Monday, March 26, 2007

RUU Penataan Ruang (1) Batang Tubuh

Vers. 221205


RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN ...
TENTANG
PENATAAN RUANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa pemanfaatan ruang wilayah nasional baik
sebagai wadah maupun sebagai sumber daya alam perlu
ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana,
berdaya guna dan berhasil guna, sehingga kualitas
ruang wilayah nasional dapat terjaga keberlanjutannya
secara selaras, serasi, dan seimbang demi terwujudnya
kesejahteraan rakyat;
b. bahwa perkembangan situasi nasional dan internasional
menuntut penegakan prinsip-prinsip keterpaduan,
keberlanjutan, demokrasi, dan keadilan dalam rangka
penyelenggaraan penataan ruang yang baik dengan
memperhatikan Hak Asasi Manusia;
c. bahwa sejalan dengan kebijakan otonomi daerah,
kewenangan Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan
penataan ruang semakin besar, sehingga pelaksanaan
kewenangan tersebut perlu diatur demi menjaga
keserasian dan keterpaduan antar-daerah, serta tidak
menimbulkan kesenjangan antar-daerah;
d. bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat terhadap
penataan ruang telah berkembang sehingga perlu
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan
penataan ruang yang sesuai dengan perkembangan yang
terjadi di masyarakat sehingga tercapai perencanaan
tata ruang yang efektif, transparan, dan partisipatif,
pemanfaatan ruang yang tertib, serta pengendalian
pemanfaatan ruang yang menjamin efektivitas dan
efisiensi kegiatan pembangunan secara berkelanjutan;
e. bahwa penataan ruang sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang sudah tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan pengaturan penataan ruang;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan
huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang
Penataan Ruang;

Mengingat : Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 ayat (3) Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENATAAN RUANG.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksudkan dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang,
baik direncanakan maupun tidak.
3. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman sistem
jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung
kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki
hubungan fungsional.
4. Pola pemanfaatan ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam
suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung
dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
5. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang yang dilaksanakan secara
sekuensial.
6. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
7. Pemerintah Pusat, yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
8. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah;
9. Pengaturan penataan ruang adalah upaya untuk memberikan landasan
normatif bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam
penataan ruang.
10. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja
penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, dan masyarakat.
11. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan
penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
12. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelenggaraan
penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
13. Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan dan penetapan
rencana tata ruang.
14. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola pemanfaatan ruang sesuai rencana tata ruang melalui
penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
15. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah proses perizinan,
pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan ruang
berdasarkan peraturan zonasi.
16. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
17. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.
18. Sistem wilayah adalah struktur ruang dan pola pemanfaaan ruang yang
mempunyai jangkauan pelayanan tingkat wilayah.
19. Sistem internal perkotaan adalah struktur ruang dan pola pemanfaatan
ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan tingkat internal
perkotaan.
20. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau
budidaya.
21. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
22. Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
23. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
24. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
25. Kawasan strategis nasional adalah kawasan yang secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
26. Kawasan strategis provinsi adalah kawasan yang secara regional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
27. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah kawasan yang secara lokal
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.
28. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang berkaitan dengan lokasi
kegiatan, kualitas r uang, administrasi pertanahan, dan tata bangunan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
29. Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum.
30. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang penataan ruang.

BAB II
ASAS, TUJUAN, DAN PENGELOMPOKAN
PENATAAN RUANG

Bagian Pertama
Asas dan Tujuan

Pasal 2

Penataan ruang diselenggarakan berdasarkan asas:
a. keterpaduan;
b. keberdayagunaan dan keberhasilgunaan;
c. keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
d. keberlanjutan;
e. keterbukaan;
f. kebersamaan; dan
g. keadilan dan perlindungan hukum.

Pasal 3

Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan mewujudkan ruang wilayah
nasional yang nyaman, produktif, dan berkelanjutan berlandaskan
Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia untuk:
a. mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan
sejahtera;
b. mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia; dan
c. mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan.

Bagian Kedua
Pengelompokan

Pasal 4

Penataan ruang dikelompokan berdasarkan sistem, fungsi kawasan,
administrasi, kegiatan kawasan, dan nilai strategis kawasan.

