mengintip-kehidupan-pesisir-pantai-batuan/>
* Penyu Laut <http://maruf.wordpress.com/tag/penyu-laut/>
* Penyu Laut (Hewan cantik yang tergusur) <http://maruf.wordpress.com/tag/penyu-laut-hewan-cantik-yang-tergusur/>
* Pola Percampuran Estuary <http://maruf.wordpress.com/tag/pola-percampuran-estuary/>
* Seagrass (Ekosistem yang terabaikan…) <http://maruf.wordpress.com/tag/seagrass-ekosistem-yang-terabaikan/>
* Seagrass bukan Rumput Laut <http://maruf.wordpress.com/tag/seagrass-bukan-rumput-laut/>
* Tripneustes gratilla (Hewan unik penghuni Ekosistem lam <http://maruf.wordpress.com/tag/tripneustes-gratilla-hewan-unik-penghuni-ekosistem-lamun/>
* Uncategorized <http://maruf.wordpress.com/tag/uncategorized/>

Terima kasih banyak kepada Ma'aruf Kasim atas Blog Lingkungan Ekosistem Pesisir yang cantik dan informatif ini. Dan selamat menggali informasi dan menikmati gambar-gambar (foto) ekosistem pesisir dari Blog tersebut.

Salam,
Djuni Pristiyanto
Moderator Milis Lingkungan <http://groups.yahoo.com/group/lingkungan> dan Milis Berita Lingkungan <http://groups.yahoo.com/group/berita-lingkungan>
My Blog:
# Jalan Setapak <http://djuni.blogspot.com/>
# Berita Lingkungan Indonesia <http://beritalingkungan.blogspot.com/>
# Peduli Bencana Jember <http://bencana-jember.blogspot.com/>

Beberapa hal yg berkaitan dg illegal logging

Beberapa hal yg berkaitan dg illegal logging

At 11:52 13/02/06, you wrote:
baru-baru ini saya baru saja mengikuti kasus
persidangan pengadilan di salah satu kota. berkaitan
dengan kasus Illog. Namun, ada beberapa kebingungan
dan kesulitan yag dihadapi karena masalahnya saya
belum tau persis bagaimana proses itu berlangsung
-------------------------------

Istilah "illegal logging" kerap melekat (diasosiasikan) dengan masalah "perdagangan illegal" atau penyelundupan kayu maupun produk kayu (kayu gergajian, plywood, dll).
(Sumber: http://www.walhi.or.id/kampanye/hutan/konversi/hut_stp_konvrs/)

Menurut Haryadi Kartodihardjo, aktivitas illegal logging merupakan penebangan kayu secara tidak sah dengan melanggar peraturan perundang-undangan, yaitu berupa pencurian kayu di dalam kawasan hutan negara atau hutan hak (milik) dan atau pemegang ijin melakukan penebangan lebih dari jatah yang telah ditetapkan dalam perizinan.
(sumber: Penegakan Hukum Illegal Logging: Permasalah dan Solusinya, ICEL, hal. 5)

Pembalakan ilegal (illegal logging) adalah semua praktek atau kegiatan kehutanan yang berkaitan dengan pemanenan, pengolahan dan perdagangan kayu yang tidak sesuai dengan hukum Indonesia. Pada dasarnya ada dua jenis pembalakan ilegal. Pertama, yang dilakukan oleh operator sah yang melanggar ketentuan-ketentuan dalam izin yang dimilikinya. Kedua, melibatkan pencuri kayu, dimana pohon-pohon ditebang oleh orang yang sama sekali tidak mempunyai hak legal untuk menebang pohon.
(Sumber: FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor, Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch, hal. 37)

Pembalakan ilegal terjadi secara luas dan sistematis di banyak wilayah Indonesia, dan pada tahun 2000, memasok sekitar 50 sampai 70 persen kebutuhan kayu Indonesia. Suatu analisis pada tahun tersebut oleh Departemen Kehutanan secara resmi mengungkapan sesuatu yang telah menjadi pengetahuan umum selama beberapa waktu terakhir:
Pembalakan ilegal dilakukan oleh suatu bisnis kegiatan kriminal yang dikelola dengan baik dan memiliki pendukung yang kuat dan suatu jaringan kerja yang sangat ekstensif, sangat mantap dan kokoh sehingga sulit ditolak, diancam, dan sebenarnya secara fisik mengancam otoritas penegakan hukum kehutanan.... Penebangan ilegal terjadi secara luas di kawasan HPH, kawasan-kawasan hutan yang belum dialokasikan penggunaannya, HPH yang habis masa berlakunya, beberapa konsesi hutan negara, beberapa kawasan hutan yang ditebang habis untuk konversi lahan, dan di kawasan konservasi dan hutan lindung Pembalakan ilegal bahkan meningkat jumlahnya di kawasan konservasi, karena potensi kayu yang ada di kawasan ini lebih baik daripada di hutan produksi. Para pelaku pembalakan ilegal adalah: (a) para pekerja dari masyarakat di kawasan-kawasan hutan dan juga banyak orang yang dibawa ke tempat itu dari tempat lainnya; (b) para investor, termasuk para pedagang, pemegang HPH, atau pemegang Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) legal, dan pembeli kayu ilegal dari industri pengolahan; dan (c) para pejabat pemerintah (sipil dan militer), para penegak hukum, dan para legislator tertentu.
(Sumber: FWI/GFW. 2001. Keadaan Hutan Indonesia. Bogor , Indonesia: Forest Watch Indonesia dan Washington D.C.: Global Forest Watch, hal. 33-34)

Klasifikasi illegal logging
Pengaturan tindak pidana illegal logging dibedakan menjadi :
1) Di dalam kawasan konservasi, meliputi :
a. Penebangan
b. Pengangkutan
c. Perdagangan
2) Di luar kawasan konservasi, meliputi :
a. Penebangan
b. di dalam kawasan lindung
c. di dalam kawasan produksi
d. Pengangkutan
e. Perdagangan
(Sumber: Kajian Hukum Penanganan Tindak Pidana Illegal Logging dan Perdagangan Hidupan Liar: Alternative untuk Papua, IHSA, hal. iv)

Kegiatan penebangan yang dilakukan dalam kawasan konservasi dapat dikategorikan sebagai tindak pidana berdasarkan ketentuan-ketentuan pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya (UU KSDA), yang meliputi :
1) Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam.
2) Menebang tumbuhan yang dilindungi undang-undang atau bagian-bagiannya selain untuk keperluan penelitian.
3) Melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan zona inti taman nasional.
4) Melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan fungsi zona pemanfaatan dan zona lain dari taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam.

Alur penegakan tindak pidana illegal logging :
1. Pelaporan atau tertangkap tangan
Laporan dilakukan oleh siapa saja yang mengalami, melihat, menyaksikan atau menjadi korban peristiwa tersebut dan ditujukan kepada aparat kepolisian. Laporan itu jadi dasar bagi polisi untuk melakukan penyelidikan. Hasil observasi/deteksi dari aparat penegak hukum yang bertugas di lapangan dapat dikategorikan sebagai tertangkap tangan.

2. Penyelidikan
Dalam penyelidikan, fungsi kepolisian dibantu oleh:
1. Kepolisian khusus
2. Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), yang dalam bidang kehutanan dan konservasi disebut Polisi Kehutanan dan PPNS Kehutanan.

3. Penyidikan
Untuk penyidikan, selain penyidik Polri, terdapat PPNS. PPNS Kehutanan mengacu pada UU 41/1999, yang melakukan penyidikan tindak pidana kehutanan dan menyerahkan berkas acara perkara (BAP) kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui Penyidik Polri.

