Wednesday, December 21, 2005

(3) Penjelasan RUU ttg Administrasi Kependudukan (versi 28


PENJELASAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR TAHUN 2005

TENTANG

ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN


I. UMUM

Disadari bahwa penduduk (rakyat) merupakan salah satu unsur terbentuknya suatu negara, di samping unsur-unsur lain, yaitu adanya pemerintahan dan wilayah. Dari tiga unsur tersebut, unsur wilayah dan rakyat tampaknya masih kurang mendapat perhatian. Hal tersebut membawa sejumlah implikasi antara lain adanya sentralistik pembangunan pada kota-kota besar serta implikasi yang lain di bidang administrasi kependudukan.

Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan tegas menjamin hak setiap penduduk untuk memperoleh status kewarganegaraan, kebebasan memeluk agama, meyakini kepercayaan, membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya serta berhak kembali.

Keberadaan hak-hak penduduk tersebut berkaitan dengan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialami oleh seseorang. Peristiwa Penting meliputi kejadian yang dialami dan membawa perubahan status penduduk serta memerlukan penerbitan bukti yang sah setelah dicatat oleh Pejabat Pencatat Sipil meliputi kelahiran, lahir mati, kematian, perkawinan dan perceraian, termasuk pengangkatan, pengakuan dan pengesahan anak serta perubahan status kewarganegaraan, ganti nama dan peristiwa penting lainnya, sedangkan peristiwa kependudukan yaitu kejadian yang dialami penduduk yang harus dilaporkan karena membawa implikasi perubahan data identitas atau surat keterangan kependudukan antara lain perubahan alamat, pindah datang untuk menetap, tinggal terbatas atau sementara serta perubahan status Orang Asing Tinggal Terbatas menjadi tinggal tetap.

Dalam kaitan dengan pemenuhan hak penduduk terutama di bidang catatan sipil masalah yang dihadapi adalah adanya ketentuan penggolongan penduduk yang didasarkan pada suku, keturunan dan agama sebagaimana tertuang dalam produk kolonial Belanda yang plural dan diskriminatif. Plural karena adanya dua kelompok peraturan yaitu pendaftaran penduduk dan catatan sipil. Diskriminatif karena pemberlakuannya berdasarkan pada perbedaan suku, keturunan dan agama. Penggolongan penduduk tersebut pada hakekatnya tidak sesuai dengan dasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Selain masalah hak-hak penduduk, masalah administrasi kependudukan yang cukup mendasar adalah masih tersebarnya sumber data kependudukan, belum terkoordinasi dan terintegrasi menjadi satu sistem administrasi kependudukan, ketepatan waktu dan belum optimalnya cakupan pelaporan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan. Di samping itu kepemilikan Kartu Tanda Penduduk ganda dan kurangnya kesadaran dan perhatian penduduk untuk melaporkan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialaminya menyebabkan ketidakjelasan legitimasi penduduk.

Untuk memperoleh hak-hak keperdataan (hak-hak sipil) yang berupa Kutipan dan Salinan Akta-akta Catatan Sipil tersebut, penduduk harus melaporkan kepada Instansi Penyelenggara agar mendapatkan pelayanan publik. Dengan pelayanan publik tersebut, pemerintah melakukan pendataan dan penerbitan dokumen penduduk. Jadi pada dasarnya perolehan status hukum keperdataan penduduk terkait erat dengan pelayanan publik sebagai suatu sistem.

Pendaftaran penduduk atas peristiwa kependudukan dan pencatatan sipil atas peristiwa penting merupakan kegiatan yang sangat penting, karena dari kegiatan tersebut akan diperoleh data mikro yang faktual, dan bukan semata-mata agregatif. Oleh sebab itu, maka Warga Negara Indonesia yang berada/bertempat tinggal di luar wilayah Republik Indonesia wajib melaporkan peristiwa penting yang dialaminya kepada Instansi Penyelenggara Pencatatan Sipil negara setempat atau kepada perwakilan Republik Indonesia karena dari pelaporan tersebut dapat dilakukan pendataan. Pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang tertib dan valid selain berguna bagi pengesahan secara hukum atas peristiwa penting dan peristiwa kependudukan perorangan, juga sangat bermanfaat bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Daerah guna menyelenggarakan tugas pelayanan, perlindungan, kesejahteraan, menumbuh kembangkan demokrasi, pemerataan dan keadilan, persatuan dan kesatuan nasional, serta bermanfaat bagi perencanaan program-program pembangunan sebagai dasar peningkatan dan pengembangan kualitas penduduk sendiri.

