Thursday, March 22, 2007

RUU Penanaman Modal draft 15 maret 2007

From: umi lasminah <umilasminah@yahoo.com>
-----------------------------------------------------------------------
draft Hasil RAKER RUU PM TGL. 15-3-2007


RANCANGAN
UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ... TAHUN 2007
TENTANG
PENANAMAN MODAL


DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 perlu dilaksanakan pembangunan ekonomi nasional yang
berkelanjutan dengan berlandaskan demokrasi ekonomi untuk mencapai
tujuan bernegara;
b. bahwa sesuai dengan amanat yang tercantum dalam Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam rangka Demokrasi
Ekonomi, kebijakan penanaman modal selayaknya selalu mendasari
ekonomi kerakyatan yang melibatkan pengembangan bagi usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi;
c. bahwa untuk mempercepat pembangunan ekonomi nasional dan
mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi Indonesia diperlukan
peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi
kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari
dalam negeri maupun dari luar negeri;
d. bahwa dalam menghadapi perubahan perekonomian global dan
keikutsertaan Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional perlu
diciptakan iklim penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan
kepastian hukum, keadilan, dan efisien dengan tetap memperhatikan
kepentingan ekonomi nasional;
e. bahwa Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal
Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6
Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan
dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri perlu diganti karena tidak sesuai lagi dengan
kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan pembangunan
hukum nasional, khususnya di bidang penanaman modal;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e perlu membentuk Undang-Undang
tentang Penanaman Modal.


Mengingat : Pasal 4 ayat (1), Pasal 5 ayat (1), Pasal 18 ayat (1), (2), dan (5), Pasal 20, serta
Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN :


Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENANAMAN MODAL


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam
modal dalam negeri maupun penanam modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia.
2. Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan
usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam
negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.
3. Penanaman modal asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di
wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik
yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam
modal dalam negeri.
4. Penanam modal adalah perseorangan atau badan usaha yang melakukan penanaman
modal yang dapat berupa penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing
5. Penanam modal dalam negeri adalah perseorangan warga negara Indonesia, badan usaha
Indonesia, negara Republik Indonesia, atau daerah yang melakukan penanaman modal di
wilayah negara Republik Indonesia.
6. Penanam modal asing adalah perseorangan warga negara asing, badan usaha asing,
dan/atau pemerintah asing yang melakukan penanaman modal di wilayah negara
Republik Indonesia.
7. Modal adalah aset dalam bentuk uang atau bentuk lain yang bukan uang yang dimiliki
oleh penanam modal yang mempunyai nilai ekonomis.
8. Modal asing adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara
asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang
sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing.
9. Modal dalam negeri adalah modal yang dimiliki oleh negara Republik Indonesia,
perseorangan warga negara Indonesia, atau badan usaha yang berbentuk badan hukum
atau tidak berbadan hukum.
10. Pelayanan terpadu satu pintu adalah kegiatan penyelenggaraan suatu perizinan dan
nonperizinan yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga
atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan nonperizinan yang proses
pengelolaannya dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap terbitnya dokumen
yang dilakukan dalam satu tempat.
11. Otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
12. Pemerintah pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia
yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
13. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Pasal 2

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi penanaman modal di semua sektor di
wilayah negara Republik Indonesia.


BAB II
ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

(1) Penanaman modal diselenggarakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. keterbukaan;
c. akuntabilitas;
d. perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara;
e. kebersamaan;
f. efisiensi berkeadilan;
g. berkelanjutan;
h. berwawasan lingkungan;
i. kemandirian;dan
j. keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
(2) Tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:
a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. menciptakan lapangan kerja;
c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
f. mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g. mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan
dana yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan
h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


BAB III
KEBIJAKAN DASAR PENANAMAN MODAL

Pasal 4

(1) Pemerintah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:
a. mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal
untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan
b. mempercepat peningkatan penanaman modal.
(2) Dalam menetapkan kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah:
a. memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam
modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;
b. menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi
penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya
kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
c. membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan kepada
usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
(3) Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diwujudkan dalam
bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.