4. Penuntutan
Proses penuntutan atas tindak pidana di muka hakim (dalam persidangan) dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

5. Persidangan
Proses persidangan dilakukan oleh hakim

6. Putusan
Putusan dilakukan oleh hakim

7. Pelaksanaan dan pengawasan putusan
Pelaksanaan putusan dilakukan oleh jaksa dan hakim pengawas.
(Sumber: diolah dari hasil Kajian Hukum Penanganan Tindak Pidana Illegal Logging dan Perdagangan Hidupan Liar: Alternative untuk Papua, IHSA, hal. vi-vii)

Perda Bandung No. 2 thn 2004 ttg RTRW Kota Bandung

PERDA NO 2 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG

1. PERATURAN DAERAH NO 2 TAHUN 2004 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA BANDUNG
http://www.bandung.go.id/monografi/PERDANo2th2004ttgRTRW/2%20-%20perda%20ttg%20RTRW%20Bandung.pdf

2. LAMPIRAN I TABEL
http://www.bandung.go.id/monografi/PERDANo2th2004ttgRTRW/3%20-%20Lampiran%20I%20Tabel-pdf.pdf

3. LAMPIRAN II GAMBAR RENCANA
http://www.bandung.go.id/monografi/PERDANo2th2004ttgRTRW/4%20-%20Lampiran%20II%20Gambar%20Rencana%20(monochrome).pdf

4. GAMBAR 6 GUNA LAHAN
http://www.bandung.go.id/monografi/PERDANo2th2004ttgRTRW/4%20-%20Lampiran%20II%20Gambar%20Rencana%20(monochrome).pdf

5. BAB I PENDAHULUAN
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%201%20pendahuluan.pdf

6. BAB II PERKEMBANGAN DAN PERMASALAHAN KOTA BANDUNG
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%202%20perkemb%20&%20permasalahan%20kota%20bdg.pdf

7. BAB III KEBIJAKAN PENATAAN RUANG
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%203%20Kebijakan%20Penataan%20Ruang.pdf

8. BAB IV RENCANA TATA RUANG
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%204%20rencana%20tata%20ruang.pdf

9. BAB V PEMANFAATAN RUANG
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%205%20pemanfaatan%20ruang.pdf

10. BAB VI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%206%20pengendalian%20pemanfaatan%20ruang.pdf

11. BAB VII HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/BAB%207%20hak,%20kewajiban%20dan%20peran%20masyarakat.pdf

12. LAMPIRAN
http://www.bandung.go.id/monografi/RTRWKotaBdg2013/Lampiran.pdf

Perda Kota Bandung yg berhubungan dengan kesehatan

Perda Kota Bandung yg berhubungan dengan kesehatan

1. PENYELENGGARAAN UPAYA KESEHATAN DI KOTA BANDUNG (No. 09 Tahun 2002)
http://www.bandung.go.id/monografi/perda2002/09.Tahun%202002.pdf

2. PENYELENGGARAAN SUMBER DAYA KESEHATAN (No. 10 Tahun 2002)
http://www.bandung.go.id/monografi/perda2002/10.Tahun%202002.pdf

3. RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN DI KOTA BANDUNG (No. 11 Tahun 2002)
http://www.bandung.go.id/monografi/perda2002/05.Tahun%202002.pdf

4. ORGANISASI DAN TATA KERJA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG (No. 10 Tahun 2000)
http://www.bandung.go.id/perda/10.Tahun%202000.zip

5. PERUBAHAN PERTAMA PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANDUNG NOMOR 05 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN (No. 04 Tahun 1999)
http://www.bandung.go.id/perda/4.Tahun%201999.zip

6. RETRIBUSI PELAYANAN KESEHATAN (No. 05 Tahun 1998)
http://www.bandung.go.id/perda/05.Tahun%201998.zip

Keppres No. 9 Thn 1999 ttg Pembentukan tim Koordinasi

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 9 TAHUN 1999

TENTANG

PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI KEBIJAKSANAAN
PENDAYAGUNAAN SUNGAI DAN PEMELIHARAAN KELESTARIAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

1. bahwa untuk tercapainya tujuan pembangunan nasional yang berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya alam berupa pengelolaan hutan/vegetasi, tanah, dan air perlu memperhatikan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai (DAS);

2. bahwa sungai sebagai salah satu sumberdaya alam yang mempunyai potensi sosial ekonomi dan ekologi harus dikembangkan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan dan kemakmuran rakyat;

3. bahwa pemberdayaan penduduk dan masyarakat di Daerah Aliran Sungai terutama di daerah hulu dan sekitar sungai, diperlukan untuk ikut memelihara dan melestarikan sungai;

4. bahwa kondisi kompleksitas biofisik setiap Daerah Aliran Sungai beserta kondisi lingkungan ekonomi dan sosial budayanya berbeda-beda, maka dalam perumusan kebijaksanaan pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai diperlukan adanya keterpaduan kebijaksanaan, strategi, dan rencana;

5. bahwa dalam rangka keterpaduan sebagaimana dimaksud di atas, dipandang perlu membentuk Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai;

Mengingat :

1. Pasal 4 ayat (1) dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);

3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2823);

4. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara 2831);

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);

6. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

7. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

8. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);

9. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

10. Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 1970 tentang Perencanaan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2945);

11. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang Tata Pengaturan Air (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3225);

12. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN PRESIDEN TENTANG PEMBENTUKAN TIM KOORDINASI KEBIJAKSANAAN PENDAYAGUNAAN SUNGAI DAN PEMELIHARAAN KELESTARIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI.

Pasal 1

(1) Membentuk Tim Koordinasi Kebijaksanaan Pendayagunaan Sungai dan Pemeliharaan Kelestarian Daerah Aliran Sungai, selanjutnya disebut Tim Koordinasi dengan susunan sebagai berikut :

Ketua : Menteri Pekerjaan Umum

Wakil Ketua : Menteri Kehutanan dan Perkebunan

Anggota :

1. Menteri Negara Lingkungan Hidup/Kepala BAPEDAL;
2. Menteri Negara Agraria/Kepala BPN;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Menteri Pertanian;
5. Menteri Perhubungan;
6. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
7. Menteri Pertambangan dan Energi.

(2) Dalam melaksanakan tugasnya, Tim Koordinasi mendapat pengarahan dari Menteri Negara Koordinator Bidang Ekonomi, Keuangan dan Industri, Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, serta Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional.

(3) Tim Koordinasi bertanggung jawab kepada Presiden.

Pasal 2

(1) Tim Koordinasi mempunyai tugas :

1. merumuskan keterpaduan kebijaksanaan, strategi dan rencana pendayagunaan sungai, dan pemeliharaan keles-tarian Daerah Aliran Sungai;
2. merumuskan keterpaduan kebijaksanaan aspek kelembagaan, pengembangan sumberdaya manusia, pengusahaan, dan pembiayaan untuk mendukung pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai;
3. menetapkan upaya pemecahan berbagai permasalahan yang terkait dengan pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai;
4. melakukan koordinasi pengawasan dan pengendalian pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai.

(2) Tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

1. pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai dilandasi oleh asas manfaat dan lestari;
2. pendayagunaan sungai merupakan semua upaya untuk mewujudkan kemanfaatan sumberdaya sungai secara efisien, efektif, dan berkelanjutan untuk kepentingan manusia dan makhluk hidup lainnya yang meliputi kegiatan peruntukan, pengembangan, pemanfaatan dan pengusahaan dari air sungai, sumber air sungai, dan prasarana sungai;
3. pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai merupakan semua upaya untuk mempertahankan fungsi pelayanan, keamanan dan kelestarian hutan/vegetasi, tanah dan air serta lingkungan secara berkelanjutan yang meliputi kegiatan pemeliharaan dan perlindungan kelestarian Daerah Aliran Sungai;
4. pengawasan dan pengendalian merupakan semua upaya untuk memenuhi rencana dan pelaksanaan pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai sesuai dengan ketentuan penataan ruang, pelestarian fungsi lingkungan hidup dan pola tata guna air serta lingkungan yang ditetapkan;
5. upaya pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian sungai, penanganannya diprioritaskan pada sungai yang strategis dengan memperhatikan tingkat perkembangan dan pertumbuhan sosial ekonomi daerah, tuntutan kebutuhan dan tingkat pemanfaatan air, ketersediaan air, dan sumber air;
6. upaya pendayagunaan, pemeliharaan, pengawasan, dan pengendalian Daerah Aliran Sungai, penanganannya diprioritaskan pada Daerah Aliran Sungai yang kritis dan prilaku sungai yang membahayakan sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.

