Thursday, March 01, 2007

Hasil Rumusan Panja DPR RI-Pemerintah 22 Februari 2007

From: hening purwati <hening_parlan@yahoo.com>
--------------------------------------------------

Sahabat yang kami sayangi,

Terlampir adalah draft paling akhir yang saya dapatkan hari ini.

Sungguh luar biasa - karena begitu cepat RUU PB ini melaju. Bila tahun lalu dalam satu tahun tak lebih dari 100 DIM dibahas, saat ini kondisinya jauh berbeda. Mereka (DPR, Staff Ahli dan beberapa departemen yang ditunjuk) melaju terus, dan hingga hari ini telah sampai pada pasal 79 atau dalam DIM ada dalam 482 (sehingga total sudah selesai dibahas).

Jelas hal ini membuat kita dag dig dug, dimana satu sisi kita bangga mereka cepat sekali disisi lain saya khawatir bila ternyata kualitas RUU ini tidak seperti yang kita harapkan sehingga akan mudah dipatahkan dalam MK.

Oleh karena itu kami mengundang kami mengundang kawan-kawan untuk membahas subtansi RUU PB pada hari Selasa, 27 February 2007 di Sekretariat MPBI.

Kami mengharapkan kedatangan kawan-kawan dengan membawa input organisasi sehingga penting seblumnya membaca draft NA, dan the last update yang pernah kami kirimkan.

Untuk konfirmasi bisa menghubungi sekretariat koalisi RUU PB di MPBI or Isna pada 0813 10550451.

Atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terimakasih.

Hening Parlan
MPBI Program Manager
Jl. Kebon Sirih No.5G
Jakarta 10340-Indonesia
Tel: +62-21-3147321
Fax: +62-21-3103535
Hotline: +62-93220102
Mobile: +62-81310360759
email: hening@mpbi.org
hening_parlan@yahoo.com
Website:http://www.mpbi.org

==============================================

Briefing Paper
RUU Penanganan Bencana

Materi RUU Penanganan Bencana

Apa Rancangan Undang-undang Penanggulangan Bencana ?
? Merupakan rancangan undang-undang penanganan bencana yang berisi tentang berbagai aturan
penanganan bencana.

Penanganan Bencana atau Penanggulangan Bencana ?
? Yang tertuang dalam RUU PB sampai hari ini masih menggunakan Penanggulangan – dimana
para nggota DPR mengartikan penanggulangan sebagai proses yang tidak terpisahkan baik
sebelum, pada saat bencana dan setalah terjadinya bencana. Hal ini berbeda dengan definisi pada
umumnya dimana penanggulangan bencana adalah sebuah arti dari kegiatan setelah terjadinya
bencana.
? Sesungguhnya telah terjadi pemutakhiran atas definisi bencana, dimana bencana tidak dipandang
dari sebabnya namun dilihat dari dampaknya. Dengan definisi ini maka kata yang tepat adalah
penanangan bencana bukan lagi penanggulangan bencana.

Apa tujuan UU PB :
? Memberikan dasar formal untuk tindakan penanganan bencana. Undang-undang memberikan
dukungan resmi untuk rencana-renacana, penataan-penataan kelembagaan, tindakan-tindakan
kesiapan, tindakan tanggap darurat, dsb.;
? Membagi tanggung jawab secara hukum; dan ini membantu memastikan bahwa tanggung jawab
tersebut akan dilaksanakan secara benar.
? Menimbulkan efek nasional, sehingga memastikan bahwa semua tataran struktur penanganan
bencana mendapatkan manfaat dari dukungan yang disediakan;
? Menyediakan keruntutan berpikir terhadap hal-hal yang diperlukan untuk penanganan bencana;
dan
? Memberikan suatu perlindungan yang luas kepada pemerintah yang biasanya memikul dengan
tanggungjawab untuk sejauh mungkin melindungi negara dan warganegaranya dari akibat bencana
dan kepada organisasi-organisasi dan orang-perorangan yang mungkin terkena berbagai dampak
bencana