BAB IV
BENTUK BADAN USAHA DAN KEDUDUKAN

Pasal 5

(1) Penanaman modal dalam negeri dapat dilakukan dalam bentuk badan usaha yang
berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum atau usaha perseorangan, sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penanaman modal asing wajib dalam bentuk perseroan terbatas berdasarkan hukum
Indonesia dan berkedudukan di dalam wilayah negara Republik Indonesia, kecuali
ditentukan lain oleh undang-undang.
(3) Penanam modal dalam negeri dan asing yang melakukan penanaman modal dalam
bentuk perseoran terbatas dilakukan dengan:
a. mengambil bagian saham pada saat pendirian perseroan terbatas;
b. membeli saham; dan
c. melakukan cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB V
PERLAKUAN TERHADAP PENANAMAN MODAL

Pasal 6

(1) Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang
berasal dari negara mana pun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Perlakuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi penanam modal dari
suatu negara yang memperoleh hak istimewa berdasarkan perjanjian dengan Indonesia.

Pasal 7

(1) Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak
kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang.
(2) Dalam hal Pemerintah melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambilalihan hak
kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah akan memberikan
kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar.
(3) Jika di antara kedua belah pihak tidak tercapai kesepakatan tentang kompensasi atau
ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), penyelesaiannya dilakukan melalui
jalur arbitrase.
Pasal 8

(1) Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang
diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(2) Aset yang tidak termasuk aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan aset
yang ditetapkan oleh undang-undang sebagai aset yang dikuasai oleh negara.
(3) Penanam modal diberikan hak untuk melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta
asing, antara lain terhadap:
a. modal;
b. keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain;
c. dana yang diperlukan untuk:
1. pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi, atau barang jadi;
atau
2. penggantian barang modal dalam rangka melindungi kelangsungan hidup
penanaman modal;
d. tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal;
e. dana untuk pembayaran kembali pinjaman;
f. royalti atau biaya yang harus dibayar;
g. pendapatan dari perseorangan warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan
penanaman modal;
h. hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;
i. kompensasi atas kerugian;
j. kompensasi atas pengambilalihan;
k. pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayar
untuk jasa teknik dan manajemen, pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak
proyek, dan pembayaran hak atas kekayaan intelektual; dan
l. hasil penjualan aset sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Hak untuk melakukan transfer dan repatriasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi:
a. kewenangan Pemerintah untuk memberlakukan ketentuan peraturan perundang-
undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana;
b. hak Pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalti dan/atau pendapatan
Pemerintah lainnya dari penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
c. pelaksanaan hukum yang melindungi hak kreditor; dan
d. pelaksanaan hukum untuk menghindari kerugian negara.

Pasal 9

(1) Dalam hal adanya tanggung jawab hukum yang belum diselesaikan oleh penanam
modal:
a. penyidik atau Menteri Keuangan dapat meminta bank atau lembaga lain untuk
menunda hak melakukan transfer dan/atau repatriasi; dan
b. pengadilan berwenang menetapkan penundaan hak untuk melakukan transfer
dan/atau repatriasi berdasarkan gugatan.

(2) Bank atau lembaga lain melaksanakan penetapan penundaan berdasarkan penetapan
pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hingga selesainya seluruh
tanggung jawab penanam modal.


BAB VI
KETENAGAKERJAAN

Pasal 10

(1) Perusahaan penanaman modal dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja harus
mengutamakan tenaga kerja warga negara Indonesia.
(2) Perusahaan penanaman modal berhak menggunakan tenaga ahli warga negara asing
untuk jabatan dan keahlian tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Perusahaan penanaman modal wajib meningkatkan kompetensi tenaga kerja warga
negara Indonesia melalui pelatihan kerja sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang mempekerjakan tenaga kerja asing diwajibkan
menyelenggarakan pelatihan dan melakukan alih teknologi kepada tenaga kerja warga
negara Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 11

(1) Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib diupayakan untuk diselesaikan
secara musyawarah antara perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja.
(2) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencapai hasil,
penyelesaiannya dilakukan melalui upaya mekanisme tripartit.
(3) Jika penyelesaian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak mencapai hasil,
perusahaan penanaman modal dan tenaga kerja menyelesaikan perselisihan hubungan
industrial melalui pengadilan hubungan industrial.