(3) Kegiatan pendayagunaan sungai diusahakan sejauh mungkin secara korporasi dengan memanfaatkan potensi Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Swasta.

(4) Kegiatan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai diusahakan sejauh mungkin dengan meningkatkan peran serta penduduk dan masyarakat sekitarnya serta Lembaga Swadaya Masyarakat terkait.

Pasal 3

(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Tim Koordinasi dapat membentuk Sekretariat dan Kelompok Kerja Teknis maupun menunjuk Tenaga Ahli.

(2) Kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh Tim Koordinasi dilaksanakan secara fungsional oleh Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen dan atau lembaga Pemerintah Daerah yang bersangkutan.

Pasal 4

Pembiayaan pelaksanaan koordinasi pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai diatur sebagai berikut :

1. biaya untuk pelaksanaan tugas Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dibebankan kepada Anggaran Departemen Pekerjaan Umum;
2. pelaksanaan teknis pendayagunaan sungai dan pemeliharaan kelestarian Daerah Aliran Sungai dilakukan secara fungsional dan dibiayai dengan beban anggaran dari lembaga yang bersangkutan.

Pasal 5

Ketentuan yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan Presiden ini akan diatur lebih lanjut oleh Tim Koordinasi.

Pasal 6

Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 14 Januari 1999

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Kepmenhut No. 52 Thn 2001 ttg Pedoman Penyelenggaraan

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN
Nomor : 52/Kpts-II/2001

Tentang

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN
DAERAH ALIRAN SUNGAI

MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang :

1. bahwa sebagai pelaksanaan ketentuan Pasal 2 ayat (3) angka 4 huruf e Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, pedoman penyelenggaraan di bidang pengelolaan Daerah Aliran Sungai menjadi kewenangan Pemerintah;
2. bahwa sehubungan dengan hal tersebut butir a, maka dipandang perlu menetapkan Keputusan Menteri Kehutanan Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Mengingat :

1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
3. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Negara Nomor 3699);
5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60 Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
8. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah;
9. Keputusan Presiden Nomor 165 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
10. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000 tentang Pembentukan Kabinet Periode Tahun 1999-2004 jo. Keputusan Presiden Nomor 289/M Tahun 2000.

MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI

PERTAMA : Pedoman penyelenggaraan Daerah Aliran Sungai adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini.

KEDUA : Pedoman penyelenggaraan Daerah Aliran Sungai sebagaimana dimaksud pada diktum PERTAMA merupakan pedoman bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dalam menetapkan kebijakan, dan masyarakat dalam rangka pemanfaatan Daerah Aliran Sungai.

KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.


Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 23 Pebruari 2001

MENTERI KEHUTANAN,
ttd.
Dr.Ir. NUR MAHMUDI ISMA�IL, MSc.

Salinan sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi ,
Pelaksana Tugas,
ttd.
H. NURMAN TASMAN, SH, MH
NIP. 080016761

Salinan Keputusan ini
disampaikan kepada Yth. :

1. Sdr. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian
2. Sdr. Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah
3. Sdr. Menteri Negara Lingkungan Hidup
4. Sdr. Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah
5. Sdr. Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan
6. Sdr. Gubernur Propinsi di Seluruh Indonesia
7. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Propinsi di Seluruh Indonesia
8. Sdr. Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten di Seluruh Indonesia
9. Sdr. Kepala Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah di Seluruh Indonesia.

Kepmenhut No. 665 ttg Organisasi dan tata kerja BP DAS


KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN
Nomor : 665/Kpts-II/2002

TENTANG

ORGANISASI DAN TATA KERJA
BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI


MENTERI KEHUTANAN,

Menimbang :

bahwa dalam upaya pengembangan sistem rehabilitasi hutan dan lahan dan pengembangan model kelembagaan pengelolaan daerah aliran sungai serta dalam rangka peningkatan daya guna dan hasil guna pelaksanaan pengelolaan daerah aliran sungai, dipandang perlu menyempurnakan Organisasi dan Tata Kerja Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah.

Mengingat :

1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;
2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas Eselon I Departemen;
3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 228/M Tahun 2001;
4. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 123/Kpts-II/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan.

Memperhatikan :

Persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dalam Surat Nomor 08/M.PAN/1/2002 tanggal 14 Januari 2002.

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI.

BAB I
KEDUDUKAN, TUGAS DAN FUNGSI DAN TIPOLOGI

Bagian Pertama
Kedudukan, Tugas dan Fungsi

Pasal 1
(1) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah unit pelaksana teknis Direktorat Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial.

(2) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dipimpin oleh seorang Kepala.

Pasal 2

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana pengembangan kelembagaan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai.

Pasal 3

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai menyelenggarakan fungsi:

1. penyusunan rencana pengelolaan daerah aliran sungai;
2. penyusunan dan penyajian informasi daerah aliran sungai;
3. Pengembangan model pengelolaan daerah aliran sungai;
4. pengembangan kelembagaan dan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai;
5. pemantauan dan evaluasi pengelolaan daerah aliran sungai;
6. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Balai.

Bagian Kedua
T i p o l o g i

Pasal 4

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai terdiri dari dua tipe :

a. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe A;
b. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe B.

BAB II
SUSUNAN ORGANISASI

Bagian Pertama
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe A

Pasal 5

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe A terdiri dari :

1. Subbagian Tata Usaha;
2. Seksi Program Daerah Aliran Sungai;
3. Seksi Kelembagaan Daerah Aliran Sungai;
4. Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai;
5. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 6

(1) Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan, perlengkapan dan rumah tangga Balai.

(2) Seksi Program Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi potensi dan kerusakan daerah aliran sungai, serta penyusunan program dan rencana pengelolaan daerah aliran sungai.

(3) Seksi Kelembagaan Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi sistem kelembagaan masyarakat, pengembangan model kelembagaan dan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai.

(4) Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi, kelembagaan, dan pengelolaan sistem informasi pengelolaan daerah aliran sungai.

Bagian Kedua
Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe B

Pasal 7

Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe B terdiri dari :

1. Subbagian Tata Usaha;
2. Seksi Program dan Kelembagaan Daerah Aliran Sungai;
3. Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai;
4. Kelompok Jabatan Fungsional.

Pasal 8

(1) Subbagian Tata Usaha mempunyai tugas melakukan urusan kepegawaian, keuangan, tata persuratan, perlengkapan dan rumah tangga Balai.

(2) Seksi Program dan Kelembagaan Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan inventarisasi dan identifikasi potensi dan kerusakan daerah aliran sungai, penyusunan program dan rencana, serta inventarisasi dan identifikasi sistem kelembagaan masyarakat, pengembangan model kelembagaan dan kemitraan pengelolaan daerah aliran sungai.

(3) Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan pemantauan dan evaluasi tata air, penggunaan lahan, sosial ekonomi, kelembagaan, dan pengelolaan sistem informasi pengelolaan daerah aliran sungai.

Bagian Ketiga
Kelompok Jabatan Fungsional

Pasal 9

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan fungsional sesuai dengan keahlian masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 10

(1) Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud dalam pasal 9, terdiri dari sejumlah jabatan yang terbagi dalam berbagai kelompok jabatan fungsional sesuai dengan bidang keahliannya.

(2) Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja.

(3) Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Kepala Balai.

(4) Jenis dan jenjang jabatan fungsional tersebut pada ayat (1) diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB III
TATA KERJA

Pasal 11

Dalam melaksanakan tugasnya Kepala Balai, Kepala Subbagian, Kepala Seksi dan Kelompok Jabatan Fungsional di lingkungan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan internal maupun dengan instansi lain di luar Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai sesuai dengan bidang tugasnya.