Mengapa bangsa Indonesia perlu UU penanganan bencana ?
? Terletak diantara tiga lempeng yaitu lempeng Eurasia, Lempeng Indo Australia dan lempeng
Pasifik (triple juntion plate covergence) sehingga kaya sumber daya mineral tetapi hal ini
menyebabkan dinamika geologis, tsunami, letusan gunung api dan tanah longsor/gerakan tanah
yang membahayakan.
? Indonesia merupakan daerah yang secara tektonik sangat labil dan termasuk salah satu pinggiran
benua yang sangat aktif di muka bumi. Akibatnya, Indonesia merupakan salah satu negara yang
memiliki tingkat kegempaan yang tinggi di dunia, lebih dari 10 kali lipat tingkat kegempaan di
Amerika Serikat (Arnold 1986). Gempa-gempa tersebut sebagian berpusat di dasar Samudra
Hindia, dan beberapa dapat memicu terjadinya gelombang laut yang besar yang disebut tsunami.
? Adanya sebaran pemukiman penduduk Indonesia yang masih bersifat horisontal yang
bersinggungan langsung dengan wilayah rentan sehingga terjadi dinamika geologi destruktif.
Dengan kata lain masyarakat hidup bersama berbagai bencana seperti tsunami, letusan gunung
api, tanah longsor dan lainnya.
? Iklim panas dan penghujan makin lama tidak konsisten karena adanya perubahan suhu udara, gas
rumah kaca, kebakaran hutan, polusi udara dan lainnya. Hal ini berdampak pada iklim panas dan
penghujan yang sangat ekstrem.
? Kondisi tanah mayoritas labil karena hilangnya unsur hara arena pengundulan hutan atau
pengalihan lahan telah menyebabkan banjir dan longsor.
? Pola pembangunan ekonomi yang bertumpu pada pengurasan sumberdaya alam dan
mengabaikan faktor kelestarian eksosistem mengakibatkan perubahan bentang alam dan
kerusakan ekosistem.

Apa konsep dasar dasar bencana ?
? Kehidupan manusia selalu berdampingan dengan ancaman
? Banjir, gempa, atau tsunami sekalipun adalah sekedar gejala ancaman yang belum tentu
mengakibatkan kerugian
? Gejala alam baru menjadi bencana kalau menimbulkan kerugian
? Masing-masing masyarakat mempunyai tingkat kerentanan yang berbeda-beda terhadap suatu
ancaman sesuai dengan tingkat paparan terhadap ancaman dan karakteristik internal masyarakat
itu sendiri
? Tingkat kerentanan akan menurun kalau kemampuan masyarakat meningkat
? Risiko bencana adalah gabungan antara ancaman, kerentanan dan kemampuan

Apa Definisi Penanganan Bencana ?
? suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat sehingga menyebabkan
kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan
yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk mengatasi dengan menggunakan
sumberdaya mereka sendiri (A serious disruption of the functioning of a community or a society
causing widespread human, material, economic or environmental losses which exceed the ability of
the affected community or society to cope using its own resources).(International Strategy for
Disaster Reduction (ISDR), 31 Maret 2004

Bagaimana menanggulangainya ?
? Strategi yang pertama adalah dengan mencegah kejadiannya yaitu dengan samasekali
menghilangkan atau secara signifikan mengurangi kemungkinan dan peluang terjadinya fenomena
yang berpotensi merugikan tersebut.
? Kalau ini tidak dapat dicapai, maka strategi kedua adalah dengan melakukan berbagai cara untuk
mengurangi besarnya dan keganasan kejadian tersebut dengan merubah karakteristik
ancamannya, meramalkan atau mendeteksi potensi kejadian, atau mengubahsuai unsur-unsur
struktural dan non-struktural dari masyarakat.
? Kalau keniscayaan kejadian memang tidak dapat dihindarkan atau dikurangi, maka strategi ketiga
adalah dengan mempersiapkan pemerintah dan masyarakat untuk menghindari atau merespon
kejadian tersebut secara efektif sehingga kerugian dapat dikurangi.
? Strategi yang terakhir adalah dengan secepatnya memulihkan masyarakat korban bencana dan
membangun kembali sembari menguatkan mereka untuk menghadapi kemungkinan bencana
masa depan. Jadi strategi penanganan bencana jelas-jelas bukan dan tidak terbatas pada respon
kedaruratan saja.

