Thursday, October 19, 2006

Berita Rekontruksi Gempa Jogja 13-10-06

Pengantar,

Ada pertanyaan yang disampaikan kepada saya sebagai tukang rekap dan tukang ketik dari buletin REKAP BERITA MEDIA MASSA REHABILITASI DAN REKONTRUKSI DI JOGJAKARTA ini? Saya sering ikut diskusi atau pertemuan yang membahas tentang rekonstruksi gempa. Banyak permasalahan dan agenda dimunculkan, tapi pada umumnya sedikit sekali data yang keluar, baik data dari sumber primer maupun sumber sekunder. Sebagian besar informasi yang beredar dalam diskusi/pertemuan tersebut lebih banyak "mengawang-awang" dan hanya garis besar saja. Maka dari itu saya tergelitik untuk membuat sebuah penyajian untuk menampilkan informasi rekonstruksi gempa di Jogjakarta dan hal-hal yang terkait dengannya. Tentu saja, oleh karena saya bukan orang lapangan, maka sumber informasi yang saya gunakan untuk ini berasal dari sumber-sumber media massa, baik media tercetak maupun media online. Untuk peredaran dari buletin rekap informasi rekonstruksi gempa ini saya kirim via milis, email dan website. Bila buletin ini bermanfaat, ya syukur; tapi bila dianggap tidak berguna, ya tinggal di-delete saja.

Rehabilitasi dan rekontruksi paska gempa di Jogja berjalan tersendat-sendat. Banyak berita yang simpang siur malah menambah bingung suasana, lalu akhirnya pertanyaan bermuara pada: "Bagaimana sih sebenarnya kebijakan yang diambil dalam penanganan paska gempa di Jogjakarta ini?" Pertanyaan-pertanyaan seputar rekonstruksi gempa antara lain:
  • Bagaimana pengawasan dari DPRD DIY dan DPRD tiap kabupaten/kodya terhadap pelaksanaan rekontruksi di Jogjakarta ini? Di Gunungkidul sudah ada desakan untuk membentuk Pansus Rekontruksi Gempa guna mengawasi proses rehabilitasi dan rekonstruksi; lalu bagaimana dengan daerah-daerah lainnya?
  • Tentang verifikasi data untuk pembentukan pokmas, data awal yang dari mana yang digunakan utk verifikasi ini? Siapa saja yang terlibat dalam Tim Verikasi itu? Bagaimana proses verifkasi yang sesuai dengan prosedur pedoman yang berlaku?
  • Apa saja persyaratan pembentukan pokmas? Mengapa ada saja pokmas yang diusulkan dari tingkat kabupaten/kota ada yang tidak disetujui oleh tingkat propinsi?
  • Apakah para anggota Pokmas sudah tahu dan kenal pendampingnya masing-masing? Kenalkah juga dengan KMK-nya? Ini sehubungan dengan pernyataan Sultan HB X di atas bila tidak ada pendamping Pokmas dapat menghubungi KMK-nya.
  • Apa saja sih isi sebuah RAB? Dan apa saja persyaratan agar RAB itu dapat segera cair?
  • Apa isi petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) untuk pembangunan sebuah rumah tahan gempa? Apa aturan resmi yang mendasari juklak dan juknis itu, baik di tingkat propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota?
  • Untuk pembangunan rumah tahan gempa, apakah fondasi lama masih bisa dipakai atau harus benar-benar ganti baru?
  • Dana rekontruksi sebesar Rp 15 juta hanya diberikan kepada warga yang masuk ke dalam pokmas dengan kriteria rumah roboh, lalu bagaimana dengan warga yang rumahnya rusak berat/sedang/ringan?
  • Bagaimana dengan kepastian turunya dana rekonstruksi Tahap II dan Tahap II? Siapa yang dapat menjamin kalau dana tersebut pasti turun? Dan kapan kalau memang benar-benar akan turun?
Apakah ada yang bisa membantu untuk mengurai pertanyaan-pertanyaan di atas ke dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh masyarakat umum? Jawaban pertanyaan-pertanyaan ini besar artinya dalam memperjelas arah rekonstruksi gempa di Jogjakarta.

Mulai edisi ini saya masukkan berita rekonstruksi gempa di Kabupaten Klaten. Maksud utama dari masuknya berita gempa Klaten adalah sebagai pembanding dalam hal penanganan rehabilitasi dan rekonstruksi paska gempa.