Pasal 12

Setiap pimpinan organisasi di lingkungan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai wajib mengawasi pelaksanaan tugas bawahan dan apabila terjadi penyimpangan pelaksanaan tugas, wajib mengambil keputusan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 13

Setiap pimpinan organisasi wajib mengikuti dan mematuhi petunjuk serta bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dengan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

Pasal 14

Kepala Subbagian Tata Usaha dan para Kepala Seksi di lingkungan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai menyampaikan laporan kepada Kepala Balai dan selanjutnya Kepala Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai menyusun laporan Balai.

Pasal 15

Setiap laporan yang diterima oleh Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai wajib diolah dan dipergunakan sebagai bahan untuk menyusun laporan lebih lanjut dan untuk diberikan petunjuk kepada bawahan.

BAB IV
L O K A S I

Pasal 16

(1) Sejak berlakunya Keputusan ini, terdapat 26 (dua puluh enam) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe A dan 5 (lima) Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe B.

(2) Nama, Tipe, Lokasi, dan Wilayah Kerja Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai adalah sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini

BAB V
ESELONISASI

Pasal 17

(1) Kepala Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe A dan Tipe B adalah jabatan Eselon III.a.

(2) Kepala Subbagian Tata Usaha, Kepala seksi Program Daerah Aliran Sungai, Kepala Seksi Kelembagaan Daerah Aliran Sungai, dan Kepala Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe A, adalah jabatan Eselon IV.a.

(3) Kepala Subbagian Tata Usaha, Kepala seksi Program dan Kelembagaan Daerah Aliran Sungai, dan Kepala Seksi Evaluasi Daerah Aliran Sungai pada Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Tipe B, adalah jabatan Eselon IV.a.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 18

Perubahan atas organisasi dan tata kerja menurut keputusan ini ditetapkan oleh Menteri Kehutanan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara.

Pasal 19

Dengan berlakunya keputusan ini, maka Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 203/Kpts-II/1998 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 20

keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : JAKARTA
Pada tanggal : 7 Maret 2002


MENTERI KEHUTANAN,
ttd.
MUHAMMAD PRAKOSA

Salinan sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM DAN ORGANISASI
ttd.
SOEPRAYITNO, SH, MM.
NIP. 080020023

Salinan Keputusan ini
disampaikan kepada Yth. :

1. Ketua Badan Pemeriksa Keuangan di Jakarta;
2. Kepala Badan Kepegawaian Negara di Jakarta;
3. Ketua Lembaga Administrasi Negara di Jakarta;
4. Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan di Jakarta;
5. Para Pejabat Eselon I Lingkup Departemen Kehutanan di Jakarta;
6. Para Gubernur di Seluruh Indonesia;
7. Para Kepala Dinas Kehutanan Propinsi di Seluruh Indonesia.

PP No. 27 Thn 1999 ttg Analisis Mengenai Dampak Lingkungan

PP RI No. 27 Tahun 1999 Tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup


PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 1999

TENTANG

ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa dalam rangka melaksanakan pembangunan berwawasan lingkungan hidup sebagai upaya sadar dan berencana mengelola sumber daya secara bijaksana dalam pembangunan yang berkelanjutan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup, perlu dijaga keserasian antar berbagai usaha dan/atau kegiatan;

b. bahwa setiap usaha dan/atau kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup yang perlu dianalisis sejak awal perencanaannya, sehingga langkah pengendalian dampak negatif dan pengembangan dampak positif dapat dipersiapkan sedini mungkin;

c. bahwa analisis mengenai dampak lingkungan hidup diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang pelaksanaan rencana usaha dan/atau kegiatan yang mempunyai dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup;

d. bahwa dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu dilakukan penyesuaian terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan;

e. bahwa berdasarkan hal tersebut di atas dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan;

2. Dampak besar dan penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan;

3. Kerangka acuan adalah ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang merupakan hasil pelingkupan;

4. Analisis dampak lingkungan hidup (ANDAL) adalah telaahan secara cermat dan mendalam tentang dampak besar dan penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan;

5. Rencana pengelolaan lingkungan hidup (RKL) adalah upaya penanganan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup yang ditimbulkan akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;

6. Rencana pemantauan lingkungan hidup (RPL) adalah upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak besar dan penting akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan;

7. Pemrakarsa adalah orang atau badan hukum yang bertanggung jawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan;

8. Instansi yang berwenang adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan;

9. Instansi yang bertanggung jawab adalah instansi yang berwenang memberikan keputusan kelayakan lingkungan hidup dengan pengertian bahwa kewenangan di tingkat pusat berada pada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan di tingkat daerah berada pada Gubernur;

10. Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan adalah instansi yang membina secara teknis usaha dan/atau kegiatan dimaksud;

11. Komisi penilai adalah komisi yang bertugas menilai dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pengertian di tingkat pusat oleh komisi penilai pusat dan di tingkat daerah oleh komisi penilai daerah;

12. Menteri adalah Menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup;

13. Instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan adalah instansi yang bertanggung jawab di bidang pengendalian dampak lingkungan.

14. Gubernur adalah Gubernur Kepala Daerah Tingkat I atau Gubernur Kepala Daerah Istimewa atau Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta.

Pasal 2

(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian kegiatan studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan.

(2) Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup digunakan sebagai bahan perencanaan pembangunan wilayah.

(3) Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat dilakukan melalui pendekatan studi terhadap kegiatan tunggal, terpadu atau kegiatan dalam kawasan.

Pasal 3

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi :

a. pengubahan bentuk lahan dan bentang alam;

b. eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui;

c. proses dan kegiatan yang secara potensial dapat menimbulkan pemborosan, pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, serta kemerosotan sumber daya alam dalam pemanfaatannya;

d. proses dan kegiatan yang hasilnya dapat mempengaruhi lingkungan alam, lingkungan buatan, serta lingkungan sosial dan budaya;

e. proses dan kegiatan yang hasilnya akan dapat mempengaruhi pelestarian kawasan konservasi sumber daya alam dan/atau perlindungan cagar budaya;

f. introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan, dan jasad renik;

g. pembuatan dan penggunaan bahan hayati dan non-hayati;

h. penerapan teknologi yang diperkirakan mempunyai potensi besar untuk mempengaruhi lingkungan hidup;

i. kegiatan yang mempunyai risiko tinggi, dan/atau mempengaruhi pertahanan negara.

(2) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.

(3) Jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjau kembali sekurang-kurangnya dalam waktu 5 (lima) tahun.

(4) Bagi rencana usaha dan/atau kegiatan di luar usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup yang pembinaannya berada pada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan.

(5) Pejabat dari instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan wajib mencantumkan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan dan kewajiban upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan setelah mempertimbangkan masukan dari instansi yang bertanggung jawab.

Pasal 4

(1) Usaha dan/atau kegiatan yang akan dibangun di dalam kawasan yang sudah dibuatkan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak diwajibkan membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup lagi.

(2) Usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan untuk melakukan pengendalian dampak lingkungan hidup dan perlindungan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kawasan.

Pasal 5

(1) Kriteria mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup antara lain :

a. jumlah manusia yang akan terkena dampak;

b. luas wilayah persebaran dampak;

c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung;

d. banyaknya komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak;

e. sifat kumulatif dampak;

f. berbalik (reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak.

(2) Pedoman mengenai penentuan dampak besar dan penting sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 6

(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) tidak perlu dibuat bagi rencana usaha dan/atau kegiatan untuk menanggulangi suatu keadaan darurat.

(2) Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan menetapkan telah terjadinya suatu keadaan darurat.

Pasal 7

(1) Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkan oleh pejabat yang berwenang.
(2) Permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh pemrakarsa kepada pejabat yang berwenang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku dan wajib melampirkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) yang diberikan oleh instansi yang bertanggungjawab.