Pasal 5

(1) Penataan ruang berdasarkan sistem terdiri atas sistem wilayah dan
sistem internal perkotaan.
(2) Penataan ruang berdasarkan fungsi kawasan meliputi kawasan lindung
dan kawasan budidaya.
(3) Penataan ruang berdasarkan administrasi meliputi penataan ruang
wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota.
(4) Penataan ruang berdasarkan kegiatan kawasan terdiri atas kawasan
perkotaan dan kawasan perdesaan.
(5) Penataan ruang berdasarkan nilai strategis kawasan terdiri atas
kawasan strategis nasional, kawasan strategis provinsi, kawasan
strategis kabupaten, dan kawasan strategis kota.

Pasal 6

(1) Penataan ruang diselenggarakan dengan memperhatikan:
a. lingkungan alam dan buatan, ekonomi, sosial budaya, hukum serta
pertahanan dan keamanan sebagai satu kesatuan; dan
b. sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan tek nologi.
(2) Penataan ruang wilayah nasional, penataan ruang wilayah provinsi, dan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dilakukan secara terpadu dan
bersifat komplementer.
(3) Penataan ruang wilayah nasional meliputi ruang wilayah kedaulatan
nasional yang mencakup ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara
sebagai satu kesatuan.
(4) Penataan ruang wilayah provinsi dan kabupaten/kota meliputi ruang
daratan, ruang lautan, dan ruang udara sampai batas tertentu sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penataan ruang lautan dan udara
diatur tersendiri dengan Undang-Undang.

BAB III
WEWENANG

Bagian Pertama
Umum

Pasal 7

(1) Negara menyelenggarakan penataan ruang untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
(2) Kewenangan penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh Pemerintah
dan/atau Pemerintah Daerah.
(3) Penyelenggaraan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan dengan tetap menghormati hak yang dimiliki orang.

Bagian Kedua
Wewenang Pemerintah

Pasal 8

(1) Wewenang Pemerintah dalam penyelenggaraan penataan ruang meliputi:
a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah nasional;
b. penyelenggaraan penataan ruang kawasan strategis nasional; dan
c. pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota.
(2) Wewenang Pemerintah dalam penataan ruang nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya;
dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah nasional.
(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis nasional sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis nasional;
b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis nasional.
(4) Pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dapat dilaksanakan Pemerintah Daerah melalui dekonsentrasi atau tugas
pembantuan.
(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang, Pemerintah berwenang
menyusun dan menetapkan norma, standar, pedoman, dan manual
bidang penataan ruang.

Pasal 9

(1) Presiden menunjuk seorang menteri yang bertugas menyelenggarakan
penataan ruang wilayah nasional.
(2) Pelaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup:
a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang pada semua tingkatan
wilayah; dan
b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan penataan
ruang antar-provinsi dan/atau antara provinsi dengan
kabupaten/kota.

Bagian Ketiga
Wewenang Pemerintah Provinsi

Pasal 10

(1) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penyelenggaraan penataan ruang
meliputi:
a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi;
b. penyelengaraan penataan ruang kawasan strategis provinsi;
c. mengkoordinasikan pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten
dan penataan ruang wilayah kota pada wilayah provinsi; dan
d. pembinaan dan pengawasan pelaksanaan penataan ruang pada
wilayah kabupaten dan wilayah kota pada wilayah provinsi.
(2) Wewenang Pemerintah Provinsi dalam penataan ruang provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi;
b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya;
dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis provinsi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah Provinsi melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis provinsi;
b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Provinsi;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis provinsi.
(4) Dalam mengkoordinasikan pelaksanaan penataan ruang provinsi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Gubernur dapat membentuk
lembaga koordinasi penataan ruang di daerah provinsi.
(5) Dalam rangka penyelenggaraan penataan ruang wilayah provinsi,
Pemerintah Provinsi dapat menyusun pedoman pelaksanaan norma,
standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang.
(6) Dalam hal Pemerintah Provinsi tidak dapat memenuhi standar pelayanan
minimal bidang penataan ruang, Pemerintah dapat mengambil alih
kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

Pelaksanakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1)
mencakup:
a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
dan
b. fasilitasi penyelesaian perselisihan dalam penyelenggaraan penataan
ruang antar-kabupaten/kota.