Beberapa persoalan penanganan bencana yang harus dibenahi :
1. Aspek Kebijakan
Prasyarat bagi efektifnya penanganan bencana adalah adanya arah dan komitmen politik yang
tercermin pada kebijakan baik yang konstitusional, perundangan, peraturan daerah, maupun
kebijakan eksekutif maupun unsur sektoral.

2. Aspek Kelembagaan
Aspek ini adalah pengaturan-pengaturan kelembagaan yang mencerminkan tatanan kekuasaan
dan kewenangan perangkat-perangkat pemerintahan untuk secara efektif menangani bencana.

3. Aspek Mekanisme
Kalau kebijakan adalah pelafalan, kelembagaan adalah pengaturan wadahnya, koordinasi adalah
penyelarasannya, maka mekanisme adalah tata cara dan tata gerak dari kesemua unsur itu.

USULAN PERGESERAN PENDEKATAN
Proses konseptualisasi dan formulasisuatu Undang-Undang merupakan suatu kesempatan strategis
utnuk merubah pendekatan terhadap suatu masalah yang besar. Dalam kaitan itu MPBI mengusulkan
tiga pergeseran pendekatan yang mendasar dalam proses RUU-Penanganan Bencana, yaitu:

1. Dari Respon darurat ke manajemen resiko: pergeseran ini mendorong perubahan radikal cara
pandang. Tadinya, penanganan bencana dipandang sebagai rangkaian tindakan khusus terbatas
pada keadaan darurat, dilakukan oleh para pakar saja, kompleks dan mahal, dan cepat. Sekarang,
penanganan bencana harus dilihat sebagai suatu paket kegiatan baik ada kedaruratan ataupun
tidak. Titik beratnya bukan lagi bagaimana merespon kedaruratan melainkan bagaimana
melakukan manajemen resiko sehingga dampak merugikan dari suatu kejadian dapat dikurangi
atau dihilangkan sama sekali. Aspek-aspek penanganan bencana harus dipadukan dalam
keseharian aspek-aspek pembangunan dan hajat pemerintahan justru pada saat ‘keadaan normal’.
Dengan demikian, penanganan bencana membuka diri terhadap peranserta masyarakat dan dunia
usaha pada berbagai tahap penanganan bencana.
2. Perlindungan rakyat sebagai perwujudan kekuasaan pemerintah ke perlindungan sebagai hak
azasi rakyat. Tadinya, perlindungan diberikan sebagai bukti kemurahan penguasa untuk rakyatnya.
Waktu itu, keputusan-keputusan tentang perlindungan mutlak berada ditangan pemerintah pusat
yang sebagian dipercayakan kepada dan dilaksanakan melalui pemerintah daerah. Dengan
demokratisasi dan otonomi daerah, akuntabilitas pemerintah daerah bergeser lebih dekat kepada
konstituen. Pemerintah daerah adalah pihak yang diberi mandat oleh konstituennya untuk, antara
lain, menciptakan dan membagi kesejahteraan, dan memastikan perlindungan. Pergeseran ini
mengharuskan pemerintah daerah untuk melihat perlindungan sebagai suatu mandat yang sama
dengan mandat ekonomi dan kesejahteraan. Dengan demikian memperluas khasanah
penanganan bencana sehubungan dengan hajat hidup dan pemerintahan yang lainnya.
Penanganan bencana merupakan salah satu perwujudan fungsi pemerintah dalam perlindungan
rakyat. Oleh karenanya rakyat mengharapkan pemerintah dapat melaksanakan penanganan
bencana sepenuhnya.

Hak atas keselamatan dapat didefinisikan secara sederhana sebagai berikut: “Setiap orang
mempunyai hak atas standar perlindungan yang setinggi-tingginya dari ancaman bencana baik
yang disebabkan oleh maupun dari ulah manusia”. Definisi ini didukung oleh hak-hak
ekonomik, sosial dan budaya seperti tercantum pada piranti-piranti hukum hak azasi
internasional. Seperti juga hak-hak yang lain, hak atas keselamatan juga membawa kewajiban
– pada umumnya dari pemerintah, tetapi juga para pelaku-pelaku lainyya – untuk mengambil
langkah-langkah untuk mewujudkannya. (Terjemahan bebas dari: Twigg, 2003)