(3) Pejabat yang berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mencantumkan syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang diterbitkannya.

(4) Ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipatuhi dan dilaksanakan oleh pemrakarsa, dalam menjalankan usaha dan/atau kegiatannya.

BAB II
KOMISI PENILAI ANALISIS MENGENAI
DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

Pasal 8

(1) Komisi penilai dibentuk :

a. di tingkat pusat : oleh Menteri;

b. di tingkat daerah : oleh Gubernur.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :

a. di tingkat pusat berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan;

b. di tingkat daerah berkedudukan di instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I.

(3) Komisi penilai menilai kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(4) Dalam menjalankan tugasnya, Komisi Penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibantu oleh tim teknis yang bertugas memberikan pertimbangan teknis atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(5) Dalam menjalankan tugasnya, komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dibantu oleh tim teknis dari masing-masing sektor.

(6) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyerahkan hasil penilaiannya kepada instansi yang bertanggung jawab untuk dijadikan dasar keputusan atas kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(7) Ketentuan mengenai tata kerja komisi penilai dimaksud, baik pusat maupun daerah, ditetapkan oleh Menteri, setelah mendengar dan memperhatikan saran/pendapat Menteri Dalam Negeri dan Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait.

(8) Ketentuan mengenai tata kerja tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan lebih lanjut oleh Komisi Penilai Pusat.

Pasal 9

(1) Komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a terdiri atas unsur-unsur instansi yang ditugasi mengelola lingkungan hidup, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, Departemen Dalam Negeri, instansi yang ditugasi bidang kesehatan, instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan, instansi yang ditugasi bidang perencanaan pembangunan nasional, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal, instansi yang ditugasi bidang pertanahan, instansi yang ditugasi bidang ilmu pengetahuan, departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, departemen dan/atau Lembaga Pemerintah Non Departemen yang terkait, wakil Propinsi Daerah Tingkat I yang bersangkutan, Wakil Kabupaten/Walikotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, wakil masyarakat terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai pusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 10

(1) Komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b terdiri atas unsur-unsur : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan Daerah Tingkat I, instansi yang ditugasi bidang penanaman modal daerah, instansi yang ditugasi bidang pertanahan di daerah, instansi yang ditugasi bidang pertahanan keamanan daerah, instansi yang ditugasi bidang kesehatan Daerah Tingkat I, wakil instansi pusat dan/atau daerah yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, wakil instansi terkait di Propinsi Daerah Tingkat I, wakil Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang bersangkutan, pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi daerah yang bersangkutan, ahli di bidang lingkungan hidup, ahli di bidang yang berkaitan, organisasi lingkungan hidup di daerah, organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji, warga masyarakat yang terkena dampak, serta anggota lain yang dipandang perlu.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota komisi penilai daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Gubernur.

Pasal 11

(1) Komisi penilai pusat berwenang menilai hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis usaha dan/atau kegiatan yang memenuhi kriteria :

a. usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau menyangkut ketahanan dan keamanan negara;

b. usaha dan/atau kegiatan yang lokasinya meliputi lebih dari satu wilayah propinsi daerah tingkat I;

c. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain;

d. usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah ruang lautan;

e. Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di lintas batas negara kesatuan Republik Indonesia dengan negara lain;

(2) Komisi penilai daerah berwenang menilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi jenis-jenis usaha dan/atau kegiatan yang diluar kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 12

(1) Tim teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) terdiri atas para ahli dari instansi teknis yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dan instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, serta ahli lain dengan bidang ilmu yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan anggota tim teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri untuk komisi penilai pusat, dan oleh Gubernur untuk komisi penilai daerah tingkat I.

Pasal 13

Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1), wajib memperhatikan kebijaksanaan nasional pengelolaan lingkungan hidup, rencana pengembangan wilayah, rencana tata ruang wilayah dan kepentingan pertahanan keamanan.

BAB III
TATA LAKSANA

Bagian Pertama
Kerangka Acuan

Pasal 14

(1) Kerangka acuan sebagai dasar pembuatan analisis dampak lingkungan hidup disusun oleh pemrakarsa.

(2) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 15

(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) disampaikan oleh pemrakarsa kepada instansi yang bertanggung jawab, dengan ketentuan :

a. di tingkat pusat : kepada Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;

b. di tingkat daerah : kepada Gubernur melalui komisi penilai daerah tingkat I.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari dan tanggal diterimanya kerangka acuan pembuatan analisis dampak lingkungan hidup.

Pasal 16

(1) Kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dinilai oleh komisi penilai bersama dengan pemrakarsa untuk menyepakati ruang lingkup kajian analisis dampak lingkungan hidup yang akan dilaksanakan.

(2) Keputusan atas penilaian kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diberikan oleh instansi yang bertanggung jawab dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya kerangka acuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).

(3) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka instansi yang bertanggung jawab dianggap menerima kerangka acuan dimaksud.

(4) Instansi yang bertanggung jawab wajib menolak kerangka acuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila rencana lokasi dilaksanakannya usaha dan/atau kegiatan terletak dalam kawasan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

Bagian Kedua
Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup,
dan rencana pemantauan lingkungan hidup

Pasal 17

(1) Pemrakarsa menyusun analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup, berdasarkan kerangka acuan yang telah mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab.

(2) Penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, berpedoman pada pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 18

(1) Analisis dampak lingkungan hidup,rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, diajukan oleh pemrakarsa kepada :

a. di tingkat pusat : Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melalui komisi penilai pusat;

b. di tingkat daerah : Gubernur melalui komisi penilai daerah tingkat I.

(2) Komisi penilai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memberikan tanda bukti penerimaan kepada pemrakarsa dengan menuliskan hari dan tanggal diterimanya analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 19

(1) Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dinilai :

a. di tingkat pusat : oleh komisi penilai pusat;

b. di tingkat daerah : oleh komisi penilai daerah.

(2) Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(3) Dalam keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dicantumkan dasar pertimbangan

dikeluarkannya keputusan itu, dan pertimbangan terhadap saran, pendapat, dan tanggapan yang diajukan oleh warga masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1).

Pasal 20

(1) Instansi yang bertanggung jawab menerbitkan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), dalam jangka waktu selambat-lambatnya 75 (tujuh puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (2).

(2) Apabila instansi yang bertanggung jawab tidak menerbitkan keputusan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dianggap layak lingkungan.

Pasal 21

(1) Instansi yang bertanggung jawab mengembalikan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada pemrakarsa untuk diperbaiki apabila kualitas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup tidak sesuai dengan pedoman penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

(2) Perbaikan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup diajukan kembali kepada instansi yang bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20.

(3) Penilaian atas analisis dampak lingkungan hidup,rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup serta pemberian keputusan kelayakan lingkungan hidup atas usaha dan/atau kegiatan dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 19 dan Pasal 20.

Pasal 22

(1) Apabila hasil penilaian komisi penilai menyimpulkan bahwa :

a. dampak besar dan penting negatif yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak dapat ditanggulangi oleh teknologi yang tersedia, atau

b. biaya penanggulangan dampak besar dan penting negatif lebih besar dari pada manfaat dampak besar dan penting positif yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

c. maka instansi yang bertanggung jawab memberikan keputusan bahwa rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan tidak layak lingkungan.

(2) Instansi yang berwenang menolak permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan apabila instansi yang bertanggung jawab memberikan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

Pasal 23

Salinan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, serta salinan keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan disampaikan oleh :

a. di tingkat pusat : instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi terkait yang berkepentingan, Gubernur dan Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II yang bersangkutan.

b. di tingkat daerah : Gubernur kepada Menteri, Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan, instansi yang berwenang menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, dan instansi yang terkait.

Bagian Ketiga
Kadaluwarsa dan batalnya keputusan hasil
Analisis Dampak Lingkungan Hidup, Rencana
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Rencana Pemantauan
Lingkungan Hidup

Pasal 24

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan dinyatakan kadaluwarsa atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini, apabila rencana usaha dan/atau kegiatan tidak dilaksanakan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya keputusan kelayakan tersebut.