BAB VII
BIDANG USAHA

Pasal 12

(1) Semua bidang usaha atau jenis usaha terbuka bagi kegiatan penanaman modal,
kecuali bidang usaha atau jenis usaha yang dinyatakan tertutup dan terbuka dengan
persyaratan.
(2) Bidang usaha yang tertutup bagi penanam modal asing adalah:
a. produksi senjata, mesiu, alat peledak, dan peralatan perang; dan
b. bidang usaha yang secara eksplisit dinyatakan tertutup berdasarkan undang-
undang.
(3) Pemerintah berdasarkan Peraturan Presiden menetapkan bidang usaha yang tertutup
untuk penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri, dengan berdasarkan kriteria
kesehatan, moral, kebudayaan, lingkungan hidup, pertahanan dan keamanan nasional,
serta kepentingan nasional lainnya.
(4) Kriteria dan persyaratan bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan
serta daftar bidang usaha yang tertutup dan terbuka dengan persyaratan masing-masing
akan diatur dengan Peraturan Presiden.
(5) Pemerintah menetapkan bidang usaha yang terbuka dengan persyaratan berdasarkan
kriteria kepentingan nasional, yaitu perlindungan sumber daya alam, perlindungan,
pengembangan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi, pengawasan produksi dan
distribusi, peningkatan kapasitas teknologi, partisipasi modal dalam negeri, serta kerja
sama dengan badan usaha yang ditunjuk Pemerintah.


BAB VIII
PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL BAGI
USAHA MIKRO, KECIL, MENENGAH, DAN KOPERASI

Pasal 13

(1) Pemerintah wajib menetapkan bidang usaha yang dicadangkan untuk usaha mikro,
kecil, menengah, dan koperasi serta bidang usaha yang terbuka untuk usaha besar
dengan syarat harus bekerja sama dengan usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.
(2) Pemerintah melakukan pembinaan dan pengembangan usaha mikro, kecil,
menengah, dan koperasi melalui program kemitraan, peningkatan daya saing,
pemberian dorongan inovasi dan perluasan pasar, serta penyebaran informasi yang
seluas-luasnya.


BAB IX
HAK, KEWAJIBAN, DAN TANGGUNG JAWAB PENANAM MODAL

Pasal 14

Setiap penanam modal berhak mendapat:
a. kepastian hak, hukum, dan perlindungan;
b. informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya;
c. hak pelayanan; dan
d. berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.

Pasal 15

Setiap penanam modal berkewajiban:
a. menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;
b. melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan;
c. membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada
Badan Koordinasi Penanaman Modal;
d. menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;
dan
e. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 16

Setiap penanam modal bertanggung jawab:
a. menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam modal
menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan usahanya secara sepihak
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
c. menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli, dan hal
lain yang merugikan negara;
d. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
e. menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja; dan
f. mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 17

Penanam modal yang mengusahakan sumber daya alam yang tidak terbarukan wajib
mengalokasikan dana secara bertahap untuk pemulihan lokasi yang memenuhi standar
kelayakan lingkungan hidup, yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.


BAB X
FASILITAS PENANAMAN MODAL

Pasal 18

(1) Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanam modal yang melakukan penanaman
modal.
(2) Fasilitas penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan
kepada penanaman modal yang :
a. melakukan peluasan usaha; atau
b. melakukan penanaman modal baru.

(3) Penanaman modal yang mendapat fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah
yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu kriteria:
a. menyerap banyak tenaga kerja;
b. termasuk skala prioritas tinggi;
c. termasuk pembangunan infrastruktur;
d. melakukan alih teknologi;
e. melakukan industri pionir;
f. berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau daerah lain
yang dianggap perlu;
g. menjaga kelestarian lingkungan hidup;
h. melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan, dan inovasi;
i. bermitra dengan usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi; atau
j. industri yang menggunakan barang modal atau mesin atau peralatan yang
diproduksi di dalam negeri.

