Pokok Pikiran RUU Pengelolaan Wilayah Pesisir
http://www.dkp.go.id/content.php?c=823
POKOK-POKOK PIKIRAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG PWP
LATAR BELAKANG
Potensi Sumber Daya Pesisir
Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari sekitar 17.504 pulau dengan panjang garis pantai kurang lebih 81.000 km. Di sepanjang garis pantai ini terdapat wilayah pesisir yang relatif sempit tetapi memiliki potensi sumber daya alam hayati dan non-hayati; sumber daya buatan; serta jasa lingkungan yang sangat penting bagi penghidupan masyarakat dan modal dasar pembangunan nasional, sehingga perlu dikelola secara terpadu dan berkelanjutan dengan sistem hukum yang memadai.
Wilayah pesisir tersebut merupakan daerah pertemuan antara ekosistem darat dan laut, ke arah darat meliputi bagian tanah baik yang kering maupun yang terendam air laut, dan masih dipengaruhi oleh sifat-sifat fisik laut seperti pasang surut, ombak dan gelombang serta perembesan air laut, sedangkan ke arah laut mencakup bagian perairan laut yang dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar dari sungai maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan, pembuangan limbah, perluasan permukiman serta intensifikasi pertanian (gambar terlampir).
Karakteristik Wilayah Pesisir
Wilayah pesisir memiliki beberapa karakteristik, yaitu:
1. Wilayah pertemuan antara berbagai aspek kehidupan yang ada di darat, laut dan udara, sehingga bentuk wilayah pesisir merupakan hasil keseimbangan dinamis dari proses pelapukan (weathering) dan pembangunan ketiga aspek di atas;
2. Berfungsi sebagai habitat dari berbagai jenis ikan, mamalia laut, dan unggas untuk tempat pembesaran, pemijahan, dan mencari makan;
3. Wilayahnya sempit, tetapi memiliki tingkat kesuburan yang tinggi dan sumber zat organik penting dalam rantai makanan dan kehidupan darat dan laut;
4. Memiliki gradian perubahan sifat ekologi yang tajam dan pada kawasan yang sempit akan dijumpai kondisi ekologi yang berlainan;
5. Tempat bertemunya berbagai kepentingan pembangunan baik pembangunan sektoral maupun regional serta mempunyai dimensi internasional.
Kelima karakteristik tersebut bermuara pada tiga keunikan wilayah pesisir, yaitu: (1). Ekosistem pesisir yang sangat kompleks, dinamis dan mudah mengalami kerusakan/rentan (vulnarable) apabila dimanfaatkan manusia; (2). Sumber daya pesisir yang kaya tersebut dimanfaatkan berbagai pihak untuk berbagai kepentingan (multiple use) sehingga berpotensi menimbulkan konflik; (3). Di perairan pesisir masih terdapat pemahaman regime pengelolaan akses terbuka (open access) sehingga yang kuat sering lebih menguasai sumber daya dan membatasi akses masyarakat pesisir dalam memanfaatkannya, sementara regime pengelolaan tradisional (common property), pemilikan pribadi/swasta (quasi-private property) serta penguasaan pemerintah (state property) masih berlaku.
Wilayah pesisir memiliki beberapa bentuk dan tipe geomorfologi pantai yang sangat bergantung pada letak, kondisi, dan posisi pantai itu seperti pantai terjal, pantai berbatu, pantai berpasir, pantai landai, pantai campuran, pantai dalam, pantai netral, pantai paparan, pantai pulau, pantai tenggelam, dan pantai timbul. Sebagai contoh:
* Tipe pantai landai terdapat di pantai utara Jawa, pantai timur Sumatera dan pantai selatan Kalimantan;
* Tipe pantai campuran terdapat di Sulawesi dan kepulauan Indonesia timur;
* Tipe pantai terjal terdapat di pantai selatan Jawa dan pantai barat Sumatera.
* Pada pulau-pulau besar (Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Papua), sering terdapat sungai besar yang mengalir ke laut, yang sangat berpengaruh terhadap bentuk dan tipe pantai di sekitarnya serta material yang membentuknya, ada yang membentuk laguna (Segara Anakan), delta (Delta Mahakam) atau gumuk pasir.