(2) Apabila keputusan kelayakan lingkungan hidup dinyatakan kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka untuk melaksanakan rencana usaha dan/atau kegiatannya, pemrakarsa wajib mengajukan kembali permohonan persetujuan atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang bertanggung jawab.

(3) Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) instansi yang bertanggung jawab memutuskan :

a. Analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang pernah disetujui dapat sepenuhnya dipergunakan kembali; atau

b. Pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 25

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila pemrakarsa memindahkan lokasi usaha dan/atau kegiatannya.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan di lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 26

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila pemrakarsa mengubah desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 27

(1) Keputusan kelayakan lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan menjadi batal atas kekuatan Peraturan Pemerintah ini apabila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar akibat peristiwa alam atau karena akibat lain sebelum dan pada waktu usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

(2) Apabila pemrakarsa hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka pemrakarsa wajib membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup baru sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah ini.

BAB IV
PEMBINAAN

Pasal 28

(1) lnstansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan pembinaan teknis terhadap komisi penilai pusat dan daerah.

(2) Instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan melakukan pembinaan teknis pelaksanaan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari izin.

Pasal 29

(1) Pendidikan, pelatihan, dan pengembangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup dilakukan dengan koordinasi instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

(2) Lembaga pendidikan dan pelatihan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup diselenggarakan dengan koordinasi dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dengan memperhatikan sistem akreditasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Pasal 30

Kualifikasi penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup dengan pemberian lisensi/sertifikasi dan pengaturannya ditetapkan oleh instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 31

Penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau golongan ekonomi lemah dibantu pemerintah, dan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri setelah memperhatikan saran dan pendapat instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

BAB V
PENGAWASAN

Pasal 32

(1) Pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan wajib menyampaikan laporan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan dan Gubernur.
(2) lnstansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan melakukan :

a. pengawasan dan pengevaluasian penerapan peraturan perundang-undangan di bidang analisis mengenai dampak lingkungan hidup;

b. pengujian laporan yang disampaikan oleh pemrakarsa usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1);

c. penyampaian laporan pengawasan dan evaluasi hasilnya kepada Menteri secara berkala, sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun, dengan tembusan kepada instansi yang berwenang menerbitkan izin dan Gubernur.

BAB VI
KETERBUKAAN INFORMASI DAN
PERAN MASYARAKAT

Pasal 33

(1) Setiap usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) wajib diumumkan terlebih dahulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
(2) Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa.

(3) Dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak diumumkannya rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), warga masyarakat yang berkepentingan berhak mengajukan saran, pendapat, dan tanggapan tentang akan dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan.

(4) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan secara tertulis kepada instansi yang bertanggung jawab.

(5) Saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dipertimbangkan dan dikaji dalam analisis mengenai dampak lingkungan.

(6) Tata cara dan bentuk pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), serta tata cara penyampaian saran, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 34

(1) Warga masyarakat yang berkepentingan wajib dilibatkan dalam proses penyusunan kerangka acuan, penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.
(2) Bentuk dan tata cara keterlibatan warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Kepala instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.

Pasal 35

(1) Semua dokumen analisis mengenai dampak lingkungan hidup, saran, pendapat, dan tanggapan warga masyarakat yang berkepentingan, kesimpulan komisi penilai, dan keputusan kelayakan lingkungan hidup dari usaha dan/atau kegiatan bersifat terbuka untuk umum.
(2) Instansi yang bertanggung jawab wajib menyerahkan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada suatu lembaga dokumentasi dan/atau kearsipan.

BAB VII
PEMBIAYAAN

Pasal 36

Biaya pelaksanaan kegiatan komisi penilai dan tim teknis analisis mengenai dampak lingkungan hidup dibebankan :

a. di tingkat pusat : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan;

b. di tingkat daerah : pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan daerah tingkat I

Pasal 37

Biaya penyusunan dan penilaian kerangka acuan, analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup dibebankan kepada pemrakarsa.

Pasal 38

(1) Biaya pembinaan teknis dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dan Pasal 32 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan.
(2) Biaya pengumuman yang dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang bertanggung jawab.

(3) Biaya pembinaan pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dibebankan pada anggaran instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 39

Penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup suatu usaha dan/atau kegiatan yang pada saat diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini :

a. sedang dalam proses penilaian oleh komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang bersangkutan; atau

b. sudah diajukan kepada instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, tetap dinilai oleh komisi penilai instansi yang bersangkutan, dan harus selesai paling lambat 6 (enam) bulan sejak Peraturan Pemerintah ini berlaku secara efektif.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 40

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan tentang analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 41

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 1993 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3538) dinyatakan tidak berlaku lagi.

Pasal 42

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku efektif 18 (delapan belas) bulan sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1999
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd.
BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 7 Mei 1999
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

ttd.
AKBAR TANDJUNG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1999 NOMOR 59


PENJELASAN
ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 27 TAHUN 1999
TENTANG
ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP

UMUM

Pembangunan yang dilakukan oleh Bangsa Indonesia bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup rakyat. Proses pelaksanaan pembangunan di satu pihak menghadapi permasalahan jumlah penduduk yang besar dengan tingkat pertambahan yang tinggi, tetapi dilain pihak ketersediaan sumber daya alam bersifat terbatas. Kegiatan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan penduduk akan meningkatkan permintaan atas sumber daya alam, sehingga timbul tekanan terhadap sumber daya alam. Oleh karena itu, pendayagunaan sumber daya alam untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan harus disertai dengan upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian, pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan adalah pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang merupakan tujuan pengelolaan lingkungan hidup menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, sejak awal perencanaan usaha dan/atau kegiatan sudah harus diperkirakan perubahan rona lingkungan hidup akibat pembentukan suatu kondisi lingkungan hidup yang baru, baik yang menguntungkan maupun yang merugikan, yang timbul sebagai akibat diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan pembangunan. Pasal 15 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan bahwa setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup.

Dengan dimasukkannya analisis mengenai dampak lingkungan hidup ke dalam proses perencanaan suatu usaha dan/atau kegiatan, maka pengambil keputusan akan memperoleh pandangan yang lebih luas dan mendalam mengenai berbagai aspek usaha dan/atau kegiatan tersebut, sehingga dapat diambil keputusan optimal dari berbagai alternatif yang tersedia. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan salah satu alat bagi pengambil keputusan untuk mempertimbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup guna mempersiapkan langkah untuk menanggulangi dampak negatif dan mengembangkan dampak positif.

Terlestarikannya fungsi lingkungan hidup yang menjadi tumpuan terlanjutkannya pembangunan merupakan kepentingan seluruh masyarakat. Diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan akan mengubah rona lingkungan hidup, sedangkan perubahan ini pada gilirannya akan menimbulkan dampak terhadap masyarakat. Oleh karena itu, keterlibatan warga masyarakat yang akan terkena dampak menjadi penting dalam proses analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Undang-undang nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup menetapkan hak setiap orang untuk berperan dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat itu meliputi peran dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini berarti bahwa warga masyarakat wajib dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan atas analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Keterlibatan warga masyarakat itu merupakan pelaksanaan asas keterbukaan. Dengan keterlibatan warga masyarakat itu akan membantu dalam mengindentifikasi persoalan dampak lingkungan hidup secara dini dan lengkap, menampung aspirasi dan kearifan pengetahuan lokal dari masyarakat yang seringkali justru menjadi kunci penyelesaian persoalan dampak lingkungan hidup yang timbul.