Pemecahan masalah administrasi kependudukan telah diusahakan secara berkesinambungan melalui kebijakan substansial, penataan kelembagaan, pemberdayaan aparatur dan aspek penunjang lainnya. Kebijakan yang mendasar tersebut perlu dilaksanakan, karena selama ini sumber data kependudukan masih tersebar, belum terkoordinasi dan terintegrasi menjadi satu sistem administrasi kependudukan, ketepatan waktu dan belum optimalnya cakupan pelaporan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan, belum terbentuknya institusi penyelenggaraan administrasi kependudukan di seluruh Kabupaten/Kota dan Provinsi.

Berbagai permasalahan tersebut merupakan salah satu implikasi dari belum dimilikinya landasan hukum yang kuat mengenai pengaturan administrasi kependudukan, sehingga sampai saat ini belum mampu menghasilkan data dan informasi kependudukan secara nasional yang tepat, cepat, akurat dan berkesinambungan.

Dari sisi yuridis, saat ini cukup banyak kebijakan kependudukan yang dituangkan dalam berbagai aturan seperti kewarganegaraan, kesehatan, tenaga kerja, transmigrasi, statistik, perkawinan, kesejahteraan sosial, lingkungan hidup, keimigrasian, peradilan agama dan perkembangan kependudukan dan keluarga sejahtera, tetapi berbagai aturan tersebut masih parsial pada bidangnya masing-masing. Aturan-aturan tersebut belum cukup memberikan basis mendasar bagi penyelenggaraan administrasi kependudukan yang menyeluruh. Oleh karena itu diperlukan landasan hukum yang kuat dengan substansi yang komprehensif, agar penyelenggaraan administrasi kependudukan menjadi optimal.

Undang-Undang Dasar 1945 (Perubahan Kedua) pada Pasal 26 ayat (3) mengamanatkan bahwa hal-hal mengenai Warga Negara dan Penduduk diatur dengan Undang-Undang. Selain itu, Ketetapan MPR RI Nomor VI/MPR RI/2002 tentang Rekomendasi Atas Laporan Pelaksanaan Putusan MPR RI oleh Presiden, DPA, DPR, BPK, MA. Pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2002 juga merekomandasikan kepada Presiden "Segera Menciptakan Sistem Pengenal Tunggal dan Terpadu (Kartu Tanda Penduduk), atau Nomor Induk Tunggal dan Terpadu bagi seluruh penduduk Indonesia dari lahir hingga meninggal dunia, dan dengan nomor yang sama digunakan pula pada Paspor, Surat Ijin Mengemudi, Nomor Pokok Wajib Pajak dan Kartu Pengenal lainnya". Amanat tersebut tampaknya perlu diakomodir perumusannya dalam Undang-Undang agar dapat diwujudkan Sistem Administrasi Kependudukan secara nasional yang terpadu antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah.

Administrasi Kependudukan, penyelenggaraannya juga wajib merupakan pengesahan hak-hak administrasi kependudukan dalam rangka pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakan hukum (Law Enforcement), karena keberadaannya akan melibatkan seluruh penduduk sebagai subyek dan obyek dalam pembangunan. Dengan demikian, administrasi kependudukan akan mampu memberikan legalitas bagi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan.

Pengertian administrasi kependudukan dalam Undang-Undang ini adalah rangkaian kegiatan penataan dan penertiban dalam penerbitan dokumen dan data kependudukan melalui pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil, pengelolaan informasi penduduk serta pendayagunaan hasilnya untuk pelayanan publik dan pembangunan sektor lain. Sedangkan pengertian Penduduk adalah warga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di Indonesia. Dalam dimensi tersebut penduduk dipahami sebagai orang yang bertempat tinggal dalam batas wilayah Negara Republik Indonesia dalam jangka waktu tertentu serta mempunyai hak dan kewajiban di bidang administrasi kependudukan.