(4) Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dan ayat (3) dapat berupa:
a. pajak penghasilan melalui pengurangan penghasilan neto sampai tingkat tertentu
terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan dalam waktu tertentu;
b. pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal, mesin, atau
peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di dalam negeri;
c. pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan penolong untuk
keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan persyaratan tertentu;
d. pembebasan atau penangguhan Pajak Pertambahan Nilai atas impor barang modal
atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat diproduksi di
dalam negeri selama jangka waktu tertentu;
e. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; dan
f. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan, khususnya untuk bidang usaha tertentu,
pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.

(5) Pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan dalam jumlah dan waktu
tertentu hanya dapat diberikan kepada penanaman modal baru yang merupakan industri
pionir, yaitu industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan
eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis
bagi perekonomian nasional.
(6) Bagi penanaman modal yang sedang berlangsung yang melakukan penggantian mesin
atau barang modal lainnya dapat diberikan fasilitas berupa keringanan atau pembebasan
bea masuk.
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian fasilitas fiskal sebagaimana dimaksud
pada ayat (4) sampai dengan ayat (6) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Pasal 19
Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) dan ayat (5) diberikan berdasarkan
kebijakan industri nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 20
Fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 tidak berlaku bagi penanaman modal asing
yang tidak berbentuk perseroan terbatas.
Pasal 21
Selain fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan
pelayanan dan/atau perizinan kepada perusahaan penanaman modal untuk memperoleh:
a. hak atas tanah;
b. fasilitas pelayanan keimigrasian; dan
c. fasilitas perizinan impor.

Pasal 22

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 21 huruf a dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus dan dapat
diperbarui kembali atas permohonan penanam modal, berupa:
a. Hak Guna Usaha dapat diberikan dengan jumlah 95 (sembilan puluh lima) tahun
dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 60 (enam
puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 35 (tiga puluh lima) tahun;
b. Hak Guna Bangunan dapat diberikan dengan jumlah 80 (delapan puluh) tahun
dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 50 (lima
puluh) tahun dan dapat diperbarui selama 30 (tiga puluh) tahun; dan
c. Hak Pakai dapat diberikan dengan jumlah 70 (tujuh puluh) tahun dengan cara dapat
diberikan dan diperpanjang di muka sekaligus selama 45 (empat puluh lima) tahun
dan dapat diperbarui selama 25 (dua puluh lima) tahun.

(2) Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan dan diperpanjang
di muka sekaligus untuk kegiatan penanaman modal, antara lain:
a. penanaman modal yang dilakukan dalam jangka panjang dan terkait dengan
perubahan struktur perekenomian Indonesia yang lebih berdaya saing;
b. penanaman modal dengan tingkat risiko penanaman modal yang memerlukan
pengembalian modal dalam jangka panjang sesuai dengan jenis kegiatan
penanaman modal yang dilakukan;
c. penanaman modal yang tidak memerlukan area yang luas;
d. penanaman modal dengan menggunakan hak atas tanah negara; dan
e. penanaman modal yang tidak mengganggu rasa keadilan masyarakat dan tidak
merugikan kepentingan umum.

Penjelasan :
yang dimaksud "antara lain" adalah persyaratan yang mencakup tetapi tidak
terbatas pada huruf a sampai dengan huruf e sebagai satu kesatuan persyaratan
(Diskors tgl. 15-3-2007, pukul 20.30 WIB )

(3) Hak atas tanah dapat diperbarui setelah dilakukan evaluasi bahwa tanahnya masih
digunakan dan diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat, dan tujuan
pemberian hak.
(4) Pemberian dan perpanjangan hak atas tanah yang diberikan sekaligus di muka dan yang
dapat diperbarui sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dihentikan
atau dibatalkan oleh Pemerintah jika perusahaan penanaman modal menelantarkan
tanah, merugikan kepentingan umum, menggunakan atau memanfaatkan tanah tidak
sesuai dengan maksud dan tujuan pemberian hak atas tanahnya, serta melanggar
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan.
Pasal 23

(1) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf b dapat diberikan untuk:
a. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing dalam merealisasikan
penanaman modal;
b. penanaman modal yang membutuhkan tenaga kerja asing yang bersifat sementara
dalam rangka perbaikan mesin, alat bantu produksi lainnya, dan pelayanan
purnajual; dan
c. calon penanam modal yang akan melakukan penjajakan penanaman modal.