Bagian Keempat
Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota

Pasal 12

(1) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
a. penyelenggaraan penataan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
b. penataan ruang kawasan strategis kabupaten dan ruang kawasan
strategis kota.
(2) Wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam penataan ruang
kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota;
b. perumusan program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya;
dan
c. pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
(3) Dalam penataan ruang kawasan strategis kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pemerintah Kabupaten/Kota
melaksanakan:
a. penetapan kawasan strategis kabupaten/kota;
b. penyusunan dan penetapan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten/Kota;
c. pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota; dan
d. pengendalian pemanfaatan ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
(4) Dalam melaksanakan kewenangan penyelenggaraan penataan ruang
wilayah kabupaten/kota, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib
melaksanakan norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan
ruang dan pedoman pelaksanaannya.
(5) Dalam hal Pemerintah Kabupaten/Kota tidak dapat memenuhi standar
pelayanan minimal bidang penataan ruang, Pemerintah Provinsi dapat
mengambil alih kewenangan sesuai peraturan perundang-undangan.

BAB IV
PENGATURAN DAN PEMBINAAN PENATAAN RUANG

Pasal 13

Pengaturan penataan ruang dilakukan melalui penetapan norma, standar,
pedoman, dan manual bidang penataan ruang.

Pasal 14

(1) Pemerintah melakukan pembinaan penataan ruang kepada Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan masyarakat.
(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui:
a. koordinasi penyelenggaraan penataan ruang;
b. sosialisasi norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan
ruang;
c. pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi pelaksanaan
penataan ruang;
d. pendidikan dan pelatihan;
e. penelitian dan pengembangan;
f. pengembangan sistem informasi dan komunikasi penataan ruang;
g. penyebarluasan informasi penataan ruang kepada masyarakat; dan
h. pengembangan kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
(3) Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menyelenggarakan
pembinaan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
menurut kewenangannya masing-masing.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB V
PELAKSANAAN PENATAAN RUANG

Bagian Pertama
Perencanaan Tata Ruang

Paragraf 1
Umum

Pasal 15

(1) Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan:
a. rencana umum tata ruang; dan
b. rencana detail tata ruang.
(2) Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
secara berhirarki terdiri atas:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi; dan
c. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota.
(3) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
disusun sebagai perangkat operasionalisasi rencana umum tata ruang.
(4) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
disusun dalam hal:
a. rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar dalam
pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan
ruang; dan/atau
b. rencana umum tata ruang mencakup wilayah perencanaan yang luas
dan skala peta dalam rencana umum tata ruang dimaksud
memerlukan perincian sebelum dioperasionalkan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana tata
ruang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 16

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah
Provinsi, dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota mencakup
ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara.

Pasal 17

(1) Rencana tata ruang dapat ditinjau kembali.
(2) Peninjauan kembali rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat menghasilkan rekomendasi berupa:
a. rencana tata ruang yang ada dapat tetap berlaku sesuai dengan
masa berlakunya; atau
b. rencana tata ruang yang ada perlu direvisi.
(3) Apabila peninjauan kembali rencana tata ruang menghasilkan
rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, revisi
rencana tata ruang dilaksanakan dengan tetap menghormati hak yang
dimiliki orang.
(4) Ketentuan mengenai kriteria dan tata cara peninjauan kembali rencana
tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Muatan rencana tata ruang mencakup rencana struktur ruang dan
rencana pola pemanfaatan ruang.
(2) Rencana struktur ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
rencana sistem pusat permukiman dan rencana sistem jaringan
prasarana.
(3) Rencana pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya.
(4) Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budidaya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan
pelestarian lingkungan, sosial-budaya, ekonomi, serta pertahanan dan
keamanan.
(5) Rencana tata ruang disusun dengan memperhatikan keterkaitan antar-
wilayah dan antar-fungsi kawasan.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan rencana tata
ruang yang berkaitan dengan fungsi pertahanan dan keamanan sebagai
subsistem rencana tata ruang wilayah diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 2
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Nasional

