Friday, December 23, 2005

Raperda Masyarakat Adat Tau Taa Wana Sulteng (1) Draf Koreksi

Kawan-kawan Miliser,

Di bawah ini saya kirimkan :
RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA PROPINSI SULAWESI TENGAH

Bila ada masukan dan kritikan harapkan ditujukan kepada kawan Nasution Camang dg alamat imel: tion_camang@telkom.net

Tentunya jangan lupa di-CC-kan pula ke Milis Lingkungan <lingkungan@yahoogroups.com> atau Moderator Milis Lingkungan di alamat imel : senoaji@cbn.net.id agar forum milis dapat mencermatinya bersama, shg bila semakin banyak orang yg mengkritisinya maka akan sebaik hasilnya.

salam,
djuni

===========================

===============================================
Draf hasil koreksi dan Tambahan IV:
Oleh Tim
===============================================

R A N C A N G A N
PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH
NOMOR : .................................

TENTANG

PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN
MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA PROPINSI SULAWESI TENGAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

GUBERNUR SULAWESI TENGAH,

Menimbang :

a. bahwa persekutuan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana tumbuh dan berkembang secara turun-temurun, mengakui dan menerapkan ketentuan persekutuan hukumnya dalam kehidupan sehari-hari yang mampu mendatangkan keadilan dan kelestarian lingkungan;

b. bahwa berdasarkan Tap MPR Nomor IX/MPR/2005 tentang Perubahan Agraria dan Pengelolaan sumber daya alam yang mengamanatkan pada prinsipnya mengakui, menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa, termasuk hak tradisional atas sumber daya agraria atau sumber daya alam;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagimana dimaksud dalam huruf a dan b perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Taa Wana Propinsi Sulawesi Tengah.

Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104; Tambahan Lembaran Negara Nomor 2034);

2. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah pengganti Undang undang No. 2 Tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-undang No. 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Utara - Tengah dan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan - Tenggara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94; Tambahan Lembaran Negara Nomor 7) menjadi Undang-undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 94; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2687);

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 115; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501 );

4. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699 );

5. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165; Tambahan Lembaran Negara 3886 );

6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888 );

7. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4389 );

8. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125; Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437 );

9. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Pengaturan Mengenai Desa ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 142; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4155);

10. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2001- 2006;

11. Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Nomor 9 Tahun 2001 tentang Program Pembangunan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2001 -2006.

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH
DAN
GUBERNUR PROPINSI SULAWESI TENGAH

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TAU TAA WANA PROPINSI SULAWESI TENGAH.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :

1. Daerah adalah Daerah Propinsi Sulawesi Tengah; .

2. Pemerintah Daerah adalah Guhernur dan Perangkat Daerah sebagai unsur peneyelenggaraan Pemerintahan Daerah;

3. Kepala Daerah adalah Kepala Daerah Propinsi Sulawesi Tengah selanjutnya disebut Gubernur;

4. Masyarakat hukum Adat adalah Kelompok masayarakat yang berbentuk paguyuban masih terikat dengan tatanan hukum adat, adat istiadat, dan kepemimpinan lembaga adat, memiliki wilayah hukum adat serta memiliki hubungan lahiriah dan bathiniah dengan wilayah hukum adatnya;

5. Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana adalah komunitas yang masih bercirikan masyarakat hukum adat yang memiliki garis keturunan Tau Taa Wana, baik yang ada di dalam maupun di luar Wilayah hukum adat;

6. Hukum Adat Tau Taa Wana adalah seperangkat aturan atau norma hukum tidak tertulis yang berlaku di wilayah hukum adat, yang bersifat mengatur, mengikat dan dipertahankan serta memiliki sanksi yang dihargai dan dihormati serta ditaati semua pihak;

7. Hak Masyarakat Hukam Adat Tau Taa Wana atas sumber daya alam adalah hak secara turun temurun dalam menguasai dan mengelola sumber daya alam dalam bentuk komunal dan individu;