Dengan pengertian tersebut, diharapkan akan diperoleh landasan bagi :

terselenggaranya administrasi kependudukan dalam skala nasional yang terpadu dan tertib, dimulai dari terselenggaranya pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil;

tersedianya data dan informasi mengenai pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil pada berbagai tingkatan secara akurat, lengkap, mutakhir dan mudah diakses sehingga menjadi acuan bagi perumusan kebijakan kependudukan dan pembangunan pada umumnya; dan

terpenuhinya hak penduduk di bidang pelayanan administrasi kependudukan.

Untuk kepentingan tersebut, maka administrasi kependudukan diselenggarakan dengan berasaskan pada hal-hal yang bersifat universal, permanen dan berkelanjutan, yaitu :

persamaan kedudukan dalam hukum;
perlindungan;
keamanan;
kepastian hukum.

Pendaftaran penduduk menganut stelsel aktif bagi penduduk maupun penyelenggara pendaftaran penduduk dan didasarkan pada domisili atau tempat tinggal atas terjadinya peristiwa kependudukan yang dialami oleh seseorang dan/atau keluarganya. Sedangkan Pencatatan Sipil menganut stelsel aktif bagi penduduk maupun penyelenggara pencatatan sipil dan didasarkan pada tempat terjadinya peristiwa penting yang dialami oleh dirinya dan/atau keluarganya.

Dengan asas-asas tersebut, diharapkan administrasi kependudukan sebagai suatu sistem akan terselenggara sebagai bagian dari administrasi negara, yang dalam pelaksanaannya mencakup data peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang bermanfaat bagi kepentingan penduduk dan kepentingan Pemerintah. Dari sisi kepentingan penduduk administrasi kependudukan, akan memberikan pemenuhan hak-hak administrasi seperti pelayanan publik serta jaminan perlindungan dan asuransi sosial yang berkenaan dengan dokumen penduduk, tanpa adanya perlakuan diskriminatif antar penduduk. Selain itu memberikan kesempatan bagi penduduk untuk mengembangkan diri. Sedangkan manfaat administrasi kependudukan bagi kepentingan pemerintah merupakan sub sistem administrasi yang tertib sebagai upaya meningkatkan keamanan wilayah Republik Indonesia dari segala ancaman, gangguan dan intervensi dari dalam maupun luar negeri. Sejalan dengan hal tersebut di atas, administrasi kependudukan meletakkan penghormatan hak-hak asasi manusia sebagai dasar pelaksanaan hak atas pemanfaatan informasi dan jaminan atas rahasia pribadi.

Penyelenggaraan administrasi kependudukan diarahkan pada :

a. pemenuhan hak asasi setiap orang di bidang pelayanan administrasi kependudukan;

b. peningkatan kesadaran penduduk akan kewajibannya untuk berperan serta dalam pelaksanaan administrasi kependudukan;

c. pemenuhan data statistik kependudukan dan statistik peristiwa kependudukan;

d. dukungan terhadap pembangunan perencanaan kependudukan secara nasional, regional dan lokal; dan

e. dukungan terhadap pembangunan sistem administrasi kependudukan guna meningkatkan pemberian pelayanan publik tanpa diskriminasi.

Penyelenggaraan administrasi kependudukan bertujuan untuk :

memberikan keabsahan identitas dan kepastian hukum atas dokumen penduduk untuk setiap peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialami oleh penduduk;

memperjelas status kewarganegaraan dan keperdataan setiap orang;

menyediakan data dan informasi penduduk yang akurat, lengkap dan mutakhir di pusat dan daerah; dan

mewujudkan tertib administrasi kependudukan secara nasional dan terpadu.