(2) Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas keimigrasian yang diberikan
kepada penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b
diberikan setelah penanam modal mendapat rekomendasi dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal.
(3) Untuk penanam modal asing diberikan fasilitas, yaitu:
a. pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing selama 2 (dua) tahun;
b. pemberian alih status izin tinggal terbatas bagi penanam modal menjadi izin tinggal
tetap dapat dilakukan setelah tinggal di Indonesia selama 2 (dua) tahun berturut-
turut;
c. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin
tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 1 (satu) tahun diberikan untuk jangka
waktu paling lama 12 (dua belas) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas
diberikan;
d. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin
tinggal terbatas dan dengan masa berlaku 2 (dua) tahun diberikan untuk jangka
waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan terhitung sejak izin tinggal terbatas
diberikan; dan
e. pemberian izin masuk kembali untuk beberapa kali perjalanan bagi pemegang izin
tinggal tetap diberikan untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan
terhitung sejak izin tinggal tetap diberikan.

(4) Pemberian izin tinggal terbatas bagi penanam modal asing sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a dan huruf b dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi atas dasar
rekomendasi dari Badan Koordinasi Penanaman Modal.

Pasal 24

Kemudahan pelayanan dan/atau perizinan atas fasilitas perizinan impor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dapat diberikan untuk impor:
a. barang yang selama tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang mengatur perdagangan barang;
b. barang yang tidak memberikan dampak negatif terhadap keselamatan, keamanan,
kesehatan, lingkungan hidup, dan moral bangsa;
c. barang dalam rangka relokasi pabrik dari luar negeri ke Indonesia; dan
d. barang modal atau bahan baku untuk kebutuhan produksi sendiri.


BAB XI
PENGESAHAN DAN PERIZINAN PERUSAHAAN

Pasal 25

(1) Penanam modal yang melakukan penanaman modal di Indonesia harus sesuai dengan
kententuan Pasal 5 Undang-Undang ini.
(2) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal dalam negeri yang berbentuk
badan hukum atau tidak berbadan hukum dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(3) Pengesahan pendirian badan usaha penanaman modal asing yang berbentuk perseroan
terbatas dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Perusahaan penanaman modal yang akan melakukan kegiatan usaha wajib memperoleh
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dari instansi yang
memiliki kewenangan, kecuali ditentukan lain dalam undang-undang.
(5) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperoleh melalui pelayanan terpadu satu
pintu.
Pasal 26

(1) Pelayanan terpadu satu pintu bertujuan membantu penanam modal dalam memperoleh
kemudahan pelayanan, fasilitas fiskal, dan informasi mengenai penanaman modal.
(2) Pelayanan terpadu satu pintu dilakukan oleh lembaga atau instansi yang
berwenang di bidang penanaman modal yang mendapat pendelegasian atau pelimpahan
wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan perizinan dan
nonperizinan di tingkat pusat atau lembaga atau instansi yang berwenang mengeluarkan
perizinan dan nonperizinan di provinsi atau kabupaten/kota.
(3) Ketentuan mengenai tata cara dan pelaksanaan pelayanan terpadu satu pintu
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Presiden.


BAB XII
KOORDINASI DAN PELAKSANAAN KEBIJAKAN
PENANAMAN MODAL
Pasal 27
(1) Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi
Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi Pemerintah
dengan pemerintah daerah, maupun antarpemerintah daerah.
(2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal.
(3) Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
(Disetujui Raker tgl. 15-03-2007).
(4) Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.