Mengingat kondisi wilayah pesisir yang unik dengan berbagai tipe tersebut, maka faktor-faktor yang bekerja di wilayah pesisir seperti angin, gelombang, pasang surut, arus, dan salinitas jauh lebih berfluktuasi daripada di lautan atau perairan darat (sungai dan danau). Besaran (magnitude) faktor tersebut berubah secara berangsur dari arah darat ke laut lepas. Karakteristik geomorfologi dan oseanografi yang sangat dinamis namun rentan terhadap dampak eksploitasi inilah yang mendorong kebutuhan bahwa wilayah pesisir harus dikelola dan diatur pemanfaatannya secara khusus dan hati-hati, baik itu untuk kepentingan produksi (perikanan, pertanian, industri), coastal engineering (darmaga, bangunan pantai) maupun kepentingan pariwisata bahari, dan konservasi.
Sifat Rentan (vulnarable) Sumber Daya Pesisir
Sifat rentan sumber daya pesisir adalah sebagai akibat dari karakteristik biofisik wilayah pesisir yang mudah mengalami kerusakan. Kerusakan ini diakibatkan oleh adanya interaksi antara faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal merupakan segala aktivitas yang berasal dari kegiatan manusia dalam melakukan pengelolaan wilayah pesisir, antara lain metode perlakuan yang salah, ketidakjelasan visi dan misi, regulasi yang tidak spesifik berkaitan dengan pengelolaan pesisir, dan dampak kegiatan di darat dan laut. Sedangkan, faktor internal merupakan fenomena yang terjadi secara alami, antara lain geomorfologi dan oseanografi.
Konflik
Jika sifat kerentanan wilayah tidak diperhatikan, maka akan muncul konflik antara kepentingan memanfaatkan sumber daya pesisir untuk pemenuhan kebutuhan hidup dan pembangunan ekonomi dalam jangka pendek dengan kebutuhan generasi akan datang terhadap sumber daya pesisir. Dalam banyak kasus, pendekatan pembangungan ekonomi yang parsial, tidak kondusif mendorong pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Kegiatan yang parsial hanya memperhatikan kepentingan sektornya dan mengabaikan akibat yang timbul dari atau terhadap sektor lain, sehingga berkembang konflik pemanfaatan dan kewenangan. Dari berbagai studi, terdapat kecenderungan bahwa hampir semua kawasan pesisir Indonesia mengalami konflik tersebut. Jika konflik ini dibiarkan berlangsung terus akan mengurangi keinginan pihak yang bertikai untuk melestarikan sumberdayanya.
TUJUAN DAN SASARAN
Dalam rangka menjawab berbagai persoalan pokok yang telah digambarkan di bagian latar belakang, maka tujuan dari pengaturan pengelolaan wilayah pesisir adalah:
1. Menyiapkan pengaturan setingkat undang-undang mengenai pengelolaan wilayah pesisir khususnya yang menyangkut perencanaan, pemanfaatan, hak dan akses masyarakat, penanganan konflik, konservasi, mitigasi, rehabilitasi kerusakan pesisir, dan penjabaran konvensi internasional terkait yang belum diatur di dalam peraturan perundangan yang ada.
2. Membangun sinergi dan saling penguatan antara lembaga pemerintah baik di pusat dan di daerah yang terkait dengan pengelolaan wilayah pesisir sehingga tercipta kerja sama antarlembaga yang harmonis dan mencegah serta memperkecil konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan antarkegiatan di wilayah pesisir.
3. Memberikan kepastian dan perlindungan hukum, memperbaiki tingkat kesejahteraan masyarakat pesisir melalui pembentukan pengaturan yang dapat menjamin akses dan hak-hak masyarakat pesisir serta masyarakat yang berkepentingan lainnya termasuk pihak pengusaha.
POKOK PIKIRAN, LINGKUP, DAN OBYEK PENGATURAN
Pokok-Pokok Pikiran
Dalam satu dekade ini terdapat kecenderungan bahwa wilayah pesisir yang rentan tersebut mengalami kerusakan akibat dari aktivitas manusia dalam memanfaatkan sumber dayanya atau bencana alam. Selain itu, akumulasi dari berbagai kegiatan eksploitasi yang bersifat parsial/sektoral di wilayah pesisir atau dampak kegiatan lain di hulu wilayah pesisir yang didukung perundangan yang ada sering menimbulkan kerusakan sumber daya pesisir. Peraturan perundangan yang ada lebih berorientasi pada eksploitasi sumber daya pesisir tanpa memperhatikan kelestarian sumber daya. Sementara kesadaran nilai strategis dari pengelolaan wilayah pesisir secara berkelanjutan, terpadu, dan berbasis masyarakat relatif kurang. Kurang dihargainya hak masyarakat adat/lokal dalam pengelolaan sumber daya pesisir seperti sasi, seke, panglima laot. Terbatasnya ruang untuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sumber daya pesisir. Kenyataan tersebut menunjukkan bahwa prinsip pengelolaan pesisir terpadu belum terintegrasi dengan kegiatan pembangunan dari berbagai sektor dan daerah. Sistem pengelolaan pesisir tersebut belum mampu mengeliminasi faktor-faktor penyebab kerusakan dan memberi kesempatan kepada sumber daya hayati untuk dapat pulih kembali secara alami atau sumber daya non-hayati disubstitusi dengan sumber daya lain.