Selain asas, arah dan tujuan, Undang-Undang ini juga mengatur hak dan kewajiban penduduk, kewenangan penyelenggaraan administrasi kependudukan, pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dokumen penduduk, pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil saat negara dalam keadaan bahaya, pengelolaan informasi administrasi kependudukan, peranserta masyarakat, penyidikan, sanksi administratif, ketentuan pidana, ketentuan peralihan dan ketentuan penutup.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup jelas

Pasal 2
Cukup jelas

Pasal 3
Cukup jelas

Pasal 4
Cukup jelas

Pasal 5
Yang dimaksud dengan Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Pembuatan standar yang bersifat nasional di bidang administrasi kependudukan sangat diperlukan dalam upaya penertiban administrasi kependudukan.

Penetapan pedoman di bidang administrasi kependudukan oleh Presiden dalam bentuk Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Presiden, serta pedoman yang ditetapkan oleh Menteri dalam bentuk Peraturan Menteri hendaknya digunakan sebagai acuan dalam pembuatan Peraturan Daerah oleh Kabupaten/Kota.

Huruf c
Cukup jelas

Pasal 6

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 7

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Yang dimaksud dengan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 8

Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sesuai kekhususannya berbeda dengan Provinsi yang lain karena diberi kewenangan untuk menyelenggarakan administrasi kependudukan seperti Kabupaten/Kota.

Pasal 9
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Yang dimaksud dengan pembuktian adalah pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil menyangkut keabsahan terjadinya peristiwa, pelaporan dan saksi serta dokumen-dokumen pendukungnya.

Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 11

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan Registrar adalah petugas di Desa atau Kelurahan yang ditugasi untuk melakukan pelayanan pendaftaran atas pelaporan peristiwa penting dan peristiwa kependudukan yang dialami seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 13

Ayat (1)
NIK berlaku seumur hidup dan bagi yang sudah meninggal tidak bisa digunakan atau digantikan oleh orang lain.

NIK bagi orang asing yang memiliki izin tinggal terbatas dan izin tinggal tetap diberikan pada saat yang bersangkutan melaporkan kedatangannya/keberadaannya di Indonesia pada Instansi Penyelenggara.

Apabila orang asing tersebut pindah keluar negeri NIK orang asing yang bersangkutan masih tetap disimpan di bank data kependudukan nasional, agar sewaktu-waktu orang asing yang bersangkutan jika kembali menjadi penduduk Indonesia masih menggunakan NIK yang sama. Sistem ini dirancang sebagai alat pengawasan bagi orang asing yang tinggal di Indonesia.

Ayat (2)

Pemberian NIK kepada penduduk didasarkan atas Sistem Informasi Administrasi Kependudukan.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 14

Cukup jelas

Pasal 15

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Pindah Datang adalah perubahan tempat tinggal penduduk dari tempat lama ke tempat baru untuk menetap.

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)
Perubahan dan penerbitan KK dilakukan di daerah asal dan di daerah tujuan, sesuai dengan jenis kepindahannya (Kepala Keluarga, Kepala Keluarga dan seluruh anggota Keluarga, Kepala Keluarga dan sebagian anggota keluarga dan hanya anggota keluarga), sedangkan penerbitan KTP hanya dilakukan di daerah tujuan.

Pasal 17

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 18
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Orang Asing yang memiliki izin tinggal terbatas adalah Orang Asing yang tinggal dalam jangka waktu terbatas di wilayah Negara Republik Indonesia dan telah mendapatkan izin tinggal terbatas dari Instansi yang berwenang.

Yang dimaksud dengan Orang Asing yang memiliki izin tinggal tetap adalah Orang Asing yang berada dalam wilayah Negara Republik Indonesia dan telah mendapatkan izin tinggal tetap dari Instansi yang berwenang.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)
Masa berlaku Surat Keterangan Tempat Tinggal disesuaikan dengan Kartu Ijin Tinggal Terbatas.

Pasal 19
Ayat (1)

Penduduk Warga Negara Indonesia yang bermaksud tinggal sementara di luar tempat tinggal tetap dibatasi dari 90 (sembilan puluh) hari berturut-turut hingga 1 (satu) tahun.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)
Yang dimaksud dengan penduduk yang melaporkan kedatangannya ialah :
kepala keluarga; atau
anggota keluarga.