Pasal 28

(1) Dalam rangka koordinasi pelaksanaan kebijakan dan pelayanan penanaman modal,
Badan Koordinasi Penanaman Modal mempunyai tugas dan fungsi sebagai berikut :
a. melaksanakan tugas dan koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidang penanaman
modal;
b. mengkaji dan mengusulkan kebijakan pelayanan penanaman modal;
c. menetapkan norma, standar, dan prosedur pelaksanaan kegiatan dan pelayanan
penanaman modal;
d. mengembangkan peluang dan potensi penanaman modal di daerah dengan
memberdayakan badan usaha;
e. membuat peta penanaman modal Indonesia;
f. mempromosikan penanaman modal;
g. mengembangkan sektor usaha penanaman modal melalui pembinaan penanaman
modal, antara lain meningkatkan kemitraan, meningkatkan daya saing,
menciptakan persaingan usaha yang sehat, dan menyebarkan informasi yang
seluas-luasnya dalam lingkup penyelenggaraan penanaman modal;
h. membantu penyelesaian berbagai hambatan dan konsultasi permasalahan yang
dihadapi penanam modal dalam menjalankan kegiatan penanaman modal;
i. mengoordinasi penanam modal dalam negeri yang menjalankan kegiatan
penanaman modalnya di luar wilayah Indonesia; dan
j. mengoordinasi dan melaksanakan pelayanan terpadu satu pintu.
(2) Selain tugas koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), Badan
Koordinasi Penanaman Modal bertugas melaksanakan pelayanan penanaman modal
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 29

Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya serta pelayanan terpadu satu pintu, Badan
Koordinasi Penanaman Modal harus melibatkan perwakilan secara langsung dari setiap
sektor dan daerah terkait dengan pejabat yang mempunyai kompetensi dan kewenangan.


BAB XIII
PENYELENGGARAAN URUSAN PENANAMAN MODAL

Pasal 30
(1) Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menjamin kepastian dan keamanan berusaha
bagi pelaksanaan penanaman modal.
(2) Pemerintah daerah menyelenggarakan urusan penanaman modal yang menjadi
kewenangannya, kecuali urusan penyelenggaraan penanaman modal yang menjadi
urusan Pemerintah.
(3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang
merupakan urusan wajib pemerintah daerah didasarkan pada kriteria eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi pelaksanaan kegiatan penanaman modal.
(4) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas provinsi menjadi
urusan Pemerintah.
(5) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya lintas kabupaten/kota
menjadi urusan pemerintah provinsi.
(6) Penyelenggaraan penanaman modal yang ruang lingkupnya berada dalam satu
kabupaten/kota menjadi urusan pemerintah kabupaten/kota.
(7) Urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan
Pemerintah adalah :
a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan
tingkat risiko kerusakan lingkungan yang tinggi;
b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala
nasional;
c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung
antarwilayah atau ruang lingkupnya lintas provinsi;
d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan
keamanan nasional;
e. penanaman modal asing dan penanam modal yang menggunakan modal asing,
yang berasal dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat
oleh Pemerintah dan pemerintah negara lain; dan
f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut
undang-undang.

(8) Dalam urusan pemerintahan di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan
Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pemerintah menyelenggarakannya
sendiri, melimpahkannya kepada gubernur selaku wakil Pemerintah, atau menugasi
pemerintah kabupaten/kota.
(9) Ketentuan mengenai pembagian urusan pemerintahan di bidang penanaman modal
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB XIV
KAWASAN EKONOMI KHUSUS

Pasal 31

(1) Untuk mempercepat pengembangan ekonomi di wilayah tertentu yang bersifat strategis
bagi pengembangan ekonomi nasional dan untuk menjaga keseimbangan kemajuan
suatu daerah, dapat ditetapkan dan dikembangkan kawasan ekonomi khusus.
(2) Pemerintah berwenang menetapkan kebijakan penanaman modal tersendiri di kawasan
ekonomi khusus.
(3) Ketentuan mengenai kawasan ekonomi khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dengan undang-undang.


BAB XV
PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 32

(1) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan
penanam modal, para pihak terlebih dahulu menyelesaikan sengketa tersebut melalui
musyawarah dan mufakat.
(2) Dalam hal penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak tercapai,
penyelesaian sengketa tersebut dapat dilakukan melalui arbitrase atau alternatif
penyelesaian sengketa atau pengadilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
(3) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan
penanam modal dalam negeri, para pihak dapat menyelesaikan sengketa tersebut
melalui arbitrase berdasarkan kesepakatan para pihak, dan jika penyelesaian sengketa
melalui arbitrase tidak disepakati, penyelesaian sengketa tersebut akan dilakukan di
pengadilan.
(4) Dalam hal terjadi sengketa di bidang penanaman modal antara Pemerintah dengan
penanam modal asing, para pihak akan menyelesaikan sengketa tersebut melalui
arbitrase internasional yang harus disepakati oleh para pihak.