Seperti juga kesejahteraan sosial dan kesehatan, suatu keselamatan yang mutlak tidak ada dan
tidak akan pernah tercapai. Keselamatan tidak juga dapat didefinisikan secara persis karena
masing-masing interaksi antara ancaman, kerentanan dan kemampuan penanggulangan bencana
akan menghasilkan tingkat keselamatan yang berbeda-beda. Oleh karena tingkat keselamatan
tidak dapat dibakukan, maka yang layak menjadi sasaran adalah tercapainya tingkat keselamatan
yang “setinggi-tingginya” sehubungan dengan masing-masing konteks risiko bencana yang ada
pada masyarakat tertentu. Hak atas setinggi-tingginya tingkat keselamatan ini berhadapan dengan
kewajiban untuk memenuhi hak tersebut, yaitu kewajiban untuk memberikan sebaik mungkin
perlindungan dari risiko bencana.
3. Dari tanggung jawab pemerintah ke urusan bersama masyarakat. Ini berkaitan dengan bagaimana
membawa penanganan bencana dari ranah pemerintah kearah urusan kemaslahatan bersama,
dimana semua aspek penanganan bencana, mulai dari kebijakan, kelembagaan, koordinasi dan
mekanisme harus diubahsuai sedemikian rupa sehingga menggalakkan peranserta masyarakat
luas dan dunia usaha. Praktik semacam ini termasuk misalnya penanganan bencana berbasis
masyarakat, dan praktik tanggung jawab sosial korporasi bisnis, dan sebagainya.

***

Update Proses RUU PB
Up date, 16 Pebruari 2006
--------------------------------------------------------------------------------------------------------