Ayat (4)

Surat Keterangan Tinggal Sementara berlaku 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali.
Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 20

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pindah ke luar negeri adalah penduduk yang bermaksud tinggal menetap di luar negeri atau meninggalkan tanah air untuk jangka waktu 1 (satu) tahun berturut-turut atau lebih dari 1 (satu) tahun.

Penduduk tersebut termasuk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang akan bekerja ke Luar Negeri.

Ayat (2)
Penduduk yang telah menerima Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri maka status yang bersangkutan sebagai penduduk menjadi lepas dan diwajibkan mengembalikan KTP dan daftar penduduk yang bersangkutan dalam KK disesuaikan.

Ayat (3)
Pelaporan pada Kantor Perwakilan Republik Indonesia diperlukan sebagai input pendataan WNI di luar negeri.

Pasal 21
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 22

Yang dimaksud dengan Penduduk Lokal Pelintas Batas Tradisional adalah penduduk yang melakukan lintas batas antar negara yang didasari pada kegiatan ekonomi, sosial dan budaya suatu kelompok penduduk sebagai kesatuan masyarakat hukum yang bertempat-tinggal secara turun-temurun di wilayah Kabupaten atau Kota yang berbatasan langsung dengan negara tetangga yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 23
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Surat Keterangan Tempat Tinggal (SKTT) adalah Surat Keterangan Kependudukan yang diberikan kepada Orang Asing pemegang ijin tinggal terbatas sebagai bukti diri bahwa yang bersangkutan telah terdaftar di Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota sebagai penduduk tinggal terbatas.

Ayat (3)

Masa berlaku SKTT disesuaikan dengan masa berlaku izin tinggal terbatas.

Pasal 24
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 25
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 26
Cukup jelas

Pasal 27

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan adalah penduduk yang mengalami hambatan dalam memperoleh dokumen penduduk yang disebabkan oleh bencana alam, kerusuhan sosial, atau bertempat tinggal di daerah terbelakang.


Yang dimaksud dengan daerah terbelakang adalah daerah yang penduduknya terbelakang dari sisi pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan geografis.

Pendataan dilakukan dengan membentuk Tim di Daerah yang beranggotakan dari instansi terkait.

Huruf a
Cukup jelas

Huruf b
Cukup jelas

Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas


Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan pendataan penduduk secara periodik adalah pendataan yang dilakukan secara teratur setiap tahun.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 28
Cukup jelas

Pasal 29

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan penduduk yang tidak mampu melaksanakan pelaporan sendiri meliputi pertimbangan umur, sakit keras, cacat fisik dan cacat mental.

Ayat (2)

Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan tempat terjadinya peristiwa adalah wilayah terjadinya kelahiran.

Waktu pelaporan kelahiran paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja merupakan tenggang waktu yang memungkinkan bagi penduduk untuk melaporkan peristiwa kelahiran sesuai dengan kondisi/letak geografis Indonesia.


Penduduk yang wajib melaporkan kelahiran adalah Kepala Keluarga.

Ayat (2)

Pejabat Pencatat Sipil mencatat berdasarkan Surat Keterangan dari orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran.

Yang dimaksud dengan orang yang menyaksikan dan/atau membantu proses kelahiran adalah orang tua anak, dokter, perawat, bidan atau dukun bayi.

Pasal 31

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Kutipan akta kelahiran seorang anak yang tidak diketahui keberadaan orang tuanya diserahkan kepada yang bersangkutan setelah ia dewasa.
Pasal 32
Ayat (1)
Kewajiban untuk melaporkan kepada Instansi Penyelenggara Pencatatan Sipil negara setempat diperlukan mengingat asas yang dianut untuk pencatatan sipil adalah asas peristiwa.

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan wilayah akreditasi adalah Perwakilan Negara Republik Indonesia yang terdekat yang memiliki hubungan politik dengan pemerintah Indonesia.