Ada tanggapan dari pembaca, yaitu :

Subject: Re: Berita Rekontruksi Gempa Jogja 12-10-06
From: suara korban bencana <suarakorban@gmail.com>

Mas, canggih banget tur gandem tenan!!!!! Nggak ada kritik, nggak ada saran, cuma mau bilang, keep up the good work! Mas, minta alamat ato nomer telponnya dong kalo tinggal di Jogja, biar kalo kita mau menghubungi gampang gitu lho. Trims!!!!!! Sigit

Semoga berguna.

salam,
djuni lethek
tukang rekap dan tukang ketik

Alamat redaksi:
Pokja Merti Jogja
Gedung Pacar, Kompleks Kepatihan, Jogjakarta
Telp/fax: 0274-563543
Email: belink2006@yahoo.com.sg

=============================================

REKAP BERITA MEDIA MASSA
REHABILITASI DAN REKONTRUKSI DI JOGJAKARTA
JUMAT, 13 OKTOBER 2006


A. PROPINSI DI JOGJAKARTA
  • Pembangunan rumah bagi korban gempa yang rumahnya roboh dan rusak berat hingga kini tak kunjung terlaksana. Salah satu penyebab, kelompok masyarakat (pokmas) tidak tahu persis pedoman pembangunan rumah tahan gempa. Jika pembangunan rumah dengan dana termin I melanggar pedoman itu, dipastikan dana termin II tidak akan turun. Atas dasar ini, pokmas yang sudah menerima dana tidak berani memulai pembangunan rumah. Apalagi, proses verifikasi data rumah tidak layak huni juga belum rampung seluruhnya sehingga sebagian pokmas belum terbentuk. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Berdasarkan data Satuan Kerja Provinsi DIY hingga 12 Oktober, baru 588 atau 3,9 persen pokmas yang menerima dana, yaitu Bantul (468) dan Kota Yogyakarta (120). Padahal, kelompok yang akan terbentuk mencapai 14.784 pokmas. Tidak heran, sebagian responden yang dimintai jajak pendapat tidak yakin pokmas mampu membangun rumah tahan gempa untuk semua anggota yang ditargetkan selesai pada akhir tahun. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) telah menyetujui anggaran sebesar Rp 7 miliar untuk pemulihan dan menjalankan kembali kegiatan bidang ekonomi di daerah gempa di provinsi ini. ”Anggaran sebesar itu akan direalisasikan pada tahun anggaran 2007,” kata Kepala Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) DIY Ir Syahbenol Hasibuan, Kamis (12/10). Anggaran tersebut terutama untuk sentra gerabah di Kasongan dan Pundong, sentra kulit, sentra kayu, sentra perak, serta modal usaha dan perbaikan sarana-prasarana Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk perajin maupun di bidang jasa. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Beberapa masalah yang dihadapi dalam pencairan dana rekonstruksi antara lain: kurangnya koordinasi, kurangnya informasi prosedur pencairan dana, kurangnya tim pendamping, rencana anggaran belanja (RAB) belum terbentuk semua. (KR, 13 Oktober 2006)