BAB XVI
SANKSI

Pasal 33

(1) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan
penanaman modal dalam bentuk perseoran terbatas dilarang membuat perjanjian
dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan saham dalam perseroan
terbatas untuk dan atas nama orang lain.
(2) Dalam hal penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing membuat
perjanjian dan/atau pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perjanjian
dan/atau pernyataan itu dinyatakan batal demi hukum.
(3) Dalam hal penanam modal yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan perjanjian
atau kontrak kerja sama dengan Pemerintah melakukan kejahatan korporasi berupa
tindak pidana perpajakan, penggelembungan biaya pemulihan, dan bentuk
penggelembungan biaya lainnya untuk memperkecil keuntungan yang mengakibatkan
kerugian negara berdasarkan temuan atau pemeriksaan oleh pihak pejabat yang
berwenang dan telah mendapat putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap,
Pemerintah mengakhiri perjanjian atau kontrak kerja sama dengan penanam modal
yang bersangkutan.
Pasal 34

(1) Badan usaha atau usaha perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 yang tidak
memenuhi kewajiban sebagaimana ditentukan dalam Pasal 15 dapat dikenai sanksi
administratif berupa:
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan usaha;
c. pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d. pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh instansi atau
lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Selain dikenai sanksi administratif, badan usaha atau usaha perseorangan dapat dikenai
sanksi lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


BAB XVII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 35

Perjanjian internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral, dalam bidang
penanaman modal yang telah disetujui oleh Pemerintah Indonesia sebelum Undang-Undang
ini berlaku, tetap berlaku sampai dengan berakhirnya perjanjian tersebut.

Pasal 36

Rancangan perjanjian internasional, baik bilateral, regional, maupun multilateral, dalam
bidang penanaman modal yang belum disetujui oleh Pemerintah Indonesia pada saat Undang-
Undang ini berlaku wajib disesuaikan dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Pasal 37

(1) Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua ketentuan peraturan perundang-undangan
yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968
tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap berlaku
sepanjang tidak bertentangan dan belum diatur dengan peraturan pelaksanaan yang baru
berdasarkan Undang-Undang ini.
(2) Persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan yang telah diberikan oleh Pemerintah
berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal Asing dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanamana Modal
Dalam Negeri sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970
tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam Negeri dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya
persetujuan penanaman modal dan izin pelaksanaan tersebut.
(3) Permohonan penanaman modal dan permohonan lainnya yang berkaitan dengan
penanaman modal yang telah disampaikan kepada instansi yang berwenang dan pada
tanggal disahkannya Undang-Undang ini belum memperoleh persetujuan Pemerintah
wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
(4) Perusahaan penanaman modal yang telah diberi izin usaha oleh Pemerintah berdasarkan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing sebagaimana
telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1970 tentang Perubahan dan
Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang
Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman
Modal Dalam Negeri dan, apabila izin usaha tetapnya telah berakhir, dapat diperpanjang
berdasarkan Undang-Undang ini.


BAB XVIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 38

Dengan berlakunya Undang-Undang ini:
a. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2818) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2943); dan

b. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 33, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 2853) sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1970 tentang Perubahan dan Tambahan Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 2944),
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 39
Semua Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan secara langsung
dengan penanaman modal wajib mendasarkan dan menyesuaikan pengaturannya
pada Undang-Undang ini.

Pasal 40

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini
dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.


Disahkan di Jakarta
pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,


HAMID AWALUDIN


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN...... NOMOR………….


-----------------------------------------------------------------
# Djuni Pristiyanto
# Email: belink2006@yahoo.com.sg
# Site Peduli Banjir Jabodetabek (Pengelola): http://jakartabanjir.wordpress.com
# Milis Lingkungan Indonesia (Moderator): http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/
-----------------------------------------------------------------

0 Comments:

Post a Comment

<< Home