Setiap rencana usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Sebagai bagian dari studi kelayakan untuk melaksanakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan, analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan syarat yang harus dipenuhi untuk mendapatkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan. Hal itu merupakan konsekuensi dari kewajiban setiap orang untuk memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mencegah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Konsekuensinya adalah bahwa syarat dan kewajiban sebagaimana ditentukan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup harus dicantumkan sebagai ketentuan dalam izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Angka 1

Cukup jelas

Angka 2

Dampak besar dan penting merupakan satu kesatuan makna dari arti dampak penting.

Angka 3

Cukup jelas

Angka 4

Cukup jelas

Angka 5

Cukup jelas

Angka 6

Cukup jelas

Angka 7

Cukup jelas

Angka 8

Cukup jelas

Angka 9

Cukup jelas

Angka 10

Cukup jelas

Angka 11

Cukup jelas

Angka 12

Cukup jelas

Angka 13

Cukup jelas

Angka 14

Cukup jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Studi kelayakan pada umumnya meliputi analisis dari aspek teknis dan aspek ekonomis- finansial. Dengan ayat ini, maka studi kelayakan bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup

meliputi komponen analisis teknis, analisis ekonomis-finansial, dan analisis mengenai dampak lingkungan hidup.. Oleh karena itu, analisis mengenai dampak lingkungan hidup sudah harus disusun dan mendapatkan keputusan dari instansi yang bertanggung jawab sebelum kegiatan konstruksi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan dilaksanakan.

Hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup dapat digunakan sebagai masukan bagi penyusunan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, di samping dapat digunakan sebagai masukan bagi perencanaan pembangunan wilayah.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup khususnya dokumen rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup juga merupakan dasar dalam sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System) usaha dan/atau kegiatan.

Ayat (2)

Karena analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari studi kelayakan suatu usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi pada ekosistem tertentu, maka hasil analisis mengenai dampak lingkungan hidup tersebut sangat penting untuk dijadikan sebagai masukan dalam perencanaan pembangunan wilayah

Ayat (3)

Usaha dan/atau kegiatan tunggal adalah hanya satu jenis usaha dan/atau kegiatan yang kewenangan perizinan serta pembinaannya di bawah satu instansi yang berwenang.

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup kegiatan terpadu/multisektor adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan yang terpadu yang direncanakan terhadap lingkungan hidup dan melibatkan lebih dari satu instansi yang berwenang membidangi kegiatan dimaksud.

Kriteria usaha dan/atau kegiatan terpadu meliputi :

a. berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut mempunyai keterkaitan dalam hal perencanaan, pengelolaan, dan proses produksinya;

b. usaha dan/atau kegiatan tersebut berada dalam kesatuan hamparan ekosistem.


Analisis mengenai dampak lingkungan hidup kegiatan kawasan adalah hasil kajian mengenai dampak besar dan penting usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup dalam satu kesatuan hamparan ekosistem zona pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan.

Kriteria usaha dan/atau kegiatan di zona pengembangan wilayah/kawasan meliputi:

a. berbagai usaha dan/atau kegiatan yang saling terkait perencanaannya antar satu dengan yang lainnya;

b. berbagai usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak dalam/merupakan satu kesatuan zona rencana pengembangan wilayah/kawasan sesuai dengan rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana tata ruang kawasan:

c. usaha dan/atau kegiatan tersebut terletak pada kesatuan hamparan ekosistem.

Pasal 3

Ayat (1)

Usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud dalam ayat ini merupakan kategori usaha dan/atau kegiatan yang berdasarkan pengalaman dan tingkat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai potensi menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Dengan demikian penyebutan kategori usaha dan/atau kegiatan tersebut tidak bersifat limitatif dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Penyebutan tersebut bersifat alternatif, sebagai contoh seperti usaha dan/atau kegiatan :

a. pembuatan jalan, bendungan/dam, jalan kereta api, dan pembukaan hutan;

b. kegiatan pertambangan dan eksploitasi hutan;

c. pemanfaatan tanah yang tidak diikuti dengan usaha konservasi dan penggunaan energi yang tidak diikuti dengan teknologi yang dapat mengefisienkan pemakaiannya;

d. kegiatan yang menimbulkan perubahan atau pergeseran struktur tata nilai, pandangan dan/atau cara hidup masyarakat setempat;

e. kegiatan yang proses dan hasilnya menimbulkan pencemaran, kerusakan kawasan konservasi alam, atau pencemaran benda cagar budaya;

f. introduksi suatu jenis tumbuh-tumbuhan baru atau jasad renik (mikro organisme) yang dapat menimbulkan jenis penyakit baru terhadap tanaman, introduksi suatu jenis hewan baru dapat mempengaruhi kehidupan hewan yang telah ada;

g. penggunaan bahan hayati dan non hayati mencakup pula pengertian pengubahan;

h. penerapan teknologi yang dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan.
Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Ilmu pengetahuan dan teknologi selalu berkembang. Oleh karena itu, jenis usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang mendasarkan diri pada ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu ditinjau kembali.

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 5

Ayat (1)

0Kriteria yang menentukan adanya dampak besar dan penting dalam ayat ini ditetapkan berdasarkan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi yang ada. Oleh karena itu, kriteria ini dapat berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tidak bersifat limitatif.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan keadaan darurat adalah keadaan atau kondisi yang sedemikian rupa, sehingga mengharuskan dilaksanakannya tindakan segera yang mengandung risiko terhadap lingkungan hidup demi kepentingan umum, misalnya pertahanan negara atau penanggulangan bencana alam. Keadaan darurat ini tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam undang-undang keadaan darurat

Ayat (2)

Keadaan darurat yang tidak memerlukan analisis mengenai dampak lingkungan hidup, misalnya pembangunan bendungan/dam untuk menahan bencana lahar, ditetapkan oleh menteri yang membidangi kegiatan dimaksud.

Pasal 7

Ayat (1)

Untuk melakukan suatu usaha dan/atau kegiatan terdapat satu izin yang bersifat dominan, tanpa izin tersebut seseorang tidak dapat melakukan usaha dan/atau kegiatan yang dimaksud. Misalnya izin usaha industri di bidang perindustrian, kuasa pertambangan di bidang pertambangan, izin penambangan daerah di bidang penambangan bahan galian golongan C, izin hak pengusahaan hutan di bidang kehutanan, izin hak guna usaha pertanian di bidang pertanian. Sedangkan keputusan kelayakan analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah persyaratan yang diwajibkan untuk dapat menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.

Ayat (2)

Analisis mengenai dampak lingkungan hidup merupakan bagian dari proses perizinan melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup. Izin merupakan suatu instrumen yuridis preventif. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup, sebagaimana telah diterbitkan oleh instansi yang bertanggungjawab wajib dilampirkan pada permohonan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 8

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Ayat (6)

Cukup jelas

Ayat (7)

Cukup jelas

Ayat (8)

Cukup jelas

Pasal 9

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan lingkungan hidup di komisi penilai daerah dapat berarti wakil dari instansi yang ditugasi mengendalikan dampak lingkungan wilayah dengan maksud agar terdapat keterpaduan kebijaksanaan penggelolaan lingkungan hidup, khususnya pengendalian dampak lingkungan hidup dengan kebijaksanaan dan program pengendalian dampak

lingkungan hidup di daerah. Pengangkatan para ahli dari pusat studi lingkungan hidup perguruan tinggi sebagai anggota komisi penilai daerah adalah untuk memantapkan kualitas hasil kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup dalam penilaian analisis mengenai dampak lingkungan. Adanya wakil yang ditunjuk dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, dan instansi yang ditugasi dibidang pertanahan di daerah dimaksudkan untuk menjamin keterpaduan pengelolaan lingkungan hidup secara lintas sektor yang ada di daerah. Adapun wakil yang ditunjuk dari bidang kesehatan di daerah dikarenakan pada akhirnya dampak semua kegiatan selalu berakhir pada aspek kesehatan.

Duduknya wakil organisasi lingkungan hidup dalam komisi penilai merupakan aktualisasi hak warga masyarakat untuk berperan dalam proses pengambilan keputusan.