Ayat (3)
Perwakilan Republik Indonesia setempat mendapat laporan sebagai input dalam pendataan WNI di luar negeri berhak.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 33

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas


Ayat (6)

Cukup jelas

Pasal 34

Ayat (1)

Persetujuan dari Instansi Penyelenggara diperlukan mengingat pelaporan kelahiran tersebut sudah melampaui batas waktu sampai dengan 1 (satu) tahun dikhawatirkan terjadi penipuan atau hal-hal yang tidak diinginkan. Persetujuan tersebut juga berfungsi sebagai verifikasi atas keabsahan data yang dilaporkan.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 35

Cukup jelas


Pasal 36

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan lahir mati adalah kelahiran seorang bayi dari kandungan yang berumur paling sedikit 28 (dua puluh delapan) minggu pada saat dilahirkan tanpa menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

Ayat (2)

Peristiwa lahir mati tidak terbitkan Akta Catatan Sipil, akan tetapi diterbitkan Surat Keterangan Lahir Mati.

Meskipun tidak diterbitkan akta catatan sipil tetapi pendataannya diperlukan untuk kepentingan perencanaan dan pembangunan di bidang kesehatan.

Pasal 37

Cukup jelas

Pasal 38

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.

Perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dilaporkan oleh penduduk kepada Kantor Urusan Agama Departemen Agama sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)

Penerbitan Akta Perkawinan bagi penduduk yang beragama Islam dilakukan oleh Departemen Agama.

Ayat (3)

Kutipan Akta Perkawinan mempunyai nilai yang sama secara autentik dengan Buku Nikah yang diterbitkan sebelum ditetapkannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Pasal 39

Huruf a

Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan adalah perkawinan yang dilakukan antar umat yang berbeda agama atau yang dilakukan penganut kepercayaan.

Huruf b

Perkawinan yang dilakukan oleh Warga Negara Asing di Indonesia, harus mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perkawinan di Indonesia.

Pasal 40

Cukup jelas

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 42

Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Ketentuan ini tidak berlaku bagi penganut agama Islam karena masih diberlakukan ketentuan mengenai rujuk yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 1954 tentang Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan perceraian adalah terputusnya ikatan perkawinan suami istri berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Pencatatan perceraian bagi penduduk yang beragama Islam dilaporkan kepada Kantor Urusan Agama Departemen Agama sesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 46

Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 47

Cukup jelas


Pasal 48

Cukup jelas

Pasal 49

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 50

Cukup jelas

Pasal 51

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kematian adalah ketiadaan permanen dari seluruh kehidupan pada saat manapun setelah kelahiran hidup terjadi.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan Surat Keterangan dari pihak yang berwenang ialah dari Rumah Sakit, Dokter/Paramedis, Kepala Desa atau dari Kepolisian.

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 53

Cukup jelas

Pasal 54

Ayat (1)
Yang dimaksud dengan pengangkatan anak adalah perbuatan hukum untuk mengalihkan hak anak dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 55

Ayat (1)

Cukup jelas



Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)
Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 56

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pengakuan anak adalah pengakuan dari seorang ayah terhadap anaknya yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah atas persetujuan ibu kandung anak tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 57

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan pengesahan anak adalah pengesahan status seorang anak yang lahir di luar ikatan perkawinan yang sah, kemudian diikuti dengan perkawinan yang sah oleh kedua orang tua anak tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 58

Cukup jelas

Pasal 59

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 60
Cukup jelas

Pasal 61

Ayat (1)

Persyaratan dan tata cara perubahan status kewarganegaraan didasarkan pada Peraturan Perundang-undangan tentang Kewarganegaraan.

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 62

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas
Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Pasal 63
Cukup jelas

Pasal 64
Ayat (1)

Yang dimaksud dengan peristiwa penting lainnya adalah peristiwa yang ditetapkan oleh Pengadilan Negeri untuk dicatatkan pada Instansi Penyelenggara, antara lain perubahan jenis kelamin.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 65
Cukup jelas

Pasal 66

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan Biodata Penduduk adalah keterangan yang berisi elemen data tentang jatidiri, informasi dasar serta riwayat perkembangan dan perubahan keadaan yang dialami oleh penduduk sejak saat kelahiran.