Pasal 19

Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dilakukan dengan
mengacu kepada rencana pembangunan jangka panjang nasional dan
memperhatikan:
a. Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional;
b. perkembangan permasalahan regional dan global, serta hasil pengkajian
implikasi penataan ruang nasional;
c. upaya pemerataan pembangunan dan pertumbuhan serta stabilitas
ekonomi;
d. keselarasan aspirasi pembangunan nasional dan pembang unan daerah;
dan
e. daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Pasal 20

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional memuat:
a. tujuan pemanfaatan ruang nasional;
b. kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c. struktur ruang wilayah nasional yang meliputi sistem pusat
permukiman yang merupakan susunan fungsional kawasan
perkotaan dan jaringan prasarana utama;
d. pola pemanfaatan ruang wilayah nasional yang meliputi kawasan
lindung nasional dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis
nasional;
e. strategi nasional pengembangan perkotaan;
f. penetapan kawasan strategis nasional;
g. indikasi program strategis pemanfaatan ruang lima tahunan; dan
h. kriteria pemanfaatan ruang dan mekanisme pengendalian
pemanfaatan ruang.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:
a. penataan ruang wilayah provinsi dan penataan ruang wilayah
kabupaten/kota; dan
b. penetapan lokasi investasi.
(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah 20 (dua
puluh) tahun.
(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pasal 21

(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional
dapat berupa Rencana Tata Ruang Pulau/Kepulauan dan Rencana Tata
Ruang Kawasan Strategis Nasional.
(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Presiden.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman, tata cara, dan lain-lain yang
diperlukan bagi penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan
Menteri.

Paragraf 3
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Provinsi

Pasal 22

(1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilakukan dengan
mengacu kepada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
b. norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi dilaksanakan dengan
memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang berbatasan.

Pasal 23

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi memuat:
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah provinsi;
b. rencana struktur ruang yang meliputi sistem pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana wilayah provinsi;
c. rencana pola pemanfaatan ruang wilayah provinsi yang meliputi
kawasan lindung provinsi dan kawasan budidaya yang memiliki nilai
strategis provinsi;
d. strategi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah provinsi;
e. penetapan kawasan strategis provinsi;
f. indikasi program strategis pemanfaatan ruang lima tahunan;
g. arahan pengelolaan dan pengembangan kawasan lindung provinsi
dan kawasan budidaya yang memiliki nilai strategis provinsi;
h. arahan pengembangan sistem pusat permukiman dan sistem
jaringan prasarana wilayah; dan
i. arahan kebijakan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya
dengan memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia
dan sumber daya buatan.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi menjadi pedoman untuk:
a. pemanfaatan ruang di wilayah provinsi;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antar-wilayah kabupaten/kota serta keserasian
antar-sektor;
c. penetapan lokasi investasi;
d. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan
e. penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
(3) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi adalah 20 (dua
puluh) tahun.
(4) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Pasal 24

(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi.
(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penyusunan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Provinsi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dengan peraturan Gubernur.

Paragraf 4
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota

Pasal 25

(1) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilakukan dengan
mengacu kepada:
a. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional dan Rencana Tata Ruang
Wilayah Provinsi;
b. norma, standar, pedoman, dan manual bidang penataan ruang; dan
c. rencana pembangunan jangka panjang daerah.
(2) Penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten dilaksanakan
dengan memperhatikan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota
yang berbatasan.

Pasal 26

(1) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten memuat:
a. tujuan pemanfaatan ruang wilayah kabupaten;
b. rencana struktur ruang yang meliputi sistem pusat permukiman dan
sistem jaringan prasarana wilayah kabupaten;
c. rencana pola pemanfaatan ruang wilayah kabupaten yang meliputi
kawasan lindung kabupaten dan kawasan budidaya yang memiliki
nilai strategis kabupaten;
d. strategi pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang
wilayah kabupaten;
e. penetapan kawasan strategis kabupaten;
f. indikasi program pemanfaatan ruang lima tahunan;
g. rencana pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, dan
kawasan strategis kabupaten;
h. rencana pengembangan sistem permukiman dan sistem jaringan
prasarana wilayah; dan
i. penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan
penatagunaan sumber daya alam lainnya, serta memperhatikan
keterpaduan dengan sumber daya manusia dan sumber daya
buatan.
(2) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi pedoman untuk:
a. pemanfaatan ruang di wilayah kabupaten;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan antar-
sektor;
c. penetapan lokasi investasi; dan
d. penyusunan rencana detail tata ruang di kabupaten;
(3) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten menjadi dasar untuk
penerbitan perizinan lokasi pembangunan dan administrasi pertanahan.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten adalah 20 (dua
puluh) tahun.
(5) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dapat ditinjau kembali paling sedikit 1 (satu) kali dalam 5 (lima)
tahun.
(6) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten ditetapkan dengan Peraturan
Daerah.