o Pada bulan Februari 2006 ada pertemuan antara MPBI, UNDP dengan Baleg (Badan
Legislatif DPR yang saat itu dijabat oleh Bp. AS. Hikam). Dalam pertemuan tersebut
MPBI dan UNDP menanyakan apakah RUU Penanggulangan Bencana menjadi
prioritas pembahasan DPR ataukah tidak. Dan saat itu jawaban yang kami terima
adalah RUU Penanggulangan Bencana menjadi salah satu UU yang akan dibahas
oleh DPR, namun masih menempati urutan 54 dari 245 UU yang menjadi prioritas
DPR untuk dibahas dalam masa persidangan tersebut.
o Setelah mendapatkan informasi tersebut, kami bertekad untuk mendesakkan RUU
Penanggulangan Bencana di DPR. Dan kamipun mulai dengan berbagai kegiatan
mulai dari pembentukan koalisi, melakukan berbagai pertemuan, konsultasi publik,
hiering, lobby, penulisan naskah akademis dan drafting. Seluruh hasil kegiatan yang
kami lakukan kami informasika kepada DPR. Ketika draft Naskah Akademis dan RUU
PB sampai pada revisi ke 7 kami mengirimkan kepada DPR pada bulan Juni 2005.
o Berbarengan dengan desakan dari masyarakat sipil, Komisi VIII DPR melakukan
pembahasan RUU PB, dengan dasar materi dari draft yang pernah diajukan pada
tahun 1988 oleh Departemen Sosial. Draft tersebut disempurnakan dengan
mekanisme pembahasan di DPR. Akhir Juni 2005 terdapat konsinyasi DPR yang
mengundang berbagai departemen, ahli penanganan bencana, dan wakil dari
masyarakat selama 2 hari. Saat itulah disepakati bahwa draft dari MPBI akan diadopsi
oleh DPR dan terus akan disempurnakan. Momentum untuk membahas RUU PB
menyemangati anggota DPR lainnya yang bukan anggota Komisi VIII, sehingga dalam
rapat paripurna disepakati bahwa RUU PB dibahas oleh Pansus DPR dan bukan
hanya oleh Komisi VIII.
o Seiring dengan pembahasan di DPR kami yang tergabung dalam Koalisi RUU
Penangganan Bencana `mendampingi` pembahasan yang berlangsung di DPR.
o Pada 31 Desember 2006 pembahasan di DPR berakhir dan draft tersebut kemudian
diserahkan kepada Ketua DPR yang kemudian dikirimkan kepada Presiden. Presiden
kemudian menunjuk 3 departemen untuk mewakili pemerintah dalamn membahas
draft tersebut. Tiga departemen tersebut adalah Departemen Sosial, Departemen
Hukum dan Perundangan dan Departemen PU.
o Dari draft RUU PB (79 pasal) yang disampaikan kepada pemerintah ditanggapi
dengan DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) yang berjumlah 487. Artinya dalam seluruh
pasal tersebut dipertanyakan oleh pemerintah. Melihat kondisi tersebut maka Pansus
menunjuk Panja (Panitia Kerja) yang terdiri dari unsur Pansus dan unsur pemerintah.
o Dalam laporan Panja kepada Pansus pada 11 Januari 2007, Panja melaporkan bahwa
pembahasan baru selesai pada DIM no 184 karena pada saat pembahasan
kelembagaan terjadi perbedaan pendapat yang tajam antara pemerintah dengan
anggota DPR maupun antara anggota DPR sendiri. Meski demikian telah didapat
kesepakatan tentang bentuk kelembagaan di Indonesia yaitu ; Badan Nasional
Penanganan Bencana dan Unsur pelaksana Penanggulangan Bencana.
o Di tanggal 11 Januari tersebut Ibu Aisyah mengusulkan agar Pak Pujiono kembali
terlibat dalam pembahasan RUU PB setalah sekian lama tidak terlibat karena tinggal di
Kobe. Dengan dukungan UNDP pak Puji kem,bali mendampingi Panja dalam
pembahasan hingga saat ini. Proses yang berjalan berjalan sangat cepat, karena DPR
hanya memberikan nasehatnya semenara pelakunya adalah Pak Suratman, Pak Puji
dan tim dari departemen. Pembahasan berjalan lancar kecuali pembahasan tentang
PMI yang saat itu sempat alot, namun akhirnya PMI bisa masuk dalam draft RUU PB.
o Anggota Panja bertekad menyelesaikan pembahasan sampai akhir Maret 2007, dan
pada akhir pemahasan akan langsung ditunjuk Timus (Tim Perumus) RUU PB yang
akan menyelesaikan tugasnya sampai reses DPR (Akhir April – Juni).
o Disatu sisi ini sangat membahagiyakan karena kita akan segera memiliki RUU PB,
namun pada sisi lain situasi yang begitu cepat ini membuat kita deg-deg plas,
bagaimana tidak – kita sangat khawatir bila isinya tidak sesuai dengan kehendak
rakyat.
o Untuk itulah kami dari MPBI telah mengambil langkah dengan mengirimkan (meng-hire)
6 pakar hukum untuk menganalisis draft tersebut. Targetnya Jumat, 23 Pebruari MPBI
akan dapatkan input dari pakar tersebut. Mereka adalah pakar hukum tatanegara,
administrasi negara, pidana, perdata, hak ecosoc, tata urutan/drafting, substansi dll
yang kemudian inpiut tersebut akan disampaikan kepada DPR.
o Selain itu UNDP bersama DPR akan melakukan beberapa kegiatan baik kampanye
maupun working group (preparednedss, respond dan relief).
o Bila semua sesua rencana, DPR akan ketok palu pada Juni 2007 atas draft tersebut –
dan kita akan punya UU PB

Harapan buat teman-teman.
o Kami dari MPBI menyadari keterbatasan ini, olehkarena itu kami mengharapkan rekan-
rekan terutama yang selama ini terlibat untukj masuk dalam pembahasan akhirt ini..
Kami berharap teman-teman bisa mengkritisi draft (terlampir) dan mengirimkan kepada
kami. Bila perlu kami akan undang teman-teman yang memberikan input. Gank Jogja,
Jatim, Makasar .....ayo bersemangat lagi dan melihat dengan jernih atas draft ini
sehinga bisa memberikan input kepada DPR.
o Sekian teman-teman, silahkan menanggapi.

###

--- The Right to Safety: Some Conceptual and Practical Issues, John Twigg Benfield Hazard Research Centre
Disaster Studies Working Paper 9 December 2003)


-----------------------------------------------------------------
# Djuni Pristiyanto
# Email: belink2006@yahoo.com.sg
# Site Peduli Banjir Jabodetabek (Pengelola): http://jakartabanjir.wordpress.com
# Milis Lingkungan Indonesia (Moderator): http://groups.yahoo.com/group/lingkungan/
-----------------------------------------------------------------