8. Adat Istiadat adalah kebiasaan-kebiasaan, nilai-nilai kaidah-kaidah serta kepercayaan sosial yang hidup dan dipertahankan secara turun temurun oleh komunitas adat sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari;

9. Lembaga Adat adalah Perangkat penguasa adat ataupun pemangku kepemimpinan dalam komunitas adat;

10. Wilayah Hukum Adat adalah kawasan yang ditempati dan dikuasai turun temurun oleh komunitas adat, dan komunitas adat memiliki hubungan lahiriah dan bathiniah dengan wilayah tersebut;

11. Kearifan Lokal adalah pengetahuan kebudayaan setempat yang mencakup pengembangan kreatifitas seni, kerajinan, obat-obatan serta cara-cara pertanian dan pengelolaan sumber daya alam secara lestari;

12. Opot adalah satuan mukim masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang berbentuk persekutuan kecil;

13. Lipu adalah satuan mukim masyarakat hukum adat Tau Taa Wana yang berbentuk persekutuan besar atau persekutuan setingkat kampung.

BAB II
PENGAKUAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 2

(1). Pemerintah Mengakui keberadaan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana yang mendiami hulu Sungai Bongka dan Hulu Sungai Salato.

(2). Pengakuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) termasuk Tata Nilai, Sistem Hukum, Norma-norma, Adat Istiadat dan Lembaga Adat, Wilayah Hukum Adat yang diakui bersama secara turun temurun serta memiliki kearifan-kearifan lokal.

Pasal 3

Persekutuan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana terlembagakan dalam satuan mukim Opot dan/atau Lipu.

Pasal 4

(1) Pemangku Lembaga Adat dalam persekutuan Opot adalah Tau Tua Opot

(2) Pemangku Lembaga Adat dalam persekutuan Lipu terdiri atas Tau Tua Lipu dan Tau Tua Ada

Pasal 5

(1). Wilayah Hukum Adat Tau Taa Wana terdapat pada hulu sungai Bongka dan hulu sungai Salato yang meliputi Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai dengan luas 387.510 Hektar atau 3.876,1 Km2.

(2). Wilayah Hukum Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal penerapan hukum adat terbagi atas Wilayah Hukum Adat Untunu Ue dan Wilayah Hukum Adat Tongon

(3). Penguasaan dan Pengelolaan Wilayah Hukum Adat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) terbagi atas Wilayah Opot dan/atau Wilayah Lipu.

(4). Penetapan Wilayah Opot dan/atau Wilayah Lipu berpedoman pada asal usul mukim dan/atau hubungan lahiriah dan bathiniah secara turun temurun antara warga persekutuan opot dan/atau lipu.

(5). Batas wilayah hukum adat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berpatokan pada gunung dan sungai dengan posisi geografis 00 48' 16" - 10 39' 13" Lintang Selatan dan 1210 19' 45" - 1220 9' 33" Bujur Timur.

(6). Batas-batas yang lebih detail tentang wilayah hukum adat Tau Taa Wana sebagaimana dimaksud ayat (5) tertuang dalam peta tata batas dengan tanda-tanda kartografi sesuai standar pemetaan, yang terlampir dalam Peraturan Daerah ini.

(7). Wilayah Hukum Adat Tau Taa Wana sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan berdasarkan kesepakatan dengan prinsip keadilan, kejujuran dan keterbukaan, dengan melibatkan pihak - pihak yang terkait.

Pasal 6

Pengembangan sistem dan kelembagaan adat diserahkan sepenuhnya kepada Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB III
PERLINDUNGAN TERHADAP MASYARAKAT HUKUM ADAT

Pasal 7

Pemerintah Daerah melindungi Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana beserta wilayah hukum adat, tata nilai, norma-norma, sistem hukum adat, adat istiadat, dan kearifan-kearifan lokalnya.