Pasal 27

(1) Rencana detail tata ruang untuk Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten dapat berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis
Kabupaten.
(2) Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pedoman dan tata cara penyusunan
Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Kabupaten sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan peraturan Bupati.

Paragraf 5
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota

Pasal 28

Ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kabupaten sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27 berlaku pula untuk
perencanaan tata ruang wilayah kota.

Pasal 29

Selain ketentuan perencanaan tata ruang wilayah kota sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 28, Rencana Tata Ruang Wilayah Kota memuat pula:
a. penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau;
b. penyediaan dan pemanfaatan ruang terbangun publik; dan
c. penyediaan prasarana dan sarana yang dibutuhkan untuk menjalankan
fungsi wilayah kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi dan pusat
pertumbuhan wilayah.

Pasal 30

(1) Ruang terbuka hijau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1)
huruf a terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau
privat.
(2) Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga
puluh) persen dari luas wilayah kota.
(3) Proporsi ruang terbuka hijau publik pada wilayah kota paling sedikit 10
(sepuluh) persen dari luas wilayah kota.

Pasal 31
Proporsi ruang publik ditetapkan paling sedikit 40 (empat puluh) persen
dari luas wilayah kota yang diperuntukan bagi ruang terbuka hijau publik
dan ruang terbangun publik.

Pasal 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang terbuka hijau
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan persyaratan minimal ruang
publik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 diatur dengan peraturan
Menteri.


Bagian Kedua
Pemanfaatan Ruang

Paragraf 1
Umum

Pasal 33

(1) Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
(2) Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap sesuai dengan
jangka waktu indikasi program pemanfaatan ruang yang ditetapkan
dalam rencana tata ruang.
(3) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan
dengan memperhatikan standar pelayanan minimal dalam penyediaan
sarana dan prasarana.

Pasal 34

(1) Dalam pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya
alam lainnya.
(2) Dalam rangka pengembangan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca
penatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca
penatagunaan sumber daya alam lainnya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan
air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Paragraf 2
Pemanfaatan Ruang Wilayah

Pasal 35

(1) Dalam pemanfaatan ruang wilayah nasional, provinsi, dan
kabupaten/kota dilakukan:
a. perumusan kebijakan strategis operasionalisasi rencana tata ruang
wilayah dan rencana tata ruang kawasan strategis;
b. perumusan program sektoral dalam rangka perwujudan struktur
ruang dan pola pemanfaatan ruang wilayah dan kawasan strategis;
dan
c. pelaksanaan pembangunan sesuai program pemanfaatan ruang
wilayah dan kawasan strategis.
(2) Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan:
a. standar pelayanan minimal bidang penataan ruang; dan
b. standar kualitas lingkungan.

Bagian Ketiga
Pengendalian Pemanfaatan Ruang

Pasal 36

Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui peraturan zonasi,
perizinan, pemantauan, evaluasi, dan penertiban terhadap pemanfaatan
ruang.

Pasal 37

(1) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 disusun
sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana tata ruang untuk setiap
zona pemanfaatan ruang.
(3) Peraturan zonasi ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Pasal 38

(1) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 diberikan oleh
Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
menurut kewenangannya masing-masing sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
(2) Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten/Kota dapat dibatalkan oleh Pemerintah, Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota menurut kewenangannya masing-
masing sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Apabila izin sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) dapat dibuktikan
telah diperoleh dengan iktikad baik, terhadap kerugian yang timbul
sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat dimintakan penggantian
yang layak kepada lembaga pemberi izin.