Oleh sebab itu, keunikan wilayah pesisir yang rentan, berkembangnya konflik, dan terbatasnya akses pemanfaatan bagi masyarakat pesisir perlu dikelola secara baik agar dampak aktivitas manusia bisa dikendalikan dan sebagian wilayah pesisir dipertahan untuk konservasi. Prakarsa masyarakat perlu didorong untuk mengelola wilayah pesisirnya dengan baik, dan yang telah berhasil perlu diberi insentif, namun yang merusak perlu diberi sanksi. Norma-norma pengelolaan wilayah pesisir disusun dalam lingkup perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian.
Norma-norma pengelolaan wilayah pesisir difokuskan pada norma hukum yang belum diatur dalam sistem peraturan perundangan yang ada atau bersifat lebih spesifik dari pengaturan umum yang telah diundangkan. Dalam melaksananakan norma pengelolaan tersebut akan diatur peran kelembagaan Pemerintah, Masyarakat, dan Swasta sebagai pemangku kepentingan baik kepentingan daerah, nasional maupun internasional.
Pembangunan
Lingkup pengaturan Rancangan Undang-undang Pengelolaan wilayah Pesisir terdiri dari tiga bagian yaitu: (1). Perencanaan; (2). Pengelolaan; dan (3). Pengendalian/Pengawasan, dengan uraian sebagai berikut :
1. Perencanaan
Perencanaan diatur melalui pendekatan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Management) yang mengintegrasikan berbagai perencanaan yang disusun oleh sektor dan daerah sehingga terjadi keharmonisan dan saling penguatan (alignment) pemanfaatannya. Pengelolaan wilayah pesisir terpadu (PPT) merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumber daya pesisir secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan antara berbagai perencanaan pembangunan dari berbagai tingkat pemerintahan; antara ekosistem darat dan laut serta antara sains dan manajemen. Perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan agar dapat mengharmonisasikan antara kepentingan pembangunan ekonomi dan pelestarian sumber daya pesisir dengan memperhatikan karateristik dan keunikan wilayah pesisirnya.
Perencanaan terpadu ini merupakan suatu upaya bertahap dan terprogram untuk memanfaatan sumber daya pesisir secara optimal yang dapat menghasilkan keuntungan ekonomis secara berkelanjutan untuk kemakmuran masyarakat dengan mengendalikan dampak pembangunan sektoral yang mungkin timbul dan mempertahankan kelestarian sumber dayanya. Perencanaan wilayah pesisir yang harus diatur dibagi atas empat tahapan: (1). Rencana Strategis (Strategic Plan); (2). Rencana Pemintakatan (Zoning); (3). Rencana Pengelolaan (Management Plan); dan (4). Rencana Aksi (Action Plan).
2. Pemanfaatan/Pengelolaan
* Pengelolaan Wilayah Pesisir dilaksanakan secara terpadu dengan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terpilah-pilah menjadi suatu sistem yang serasi dan saling menguntungkan, sehingga kegiatan masing-masing sektor dapat saling mengisi dan mendukung, serta komplemen dengan kegiatan pembangunan daerah dan masyarakat pesisir.
* Pengelolaan Wilayah Pesisir dilakukan secara terencana dengan memperhatikan karakteristik wilayah pesisir, keunikan, geomorphologi pantai dan kondisi ekosistem pesisir serta ukuran pulau. Dengan demikian, pengelolaan wilayah pesisir disatu wilayah akan bervariasi sesuai dengan perbedaan karakteristik dan keunikan wilayah pesisir tersebut. Contoh bentuk pengelolaan:
1. Pada wilayah pesisir yang berpantai landai dan terbuka ke laut lepas, konversi mangrove menjadi tambak atau pemukiman akan menimbulkan erosi pantai yang cukup kuat dan degradasi kualitas perairannya, sehingga perlu dibatasi.