Huruf b

Cukup jelas

Huruf c

Cukup jelas

Huruf d

Cukup jelas

Huruf e

Cukup jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan Pejabat yang diberi delegasi kewenangan ialah Pejabat yang membidangi Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil, Camat atau Kepala Desa/Lurah. Pendelegasian kewenangan hendaknya diatur dengan Peraturan Daerah mengingat pelaksanaan otonomi sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 harus dilakukan dengan penetapan Peraturan Daerah.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 67
Cukup jelas

Pasal 68

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan Kepala Keluarga adalah :

Orang yang bertempat tinggal dengan orang lain baik mempunyai hubungan darah maupun tidak, yang bertanggungjawab terhadap keluarga;
Orang yang bertempat tinggal seorang diri; atau
Kepala Kesatrian, Asrama, Rumah Yatim Piatu, dan lain-lain dimana beberapa orang bertempat tinggal bersama-sama.

Setiap kepala keluarga wajib memiliki KK, meskipun kepala keluarga tersebut masih numpang di rumah orang tua, karena pada prinsipnya dalam satu alamat rumah boleh lebih dari satu KK.

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan penduduk ialah penduduk yang tinggal sendiri atau bersama orang lain sebagai anggota keluarga.

Pasal 69

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)
Yang dimaksud dengan perubahan susunan keluarga dalam KK adalah perubahan yang dilaporkan oleh penduduk kepada Instansi Penyelenggara apabila terjadi kelahiran dan kematian.

Ayat (3)

Penerbitan KK baik di daerah asal maupun di daerah tujuan disesuaikan dengan jenis kepindahan, apabila di daerah asal masih ada keluarga yang ditinggalkan maka diperlukan perubahan atau penerbitan KK baru, begitu juga apabila yang pindah adalah anggota keluarga maka perlu penerbitan KK didaerah tujuan. Namun perubahan alamat dalam KTP hanya dilakukan di daerah tujuan.

Pasal 70
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas

Ayat (5)

Cukup jelas


Pasal 71
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Ayat (3)

Meskipun KTP berlaku seumur hidup namun apabila penduduk tersebut pindah dalam wilayah Indonesia maka KTP tersebut dilakukan perubahan alamat di daerah tujuan.

Pasal 72
Yang dimaksud dengan Surat Keterangan Kependudukan meliputi :
a. Surat Keterangan Pindah Datang;
b. Surat Keterangan Pindah Sementara;
c. Surat Keterangan Tinggal Sementara;
d. Surat Keterangan Pindah ke Luar Negeri;
e. Surat Keterangan Datang dari Luar Negeri;
f. Surat Keterangan Tempat Tinggal untuk Orang Asing Tinggal Terbatas;
g. Surat Keterangan Kependudukan khusus untuk Penduduk Rentan;
h. Surat Keterangan Kelahiran;
i. Surat Keterangan Lahir Mati;
j. Surat Keterangan Pembatalan Perkawinan;
k. Surat Keterangan Perceraian;
l. Surat Keterangan Pembatalan Perceraian;
m. Surat Keterangan Kematian;
n. Surat Keterangan Pengangkatan Anak;
o. Surat Keterangan Pelepasan Kewarganegaran Republik Indonesia.

Pasal 73
Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas
Huruf b

Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas

Ayat (3)
Cukup jelas

Ayat (4)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas


Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Ayat (5)

Cukup jelas

Pasal 74
Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Huruf e
Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Pasal 75
Ayat (1)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas



Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas

Ayat (2)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Ayat (3)

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas

Ayat (4)

Cukup jelas


Pasal 76
Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 77

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan kesalahan tulis redaksional adalah kesalahan satuan huruf atau abjad.

Ayat (2)

Pembetulan akta biasanya dilakukan pada saat akta sudah selesai di proses (akta sudah jadi) tetapi belum diserahkan atau akan diserahkan kepada subjek akta. Pembetulan akta atas dasar koreksi dari petugas, wajib diberitahukan kepada subjek akta.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 78

Ayat (1)
Pembatalan akta dilakukan atas permintaan orang lain atau subjek akta, dengan alasan akta cacat hukum karena dalam proses pembuatan didasarkan pada keterangan yang tidak benar dan tidak sah.