Pasal 39

(1) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36
dilakukan dengan mengamati dan memeriksa kesesuaian pemanfaatan
ruang dengan rencana tata ruang.
(2) Dalam hal hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdapat indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang,
Bupati/Walikota mengambil langkah-langkah penyelesaiannya.
(3) Dalam hal Bupati/Walikota tidak melaksanakan tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Gubernur mengambil langkah-langkah
penyelesaiannya.
(4) Dalam hal Gubernur tidak melaksanakan tindakan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), Menteri mengambil langkah-langkah
penyelesaiannya.

Pasal 40

(1) Dalam hal indikasi pelanggaran terhadap rencana tata ruang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 dapat dibuktikan, aparat
penegak hukum melakukan penertiban.
(2) Penertiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui
tindakan nyata pengenaan sanksi administratif sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

Pasal 41

Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang dikembangkan perangkat
yang bersifat insentif dan disinsentif dengan menghormati hak penduduk
sebagai warga negara.

Pasal 42

Dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang, Pemerintah Provinsi dan
Pemerintah Kabupaten/Kota dapat membentuk lembaga yang bertugas
melaksanakan pengendalian pemanfaatan ruang.

Pasal 43

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pengendalian pemanfaatan
ruang diatur dengan peraturan Menteri.

Bagian Keempat
Penataan Ruang Kawasan Perkotaan

Paragraf 1
Umum

Pasal 44

(1) Penataan ruang kawasan perk otaan diselenggarakan pada:
a. kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari wilayah kabupaten;
atau
b. kawasan yang secara fungsional berciri perkotaan yang mencakup 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota.
(2) Kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dapat
berbentuk kawasan metropolitan.

Paragraf`2
Perencanaan Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Pasal 45
Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang merupakan bagian dari
wilayah kabupaten adalah rencana detail dari Rencana Tata Ruang Wilayah
Kabupaten.

Pasal 46

(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau
lebih wilayah kabupaten/kota merupakan alat koordinasi dalam
pelaksanaan pembangunan yang bersifat lintas wilayah.
(2) Rencana tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berisi arahan
struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang bersifat lintas wilayah
administratif.

Pasal 47

(1) Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan merupakan alat koordinasi
pelaksanaan pembangunan lintas wilayah.
(2) Rencana Tata Ruang Kawasan Metropolitan berisi:
a. struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang yang merupakan
sinkronisasi dari struktur ruang dan pola pemanfaatan ruang
wilayah administratif di dalam kawasan;
b. arahan pengelolaan kawasan metropolitan; dan
c. indikasi program pemanfaatan ruang kawasan metropolitan.

Pasal 48

Dalam perencanaan tata ruang kawasan perkotaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 44 berlaku ketentuan Pasal 29, Pasal 30, Pasal 31, dan Pasal
32.

Pasal 49

Ketentuan lebih lanjut mengenai standar luas ruang terbuka hijau dan
persyaratan minimal ruang publik baik untuk wilayah kota maupun
kawasan perkotaan diatur dengan peraturan Menteri.

Paragraf 3
Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan

Pasal 50

(1) Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari
wilayah kabupaten merupakan bagian dari pemanfaatan ruang wilayah
kabupaten.
(2) Pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan bagian dari 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui
penyusunan program pembangunan beserta pembiayaannya secara
terkoordinasi antar-wilayah kabupaten/kota terkait.

Paragraf 4
Pengendalian Pemanfaatan Ruang Kawasan Perkotaan

Pasal 51

(1) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang merupakan
bagian dari wilayah kab upaten merupakan bagian dari pengendalian
pemanfaatan ruang wilayah kabupaten.
(2) Pengendalian pemanfaatan ruang kawasan perkotaan yang mencakup 2
(dua) atau lebih wilayah kabupaten/kota dilaksanakan oleh masing-
masing kabupaten/kota.
(3) Untuk kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih wilayah
kabupaten/kota yang mempunyai lembaga pengelolaan tersendiri
pengendaliannya dapat dilaksanakan oleh lembaga dimaksud.