2. Laju kerusakan terumbu karang yang meningkat pesat akibat penambangan dan kegiatan perikanan destruktif perlu dikendalikan dengan norma pengaturan dan sanksi yang tegas.
3. Pemanfaatan pulau-pulau kecil perlu dibatasi dan diprioritaskan untuk konservasi, ekowisata, perikanan budidaya terbatas, riset/penelitian dan basis industri perikanan skala kecil; karena pulau kecil pada umumnya mempunyai air tawar yang terbatas dengan solum tanah yang dangkal sehingga pengelolaan pulau-pulau kecil yang intensif perlu dibatasi jangan sampai pulaunya mengalami penurunan atau tenggelam.
4. Pada wilayah pesisir yang berada diatas lipatan/sesar akan sering mendapat gempa bumi dan bencana tsunami, sehingga diperlukan tindakan mitigasi bencana dalam pengelolaannya.
5. Pada kota-kota pantai, kebutuhan lahan mendorong berkembangnya kegiatan reklamasi pantai atau pembuatan bangunan pantai. Reklamasi atau pembuatan bangunan pantai yang kurang memperhatikan karakteristik wilayah pesisirnya dapat menimbulkan kerusakan di wilayah pesisir yang berdekatan. Sehingga perlu diatur mekanisme agar jangan menimbulkan korban pada pihak lain.
6. Pada wilayah pesisir yang ekosistemnya sudah rusak diperlukan direhabilitasi hingga pulih kembali untuk mendukung kehidupan biota laut dan manusia.
* Sumber daya pesisir yang relatif kaya sering menjadi pusat pertumbuhan ekonomi dan populasi penduduknya padat. Namun, sebagian besar penduduknya relatif miskin, dan kemiskinan tersebut memicu tekanan terhadap sumberdaya pesisir yang menjadi sumber penghidupannya. Bila hal ini diabaikan akan berimplikasi meningkatnya kerusakan ekosistem pesisir. Selain itu masih terdapat kecenderungan bahwa industrialisasi dan pembagunan ekonomi di wilayah pesisir seringkali memarjinalkan penduduk pesisir setempat, seperti yang terjadi di Aceh, Riau, Pantura Jawa. Oleh sebab itu diperlukan norma-norma pemberdayaan masyarakat.
* Dalam pengelolaan wilayah pesisir, sifatnya yang rentan perlu dilindungi tetapi juga dapat dimanfaatkan memenuhi kebutuhan kehidupan. Oleh sebab itu, diperlukan kebijakan dalam pengelolaan wilayah pesisir yang dapat menyeimbangkan tingkat pemanfaatan sumber daya pesisir untuk kepentingan ekonomi tanpa mengorbankan kebutuhan generasi yang akan datang melalui pengembangan kawasan konservasi.
3. Pengawasan dan Pengendalian
Kegiatan pengawasan dan pengendalian dilakukan melalui:
* Pemantauan dan pengawasan dilakukan untuk mengetahui kenyataan apakah terdapat penyimpangan pelaksanaan dari rencana strategis, rencana mintakat, rencana pengelolaan, serta bagaimana implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir.
* Pengendalian dilakukan untuk mendorong agar pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir yang sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya.
* Penegakan hukum dilaksanakan untuk memberikan sanksi terhadap pelanggaran baik berupa sanksi administrasi (pembatalan izin, pencabutan hak), sanksi perdata (pengenaan denda, ganti rugi), dan sanksi pidana (penahanan/kurungan).
Obyek Pengaturan
Secara umum obyek pengaturan difokuskan pada lima aspek:
1. Bagaimana pihak yang terkait mengelola wilayah pesisir yang rentan tersebut untuk kepentingan ekonomi secara lestari;
2. Bagaimana menyeimbangkan pemanfaatan sumber daya pesisir dengan kebutuhan konservasi;
3. Bagaimana menangani wilayah pesisir yang telah mengalami kerusakan;
4. Bagaimana peran pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengelolaan tersebut sehingga terjamin pengelolaan wilayah pesisir yang baik;
5. Bagaimana melindungi hak-hak serta akses masyarakat terhadap sumberdaya pesisir yang telah dikelolanya dan memberdayakan mereka untuk ikut melestarikannya.