B. KABUPATEN BANTUL
  • Instruksi lisan Gubernur DIJ Sultan Hamengku Buwono X agar tim pendamping segera diterjunkan untuk mengatasi persoalan rekonstruksi tak segera direspons. Sekda Bantul Gendut Sudarto menyatakan tim pendamping baru akan diterjunkan ke masyarakat, Minggu depan. Itu lantaran sampai hari ini, ribuan tim pendamping itu tengah menjalani pelatihan di 5 daerah. "Kemungkinan Senin depan baru terjun ke masyarakat. Pelatihan baru selesai Jumat besok (hari ini, Red) di lima wilayah," ujar Gendut tanpa menyebut lima wilayah tersebut. (Radar Jogja, 14 Okt 2006)
  • Gendut menambahkan, pelatihan bagi para pendamping itu meliputi aturan pembuatan berkas administrasi, petunjuk teknis, cara pembuatan rancangan anggaran belanja (RAB) dan sebagainya. Dikatakan tim pendamping tersebut disebar untuk lima wilayah kerja. Masing-masing daerah pertama terdiri kecamatan Bambanglipuro, Kretek, Sanden, Srandakan dan Pundong (sebanyak 447 pendamping), daerah dua Imogiri, Dlingo, dan Jetis (453 pendamping), daerah tiga Bantul, Pajangan, dan Pandak (368 pendamping). Sedang untuk daerah empat meliputi kecamatan Banguntapan, Piyungan, dan Pleret sebanyak 528 pendamping. Serta daerah lima terdiri kecamatan Sewon, Kasihan, dan Sedayu dengan pendamping sebanyak 387 orang. (Radar Jogja, 14 Okt 2006)
  • Sekretaris Daerah Kabupaten Bantul Gendut Sudarto mengatakan jumlah total fasilitator teknis dan nonteknis di Bantul mencapai 2.183 orang, 1.455 di antaranya fasilitator teknis yang mempunyai kualifikasi pendidikan teknik sipil, planologi, atau arsitek. Fasilitator itu akan disebar di lima kawasan di Bantul, yakni Bantul I yang meliputi Kecamatan Bambanglipuro, Kretek, Srandakan, Sanden, dan Pundong dengan jumlah fasilitator 447. Bantul II meliputi area Jetis, Imogiri, Dli-ngo dengan fasilitator 453. Bantul III dengan area Bantul, Pajangan, Pandak disertai 368 fasilitator. Bantul IV untuk daerah Piyungan, Banguntapan, Pleret dengan jumlah fasilitator mencapai 528. Terakhir Bantul V meliputi area Sewon, Kasihan, dan Sedayu yang akan didampingi 387 fasilitator. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Fasilitator teknik di Bantul diperkirakan terjun ke lapangan seusai mendapat pelatihan terakhir Jumat (13/10). Diharapkan setelah hari itu mereka langsung ke lapangan sesuai dengan daerah dan wilayah yang menjadi garapannya. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • "Tugas pendamping hanya membantu konsultan manajemen kabupaten (KMK). Kalau pokmas ragu untuk mencairkan dana dan membangun rumah gara-gara belum punya pendamping, kan bisa langsung ke KMK. Lagi pula, KMK-lah yang memegang otoritas tanda tangan rencana anggaran bangunan dan permohonan pencairan dana," kata Bupati Bantul Idham Samawi (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Gendut menegaskan sebenarnya warga bisa membangun sendiri dengan pendampingan Konsultan Manajemen Kabupaten (KMK). "Sebetulnya bisa kok KMK menggantikan fungsi pendamping. Warga bisa mencairkan dana rekonstruksi selama sudah membuat RAB dengan bantuan KMK. Termasuk kalau mau langsung membangun kembali rumahnya," lanjutnya. Hanya saja, kenyataan di lapangan KMK dinilai warga tidak tahu soal teknis pelaksanaan. Itu diungkapkan beberapa pokmas di desa Srihardono, Pundong. Seperti dikatakan Ketua Pokmas 12 dusun Piring Srihardono, Agus Slamet Riyadi. (Radar Jogja, 14 Okt 2006)
  • Sedangkan mengenai tenaga pendamping warga yang jumlahnya kurang mencukupi, kata Bupati Bantul, sebenarnya tanpa tenaga pendamping pun tidak masalah, karena tenaga pendamping tersebut hanya membantu KMK (konsultan manajemen kabupaten/kota). Kata dia, yang menandatangani pencairan dana bantuan itu adalah KMK, sehingga dengan KMK pun sudah cukup. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Priyanto, anggota tim Konsultan Manajemen Konstruksi (KMK) Jetis, mengakui fasilitator di wilayahnya belum ada yang terjun ke lapangan. Hingga kemarin para fasilitator masih mengikuti kegiatan pembekalan. Sebagian dari mereka malah belum mendapat kepastian tempat kerja. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • "Kami belum tahu mau ditempatkan di mana, namun sejauh ini sudah ada pembekalan. Kalau soal rumah tahan gempa, saya punya latar belakang karena pernah kuliah di Teknik Sipil," kata Fitri, fasilitator teknis di area Bantul II. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Kelompok masyarakat (Pokmas) di Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) yang sudah mencairkan dana bantuan rekonstruksi baru sekitar 1.000 dari sekitar 7.000 Pokmas yang ada. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Bupati Bantul Idham Samawi kepada wartawan di Kepatihan Yogyakarta, Kamis (12/10) mengatakan masih banyak Pokmas yang belum mencairkan dana bantuan itu, karena mereka belum siap dengan persyaratan untuk mencairkannya, seperti Rancangan Anggaran Belanja (RAB) yang belum selesai. Padahal pada Desember nanti penyaluran bantuan dana rekonstruksi tahap pertama dan tahap kedua sudah harus selesai. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Menurut Bupati, untuk tahap pertama sebenarnya persyaratannya sederhana, yaitu harus ada fondasi rumah. ”Padahal fondasi lama masih bisa digunakan, sehingga tak perlu membuat fondasi baru.” Fondasi lama tersebut, kata bupati, akan disahkan lebih dulu sebagai pondasi tahan gempa. ”Hampir tidak ada satu pun fondasi rumah atau fondasi bangunan di Bantul rusak akibat gempa 27 Mei lalu,” kata dia. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Sementara ketidakpuasan warga atas data verifikasi masih saja terlihat di beberapa dusun. Maryadi dan Ngadilan, warga dusun Tulung, Srihardono mengaku tidak habis pikir namanya dicoret oleh pihak desa. Padahal, sebelumnya mereka mengaku masuk satu pokmas. (Radar Jogja, 14 Okt 2006)
  • "Sebelum disahkan kita masuk dalam pengurus pokmas. Saya ketuanya dan Pak Ngadilan ini sekretarisnya. Tapi saat verifikasi ulang justru kita dicoret dengan alasan tidak jelas. Anehnya ada warga kami yang saat gempa rumahnya masih dibangun dan belum ditempati karena atapnya belum terbangun justru masuk daftar penerima dana bantuan itu," lontar Maryadi. Sedang Ngadilan mengaku memang rumahnya telah direhab dengan biaya sendiri. Saat pendataan awal pascagempa empat bulan silam, dirinya termasuk korban yang rumahnya rusak berat. Namun setelah diperbaiki dan diperiksa tim verifikasi desa, namanya yang sudah masuk dalam daftar penerima bantuan dicoret. (Radar Jogja, 14 Okt 2006)
  • Idham sudah menyediakan posko pengaduan dan informasi di rumah dinas bupati yang buka setiap hari pukul 20.00-21.00. Posko ini bisa dimanfaatkan pokmas untuk bertanya informasi apa pun tentang program rekonstruksi dan rehabilitasi. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Ia mengatakan untuk memperlancar pencairan dan penyaluran dana bantuan itu, Pemkab Bantul membuka posko informasi layanan masyarakat dan pengaduan masyarakat di rumah dinas bupati. ”Setiap hari posko itu buka sejak pukul 08.00 sampai pukul 21.00 WIB, dan yang datang ke posko sampai saat ini jumlahnya lebih dari 100 warga. Mereka menanyakan konstruksi bangunan rumah tahan gempa itu seperti apa, tanpa tenaga pendamping diperbolehkan atau tidak warga membangun rumahnya,” katanya. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Setiap hari diterjunkan lima tim untuk memberikan konsultasi kepada warga korban gempa yang akan membangun rumahnya yang rusak atau roboh. Menurut bupati, posko tersebut juga menerima pengaduan dari warga masyarakat mengenai manipulasi data, seperti rumah rusak ringan dikatakan rusak berat. (Solo Pos, 13 Oktober 2006)
  • Wakil Bupati Bantul Sumarno PRS menegaskan bahwa Pemkab Bantul tengah mengupayakan bantuan dana rekonstruksi untuk korban gempa yang rumahnya rusak sedang atau ringan. Hal ini dengan memanfaatkan dana sisa selisih data hasil verifikasi rumah rusak barat/roboh. (Radar Jogja, 13 Oktober 2006)
  • Setelah diverifikasi data rumah rusak berat dan roboh di Kab. Bantulsebanyak 143.000, ternyata ada selisih data sebanyak 30-an ribu rumah yang tidak termasuk kategori rusak berat/roboh. (Radar Jogja, 13 Oktober 2006)
  • Bupati Bantul, Drs HM Idham Samawi menegaskan korban gempa 27 Mei yang rumahnya rusak ringan nantinya tetap akan menerima bantuan dari pemkab. Jika tidak ada dana dari APBN, maka akan diupayakan dari dan APBD Kab. Bantul yang dimasukkan dalam Pos Bantuan kepada Masyarakat. (Bernas, 13 Oktober 2006)
  • Menurut Bupati Bantul, rumah roboh dan rusak berat di Kab. Bantul sebanyak 143.000 unit, rusak sedang dan ringan sekita 70.000 unit. Setelah diverifikasi, jumlah tersebut berkurang. (Bernas, 13 Oktober 2006)
  • Menurut Bupati Bantul, sampai kemarin (12/10) sedikitnya sudah ada 1.000 pokmas dari 7.000 pokmas yang mencairkan dana dari DIPA Rp 749 milyar tersebut.(Bernas, 13 Oktober 2006)
  • Menurut Bupati Bantul, untuk pembangunan Tahap I cukup sederhana karena fondasi lama boleh dipakai dan langsung didirikan bangunan tahan gempa di atasnya. Persyaratan rumah tahan gempa juga relatif lebih mudah, yakni asal ada sloof, ring dan tiang, serta besi tulang minimal 12 mm.(Bernas, 13 Oktober 2006)
C. KABUPATEN GUNUNGKIDUL
  • Di Gunung Kidul banyak korban gempa kembali mendatangi kantor dan rumah pejabat pemerintah guna mempertanyakan mengapa nama mereka tidak masuk dalam daftar penerima bantuan, padahal rumah itu juga dinilai rusak. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Camat Patuk Nugroho Wahyu mengatakan sejak daftar calon penerima bantuan diumumkan, ketidakpuasan sebagian anggota masyarakat muncul. "Kemarin lima KK mendatangi kantor camat. Malamnya belasan KK mendatangi rumah Lurah Dusun Pengkok. Mereka minta dimasukkan dalam daftar penerima bantuan," tutur Nugroho. (Kompas, 13 Oktober 2006)