Pasal 8

Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 diwujudkan dengan cara :

a. Setiap pemberian izin pemanfaatan sumber daya alam kepada pihak-pihak luar dalam wilayah masyarakat hukum adat Tau Taa Wana, terlebih dahulu mendapat persetujuan warga persekutuan Lipu setempat;

b. Pemerintah Daerah menghormati, memberdayakan serta melestarikan sistem hukum adat, adat istiadat, kelembagaan adat, serta kearifan lokal masyarakat hukum adat Tau Taa Wana; dan

c. Pemerintah Daerah Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Morowali dan Kabupaten Banggai dapat membuat kebijakan daerahnya masing-masing dengan memperhatikan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

BAB IV
HAK DAN KEWAJIBAN

Pasal 9

Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana mempunyai hak :

a. Memperoleh perlindungan dan pengakuan dari Pemerintah Daerah dan Masyarakat Umum;

b. Memperoleh perlindungan hak-hak keperdataan;

c. Mengelola/memanfaatkan sumber daya alam yang berada di wilayah hukum adatnya

d. Menerapkan sistem Hukum Adatnya;

e. Menjalankan dan mengembangkan sistem Pemerintahan Adatnya.

Pasal 10

Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana berkewajiban menjaga kelestarian lingkungan dan sumber daya alam yang berada di wilayah hukum adatnya berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB V
LARANGAN DAN SANKSI

Pasal 11

Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana :

a. Dilarang melakukan kegiatan yang dapat merusak fungsi kawasan hutan dan sumber daya alam;

b. Dilarang membuka dan mengolah lahan di sempadan sungai dan daerah lereng terjal

c. Dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan kebakaran hutan.

d. Dilarang melakukan kegiatan yang dapat mencemari air; dan

e. Dilarang memburu satwa liar yang dilindungi.

Pasal 12

Sanksi Hukum Adat Masyarakat Tau Taa Wana berlaku bagi siapapun tanpa terkecuali dalam wilayah hukum adat Tau Taa Wana.

Pasal 13

Pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi pidana sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 14

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Paeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Propinsi Sulawesi Tengah.

Ditetapkan di Palu
Pada tanggal

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

AMINUDDIN PONULELE

=======================================================

PENJELASAN ATAS

RANCANGAN
PERATURAN DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGAH
NOMOR :

TENTANG

PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT HUKUM ADAT
TAU TAA WANA PROPINSI SULAWESI TENGAH

I. PENJELASAN UMUM

Pemukiman masyarakat hukum adat Tau Taa Wana menyebar dibagian hulu Sungai Bongka dan hulu Sungai Salato yang terletak di bagian timur Propinsi Sulawesi Tengah, tepatnya berada di antara Pegunungan Balingara, Batui dan Pompongeo. Wilayah mukim tersebut melintasi 3 (tiga) wilayah administrasi kabupaten, yakni Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai.

Keberadaan masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana di kawasan tersebut, telah berlangsung secara turun temurun jauh sebelum terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mereka percaya bahwa wilayah tersebut adalah "Tana nTau Tua" (tanah leluhur) yang dibuktikan dengan adanya artefak-artefak kuno peninggalan leluhur pada tempat-tempat tertentu yang dikeramatkan sebagai "Pangale Kapali" (hutan larangan).

Sebagai komunitas yang secara turun temurun bermukim di dalam kawasan hutan, sudah tentu keberlanjutan kehidupan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana amat bergantung pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hutan, baik material maupun kultural. Secara material kebutuhan pangan, sandang, papan, obat-obatan, sarana produksi pertanian, bahan bakar, peralatan rumah tangga, maupun peralatan ritual diperoleh dari sumber daya hutan yang menjadi kekayaan wilayah hukum adatnya. Sedangkan secara kultural, hutan merupakan faktor pembangunan struktur kebudayaan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana.

Adat istiadat dan kearifan lokal pengelolaan sumber daya hutan yang diterapkan oleh masyarakat hukum adat Tau Taa Wana secara turun temurun, terbukti mampu mendatangkan keadilan dan kelestarian lingkungan, sehingga sesungguhnya merupakan modal sosial yang amat bermanfaat bagi pembangunan yang berkelanjutan.