6. Kelima obyek pengaturan tersebut dirumuskan dalam materi pengaturan di bawah ini:
(i) Ketentuan Umum
1. Pengelolaan wilayah pesisir adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian sumber daya alam dan jasa lingkungan pesisir secara berkelanjutan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan antara sektor dan antar pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, ekosistem darat dan laut, ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Wilayah Pesisir adalah kawasan peralihan yang menghubungkan ekosistem darat dan ekosistem laut terletak antara batas sempadan ke arah darat sejauh pasang tertinggi dan ke arah laut sejauh pengaruh aktivitas dari daratan.
(ii) Pengelolaan Wilayah Pesisir
1. Pemanfaatan dan pengusahaan perairan pesisir dilaksanakan melalui pemberian izin pemanfaatan dan izin pengusahaan.
2. Hak pemanfaatan dan pengusahaan perairan pesisir diberikan di semua wilayah kecuali yang telah diatur secara tersendiri.
3. Pengaturan pengelolaan wilayah pesisir mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, pengakuan hak dan pemberdayaan masyarakat, kelembagaan, pencegahan dan penyelesaian konflik.
4. Undang-undang ini berlaku di wilayah pesisir
(iii) Kelembagaan
1. Kebijakan perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pengawasan dalam pengelolaan wilayah pesisir dilakukan oleh Menteri, Gubernur, dan Bupati/Walikota.
2. Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu terdiri dari a) rencana strategis; b) rencana mintakat; c) rencana pengelolaan; dan d) rencana aksi, dimana seluruh kegiatan perencanaan ini dilakukan oleh pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota).
3. Pengaturan pemanfaatan wilayah pesisir diatur oleh daerah dengan Keputusan Gubernur dan Bupati/Walikota.
4. Pengendalian dilakukan oleh Badan Koordinasi atau menggunakan Badan yang sudah ada yang beranggotakan unsur pemerintah, masyarakat dan LSM.
5. Pengawasan dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah terhadap perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan wilayah pesisir yang dilakukan oleh Menteri, Gubernur, atau Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
(iv) Penyelesaian Sengketa
1. Setiap penyelesaian sengketa yang berkaitan dengan pengelolaan wilayah pesisir diupayakan untuk diselesaikan terlebih dahulu melalui a) penyelesaian sengketa diluar pengadilan, dan b) dipengadilan.
2. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan para pihak dengan cara konsultasi, penilaian ahli, negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase atau melalui adat istiadat/kebiasaan/kearifan lokal.
3. Penyelesaian sengketa pengelolaan wilayah pesisir melalui pengadilan dimaksudkan untuk memperoleh putusan mengenai pengembalian suatu hak, besarnya ganti rugi, atau tindakan tertentu yang harus dilakukan oleh pihak yang kalah dalam sengketa.
(v) Penyidikan
1. Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Penyidik Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Laut dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Pengelolaan wilayah pesisir, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang berlaku.
2. Penyidik memiliki kewenangan sebagaimana diatur dalam Rancangan Undang-undang ini antara lain: melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan berkenaan dengan tindak pidana di bidang pengelolaan pesisir, meminta keterangan dan atau bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan peristiwa tindak pidana di bidang pengelolaan wilayah pesisir.
(vi) Sanksi
1. Sanksi terdiri dari sanksi administratif, perdata (ganti rugi), dan sanksi pidana.
2. Sanksi administrasi antara lain dapat berupa pencabutan izin dan denda administrasi.
3. Sanksi perdata ditetapkan berdasarkan tingkat pengrusakan sumber daya pesisir sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Sanksi pidana, berupa pidana penjara dan pidana denda, ditetapkan berdasarkan tindak pidana yang dilakukan, antara lain melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengusahaan tanpa izin dan melakukan kegiatan di wilayah pesisir yang menimbulkan pencemaran dan kerusakan.
JANGKAUAN DAN ARAH PENGATURAN
1. Pengaturan pengelolaan wilayah pesisir mulai dari perencanaan, pemanfaatan, pelaksanaan, pengendalian, pengawasan, pengakuan hak dan pemberdayaan masyarakat, kelembagaan, pencegahan dan penyelesaian sengketa.
2. Pengaturan pengelolaan wilayah pesisir diarahkan pada pengelolaan yang optimal, yaitu dengan memperhatikan atau mempertimbangkan antara aspek pemanfaatan dan perlindungan.
3. Undang-undang ini tidak akan mengatur hal-hal yang telah diatur oleh undang-undang yang ada namun memberikan norma yang spesifik dari norma-norma yang telah diatur secara umum.
4. Undang-undang ini berlaku di wilayah pesisir.
Hak Cipta 2003, Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
<< Home