D. KABUPATEN SLEMAN
  • Anggota Pokmas dari Kecamatan Godean, Sleman mengadu kepada DPRD Sleman sehubungan dengan oknum pendampingnya. Oknum pendamping dari pedukuhan setempat minta komisi 10% atas dana yang diterima Pokmas sebagai upah jerih payah memperjuangkan pencairan dana itu.(KR, 13 Oktober 2006)
  • Paska gempa Sleman defisit Rp 75,2 milyar. (KR, 13 Oktober 2006)
  • Sleman mendapat tambahan sekitar 30 orang fasilitator teknik dari kekurangan 54 orang. (Kompas, 13 Oktober 2006)

E. KODYA JOGJAKARTA
  • Pokmas belum juga bisa mengambil dana di rekening BPD karena terhalang administrasi. Hernawan, Ketua Pokmas 20 Brontokusuman, Mergangsan, menuturkan, dari informasi yang diterima, uang bisa diambil kemarin setelah pukul 12.00. "Tetapi, bank mengatakan pokmas harus didampingi fasilitator," ujarnya. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Eko, koordinator fasilitator Brontokusuman, langsung mendatangi BPD Prawirotaman. Namun, pokmas tambah bingung ketika Eko, yang baru saja berkoordinasi dengan Pembantu Pembuat Komitmen (PPK) Yogyakarta, menginformasikan pokmas perlu mengisi blangko jika hendak mengambil uang. (Kompas, 13 Oktober 2006)
  • Meski dana rekonstruksi sudah masuk ke rekening 87 pokmas di Kota Jogja pada Kamis (12/10), namun belum bisa dicairkan karena menunggu rembugan dari pokmas bersangkutan. Ini untuk menentukan apakah akan dibagi rata (bagita) atau prioritas. ((KR, 13 Oktober 2006)
  • Alur pencairan dana rekonstruksi antara lain: rembugan anggota pokmas, fasilitator kelompok (faskel) melaporkannya kepada PPK Kota Jogja mengenai keputusan pokmas, PPK mengontak BPD sebagai bank yang ditunjuk untuk mencairkan dana pokmas bersangkutan. Yang bisa mengambil dana dari bank adalah ketua pokmas dan bendahara. Setelah dana masuk di rekening pokmas, maka yang bertanggung jawab terhadap uang yang ada adalah ketua pokmas dan fasilitator senior. Untuk dapat dibagi kepada para anggota pokmas mesti memenuhi beberapa persyaratannya, terutama menyangkut alas hak tanah guna pengurusan IMBB sebagai salah satu prasyarat cairnya dana.(KR, 13 Oktober 2006)

F. KABUPATEN KULONPROGO

G. KABUPATEN KLATEN

H. OPINI

I. DAFTAR ISTILAH
  • Pokmas = Kelompok Masyarakat
  • RAB = Rencana Anggaran Belanja
  • KMK = Konsultan Manajemen Kabupaten/Kota
  • Satker = Satuan Kerja
  • PPK = Pejabat Pembuat Komitmen
  • Faskel = Fasilitator Kelompok