Ayat (2)

Cukup jelas


Pasal 79

Cukup jelas

Pasal 80

Cukup jelas

Pasal 81
Cukup jelas

Pasal 82
Yang dimaksud dengan Petugas Rahasia adalah reserse dan intel yang melakukan tugasnya di luar daerah domisilinya.

Pasal 83
Cukup jelas

Pasal 84
Cukup jelas

Pasal 85


Ayat (1)

Keadaan bahaya meliputi :

1. keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau di sebagian wilayah Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa;
2. timbul perang atau bahaya perang dikhawatirkan perkosaan wilayah negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga;
3. hidup negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata dan atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup negara.
Ayat (2)

Cukup jelas
Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 86
Ayat (1)

Cukup jelas
Ayat (2)

Cukup jelas

Pasal 87
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas



Pasal 88
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)

Pembangunan dan pengembangan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan ditujukan untuk mewujudkan komitmen nasional dalam rangka menciptakan sistem pengenal tunggal atau nomor induk tunggal dan terpadu bagi seluruh penduduk Indonesia, dengan jelas menginterpretasikan/merelasionalkan data hasil perekaman pengolahan pendaftaran penduduk yang selanjutnya akan mendapatkan data penduduk nasional yang dinamis karena terjadinya proses pemutakhiran data seseorang setiap terjadi peristiwa penting dan peristiwa kependudukan.

Pembangunan Sistem Informasi Administrasi Kependudukan dilakukan dengan menggunakan perangkat keras, perangkat lunak dan sistem jaringan komunikasi data yang efisien dan efektif agar dapat diterapkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bagi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang belum tersedia fasilitas komunikasi data, sistem komunikasi data dilakukan dengan semi manual dan manual.

Yang dimaksud dengan semi manual adalah dilakukan dengan cara perekaman data menggunakan komputer namun pengiriman data menggunakan CD/disket secara periodik karena belum tersedia jaringan komunikasi data.


Yang dimaksud dengan Manual adalah dilakukan perekaman data secara manual karena tidak tersedia listrik ataupun jaringan komunikasi data. Pengiriman dilakukan secara periodik dengan sistem pelaporan berjenjang.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 89

Ayat (1)
Informasi yang diperlukan dari hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil yang disajikan dalam bentuk laporan-laporan statistik kependudukan dan statistik peristiwa penting.

Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 90
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 91
Ayat (1)

Cukup jelas.


Ayat (2)

Penyidik Pegawai Negeri Sipil memberitahukan dimulainya penyidikan kepada pejabat penyidik kepolisian negara republik Indonesia dan hasil penyidikan diserahkan kepada penuntut umum melalui Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan jaminan bahwa hasil penyidikannya telah memenuhi ketentuan dan persyaratan. Mekanisme hubungan koordinasi antara Pejabat Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan Pejabat Penyidik Polisi Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Yang dimaksud dengan Penyidik Pegawai Negeri Sipil adalah pegawai yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang untuk melakukan penyidikan di bidang administrasi kependudukan.

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 92
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas

Pasal 93
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas



Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Cukup jelas
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Huruf l
Cukup jelas
Huruf m
Cukup jelas
Huruf n
Cukup jelas
Huruf o
Cukup jelas

Pasal 94
Ayat (1)
Cukup jelas

Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 95
Cukup jelas

Pasal 96
Cukup jelas

Pasal 97
Cukup jelas

Pasal 98

Cukup jelas

Pasal 99

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas

Pasal 100

Cukup jelas


Pasal 101

Cukup jelas

Pasal 102

Cukup jelas

Pasal 103

Cukup jelas

Pasal 104

Cukup jelas

Pasal 105

Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas

Pasal 106

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR ..................

[C-9:\LILIE\RUU\CIKOPO\RUU-ADM HSL CIKOPO (14-06-05] rev