Duduknya wakil masyarakat terkena dampak suatu usaha dan/atau kegiatan diharapkan dapat memberikan masukan tentang aspirasi masyarakat yang terkena dampak akibat dari usaha dan/atau kegiatan tersebut.

Duduknya wakil instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan adalah untuk memberikan penilaian secara teknis usaha dan/atau kegiatan yang dinilai.

Organisasi lingkungan hidup sesuai dengan bidang usaha dan/atau kegiatan yang dikaji adalah lembaga swadaya masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Usaha dan/atau kegiatan bersifat strategis dan/atau kegiatan yang menyangkut ketahanan dan keamanan negara misalnya : pembangkit

listrik tenaga nuklir, pembangkit listrik tenaga air, pembangkit listrik tenaga uap/panas bumi, eksploitasi minyak dan gas, kilang minyak, penambangan uranium, industri petrokimia, industri pesawat terbang, industri kapal, industri senjata, industri bahan peledak, industri baja, industri alat-alat berat, industri telekomunikasi, pembangunan bendungan, bandar udara, pelabuhan dan rencana usaha dan/atau kegiatan lainnya yang menurut instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan dianggap strategis.

Dalam hal usaha dan/atau kegiatan yang bersifat strategis ini menjadi bagian dari usaha dan/atau kegiatan terpadu/multisektor, maka penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup menjadi wewenang komisi penilai analisis mengenai dampak lingkungan hidup pusat.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di wilayah sengketa dengan negara lain misalnya : rencana usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi di Pulau Sipadan, Ligitan dan Celah Timor.

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 13

Cukup jelas

Pasal 14

Ayat (1)

Kerangka acuan bagi pembuatan analisis dampak lingkungan hidup merupakan pegangan yang diperlukan dalam penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup. Berdasarkan hasil pelingkupan, yaitu proses pemusatan studi pada hal-hal penting yang berkaitan dengan dampak besar dan penting, kerangka acuan terutama memuat komponen-komponen aspek usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, serta komponen-komponen parameter lingkungan hidup yang akan terkena dampak besar dan penting.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jeias

Pasal 16

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Penetapan jangka waktu selama 75 hari kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa. Jangka waktu 75 hari kerja ini meliputi proses penyampaian dokumen kerangka acuan ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai ditetapkannya keputusan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Menolak untuk memberikan keputusan atas kerangka acuan adalah untuk melindungi kepentingan umum.

Kerangka acuan merupakan dasar bagi penyusunan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup. Kerangka acuan yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah akan menghasilkan analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang baik pula, demikian pula sebaliknya. Sedangkan kewajiban untuk membuat analisis mengenai dampak lingkungan hidup bagi usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting adalah untuk melindungi fungsi lingkungan hidup. Perlindungan fungsi lingkungan hidup merupakan kepentingan umum.

Yang dimaksud dengan rencana tata ruang wilayah yang ditetapkan adalah Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat I, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II.

Yang dimaksud dengan rencana tata ruang kawasan yang ditetapkan adalah baik rencana tata ruang kawasan tertentu yang telah ditetapkan dengan Keputusan Presiden maupun rencana tata ruang kawasan perdesaan atau rencana tata ruang kawasan perkotaan sebagai bagian dari Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang telah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Tingkat II. Termasuk dalam pengertian rencana tata ruang kawasan adalah rencana rinci tata ruang di Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II yang meliputi rencana terperinci (detail) tata ruang kawasan di wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 19

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Dari analisis dampak lingkungan hidup dapat diketahui dampak besar dan penting yang akan ditimbulkan oleh usaha dan/atau kegiatan terhadap lingkungan hidup. Dengan mengetahui dampak besar dan penting itu dapat ditentukan :

a. cara mengendalikan dampak besar dan penting negatif dan mengembangkan dampak besar dan penting positif, yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan dampak lingkungan hidup; dan

b. cara memantau dampak besar dan penting tersebut, yang dicantumkan dalam rencana pemantauan lingkungan hidup.

Apa yang dicantumkan dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup merupakan syarat dan kewajiban yang harus dilakukan pemrakarsa apabila hendak melaksanakan usaha dan/atau kegiatannya.

Oleh karena itu, hasil penilaian atas analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup oleh Komisi Penilai Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup menjadi dasar bagi instansi yang bertanggung jawab dalam memberikan keputusan kepada instansi yang berwenang.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Penetapan jangka waktu selama 75 hari kerja dimaksudkan untuk memberikan kepastian kepada pemrakarsa. Jangka waktu 75 hari kerja ini meliputi proses penyampaian dokumen analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup ke instansi yang bertanggung jawab melalui komisi penilai, penilaian secara teknis, konsultasi dengan warga masyarakat yang berkepentingan, penilaian oleh komisi penilai, sampai dengan diterbitkannya keputusan kelayakan lingkungan hidup.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 21

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 22

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 23

Cukup jelas

Pasal 24

Ayat (1)

Sejalan dengan cepatnya pengembangan pembangunan wilayah, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun kemungkinan besar telah terjadi perubahan rona lingkungan hidup, sehingga rona lingkungan hidup yang semula dipakai sebagai dasar penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup tidak cocok lagi digunakan untuk memprakirakan dampak lingkungan hidup rencana usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 25

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 26

Ayat (1)

Perubahan desain dan/atau proses dan/atau kapasitas dan/atau bahan baku dan/atau bahan penolong bagi usaha dan/atau kegiatan akan menimbulkan dampak besar dan penting yang berbeda. Oleh karena itu, keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup yang telah diterbitkan menjadi batal.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Terjadinya perubahan lingkungan hidup secara mendasar berarti hilangnya atau berubahnya rona lingkungan hidup awal yang menjadi dasar penyusunan analisis dampak lingkungan hidup. Keadaan ini menimbulkan konsekuensi batalnya keputusan kelayakan lingkungan hidup berdasarkan hasil penilaian analisis dampak lingkungan hidup, rencana pengelolaan lingkungan hidup, dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 28

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 30

Cukup jelas

Pasal 31

Bantuan yang dimaksud untuk golongan ekonomi lemah dapat berupa biaya penyusun analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau tenaga ahli untuk penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan hidup atau bantuan lainnya. Bantuan diberikan oleh instansi yang membidangi usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 32

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Pengumuman merupakan hak setiap orang atas informasi lingkungan hidup yang berkaitan dengan peran dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Ayat (2)

Pengumuman oleh instansi yang bertanggung jawab dapat dilakukan, misalnya, melalui media cetak dan/atau media elektronik. Sedangkan pengumuman oleh pemrakarsa dapat dilakukan dengan memasang papan pengumuman di lokasi akan diselengarakannya usaha dan/atau kegiatan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Saran, pendapat dan tanggapan secara tertulis diperlukan agar terdokumentasi.

Ayat (5)

Semua saran dan pendapat yang diajukan oleh warga masyarakat harus tercermin dalam penyusunan kerangka acuan, dikaji dalam analisis dampak lingkungan hidup dan diberikan alternatif pemecahannya dalam rencana pengelolaan lingkungan hidup dan rencana pemantauan lingkungan hidup.

Ayat (6)

Dalam pengumuman akan diselenggarakannya usaha dan/atau kegiatan diberitahukan sekurang-kurangnya, antara lain: tentang apa yang akan dihasilkan oleh usaha dan/atau kegiatan yang bersangkutan, jenis dan volume limbah yang dihasilkan serta cara penanganannya, kemungkinan dampak lingkungan hidup yang akan ditimbulkan.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 35

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 36

Cukup jelas

Pasal 37

Biaya penyusunan dan penilaian analisis mengenai dampak lingkungan hidup antara lain mencakup biaya untuk mendatangkan wakil-wakil masyarakat dan para ahli yang terlibat dalam penilaian mengenai analisis dampak lingkungan hidup, menjadi tanggungan pemrakarsa.

Pasal 38

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 39

Cukup jelas

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3838