Paragraf 5
Kerjasama Pengelolaan Kawasan Perkotaan

Pasal 52

(1) Pengelolaan kawasan perkotaan yang mencakup 2 (dua) atau lebih
wilayah kabupaten/kota dilaksanakan melalui kerjasama antar-daerah.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan kawasan perkotaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

BAB VI
PENGAWASAN PENATAAN RUANG

Pasal 53

(1) Untuk menjamin tercapainya tujuan penataan ruang dilakukan
pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah.
(2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan wewenangnya
melaksanakan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 54

(1) Pengawasan terhadap penataan ruang pada setiap tingkat wilayah
dilakukan dengan menggunakan norma, standar, pedoman, dan manual
bidang penataan ruang.
(2) Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan pada
seluruh proses penataan ruang.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengawasan terhadap
penataan ruang diatur dengan peraturan Menteri.

BAB VII
HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 55

Dalam penataan ruang, setiap orang berhak untuk:
a. mengetahui rencana tata ruang;
b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang;
c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata
ruang;
d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap
pembangunan di wilayahnya yang tidak sesuai dengan rencana tata
ruang;
e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau
pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan
rencana tata ruang menimbulkan kerugian.

Pasal 56

Dalam pemanfaatan ruang, setiap orang berkewajiban untuk:
a. menaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
b. memanfaatkan ruang sesuai izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang
berwenang;
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin
pemanfaatan ruang;
d. memberikan akses terhadap sumber air, pesisir pantai, serta kawasan-
kawasan yang dinyatakan oleh peraturan perundang-undangan sebagai
milik umum.

Pasal 57

(1) Penyelenggaraan penataan ruang dilakukan oleh pemerintah dengan
melibatkan peran masyarakat.
(2) Bentuk dan tata cara peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang
dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui konsultasi publik.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan bentuk peran masyarakat
dalam penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 58

(1) Masyarakat yang dirugikan akibat penyelenggaraan penataan ruang
dapat mengajukan gugatan melalui pengadilan.
(2) Dalam hal masyarakat mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud ayat
(1) tergugat dapat membuktikan bahwa tidak terjadi penyimpangan
dalam penyelenggaraan penataan ruang.

BAB VIII
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 59

(1) Penyelesaian sengketa penataan ruang pada tahap pertama diupayakan
berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak diperoleh kesepakatan, para pihak dapat menempuh upaya
penyelesaian sengketa di luar pengadilan atau melalui pengadilan.
(3) Upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan dengan arbitrase atau alternatif penyelesaian
sengketa sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB IX
SANKSI ADMINISTRATIF

Pasal 60

Setiap orang yang melanggar ketentuan Pasal 56, dikenai sanksi
administratif.

Pasal 61

(1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 dapat
berupa:
a. peringatan tertulis;
b. penghentian kegiatan sementara;
c. penghentian sementara pelayanan umum;
d. penutupan lokasi;
e. pencabutan izin;
f. penolakan atau pembatalan izin;
g. pembongkaran bangunan; dan/atau
h. pemulihan fungsi ruang.
(2) Selain pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), dapat dikenai denda yang nilainya ditentukan berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai kriteria dan tata cara pengenaan sanksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan
Peraturan Pemerintah.

BAB X
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 62

(1) Bagi pemanfataan ruang yang sah menurut rencana tata ruang
sebelumnya, diberikan masa transisi selama 2 (dua) tahun untuk
penyesuaian.
(2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang
yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan
rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang.
(3) Untuk pemanfaatan ruang yang izinnya diterbitkan sebelum penetapan
rencana tata ruang dan dapat dibuk tikan bahwa izin tersebut diperoleh
dengan itikad baik, maka kepada pemegang izin diberikan penggantian
yang layak.

BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 63

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-
undangan yang berkaitan dengan penataan ruang yang telah ada tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti berdasarkan
Undang-Undang ini.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 64

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, maka Undang-Undang Nomor
24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3501) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 65
Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.

Disahkan di Jakarta
Pada tanggal .............................

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
Pada tanggal ...............................

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
HAMID AWALUDDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN ............NOMOR ..........
-----------------------------------------------------------------
# Djuni Pristiyanto
# Email: belink2006@yahoo.com.sg
# Site Peduli Banjir Jabodetabek (Pengelola): http://jakartabanjir.wordpress.com
# Milis Lingkungan Indonesia (Moderator): http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/
-----------------------------------------------------------------

0 Comments:

Post a Comment

<< Home