Namun dengan semakin maraknya kepentingan luar melangsungkan pengelolaan sumber daya alam di dalam dan di sekitar wilayah hukum adat Tau Taa Wana yang lebih mengutamakan pengerukan, dikhawatirkan akan mengancam keberlanjutan kehidupan masyarakat hukum adat Tau Taa Wana.
Untuk menyelamatkan keberlanjutan kehidupan hukum adat Tau Taa Wana dan kelestarian lingkungan wilayah masyarakat hukum adat Taa Wana, sera tata nilai dan/atau norma-norma adat istiadat dan lembaga adat, serta kearifan-kearifan lokal yang merupakan warisan leluhur komunitas masyarakat hukum adat Tau Taa Wana, maka dipandang perlu segera menetapkan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Tau Taa Wana.

Dengan mengingat wilayah hukum adat Tau Taa Wana berada dalam wilayah lintas batas wilayah Kabupaten Tojo Una-una, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai, maka Peraturan Daerah yang dimaksud adalah Peraturan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah.

II . PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup Jelas

Pasal 2

Ayat (1)

Wilayah hukum adat Tau Taa Wana di hulu Sungai Bongka meliputi kawasan sepanjang aliran sungai Salubuko, Kalincu, Bongka Kodi, Malogu, Makasi, Manyoe, Bulang, Menandar, Morowango dan Salubiro. Sedangkan Wilayah hukum adat Tau Taa Wana di hulu sungai Salato meliputi antara lain kawasan sepanjang aliran sungai Ula, Sumi'i, Ue Kiumo dan Kavuyu.

Ayat (2)

Cukup Jelas

Pasal 3

Cukup Jelas

Pasal 4

Ayat (1)

Tau Tua Opot adalah Pemangku Lembaga Adat dalam persekutuan Opot.

Ayat (2)

Tau Tua Lipu adalah Perangkat Penguasa Adat untuk urusan sosial kemasyarakatan
Tau Tua Ada adalah perangkat Penguasa adat untuk urusan peradilan adat

Pasal 5

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Sistem Hukum adat Untu nu ue dan Tongon adalah sistem hukum adat Taa yang sampai saat ini masih kuat berlaku pada komunitas Taa Wana di pedalaman dan pegunungan. Wilayah Hukum adat Untu nu Ue meliputi kawasan Kajumarangka (dalam cagar alam Morowali) dan sekitarnya, sedangkan Wilayah Hukum Adat Tongon meliputi antara lain kawasan sepanjang aliran sungai Salubuko, Kalincu, Bongka Kodi, Malogu, Makasi, Manyoe, Bulang, Menandar, Morowango dan Salubiro.

Ayat (3)

Cukup Jelas

Ayat (4)

Cukup Jelas

Ayat (5)

Cukup Jelas

Ayat (6)

Pihak-pihak terkait yang dimaksud antara lain, Masyarakat Hukum Adat Taa Wana, Pemerintah Daerah, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi serta pihak berkepentingan lainnya.

Pasal 6

Cukup Jelas

Pasal 7

Cukup Jelas

Pasal 8

Yang dimaksud persetujuan warga persekutuan lipu setempat adalah persetujuan tertulis yang diputuskan bersama melalui mekanisme musyawarah (pogombo) sesuai ketentuan norma dan hukum adat setempat. Persetujuan dari warga lipu setempat hanya berlaku pada wilayah kelola warga lipu bersangkutan, dan tidak berlaku pada wilayah kelola warga lipu lainnya.

Pasal 9

Cukup Jelas.

Pasal 10

Cukup jelas

Pasal 11

Yang dimaksud dengan fungsi kawasan hutan adalah fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi.

Pasal 12

Cukup Jelas

Pasal 13

Cukup Jelas

Pasal 14

Cukup Jelas