Monday, December 26, 2005

Perda Kab. Wonosobo No. 22 Thn 2001 ttg PSDHBM

PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO
NOMOR 22 TAHUN 2001

TENTANG
PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT
KABUPATEN WONOSOBO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI WONOSOBO

Menimbang :

a. bahwa untuk menampung dan mengantisipasi perkembangan aspirasi masyarakat guna memperoleh manfaat yang optimal dari hutan dan kawasan hutan, maka pada prinsipnya semua hutan dan kawasan hutan harus dapat dimanfaatkan dengan tetap memperhatikan sifat, karakteristik, dan kerentanannya, dengan tidak mengubah fungsi pokoknya;

b. bahwa praktek-praktek pengelolaan hutan berorientasi hanya kepada kayu sehingga kurang memperhatikan hak dan peranserta rakyat, oleh karena itu dilihat dari sisi fungsi produksinya keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan faktor kunci bagi keberhasilan pengelolaan hutan;

c. bahwa dalam rangka desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan maka semua pihak termasuk Pemerintah Daerah wajib berupaya untuk memberdayakan masyarakat dengan cara memberikan peluang usaha yang lebih besar kepada masyarakat setempat;

d. bahwa meningkatnya keberdayaan dan kesejahteraan masyarakat dari usaha pemanfaatan hutan harus menjadi salah satu sasaran utama dalam mengupayakan tercapainya pengelolaan hutan yang lebih berhasil, dengan melihat contoh nyata keberhasilan hutan rakyat di Kabupaten Wonosobo, maka upaya pemberdayaan masyarakat setempat melalui pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat dalam kesatuan pengelolaan terkecil sehingga dapat dikelola secara efisien dan lestari sesuai dengan fungsi hutan, merupakan suatu keniscayaan;

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Masyarakat di Kabupaten Wonosobo.


Mengingat :
1. Undang-undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Tengah (Berita Negara RI Tahun 1950 Nomor 42);

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam (Lembaran Negara RI tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3699) ;

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3839);

5. Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3848) ;

6. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 3952);

7. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran RI Negara Nomor 3952);

8. Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1999 tentang Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan dan Bentuk Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah dan Rancangan Keputusan Presiden (Lembaran Negara RI Tahun 1999 Nomor 70);

9. Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 02 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Dinas-Dinas Kabupaten Wonosobo (Lembaran Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2001 Nomor 7).


Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN WONOSOBO

MEMUTUSKAN:


Menetapkan : PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO TENTANG PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT KABUPATEN WONOSOBO


BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:

a. Daerah adalah Kabupaten Wonosobo.

b. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Wonosobo.

c. Bupati adalah Bupati Kabupaten Wonosobo.

d. Dewan adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Wonosobo.

e. Dinas Kehutanan dan Perkebunan adalah Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonosobo.

f. Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Masyarakat adalah sistem pengelolaan sumber daya hutan yang dilakukan oleh masyarakat setempat di kawasan hutan negara berdasarkan fungsi dan peruntukkannya yang selanjutnya disingkat dengan PSDHBM.

g. Hutan Negara adalah hutan yang berada pada tanah yang tidak dibebani hak atas tanah.

h. Hasil Hutan adalah benda-benda hayati, non-hayati, dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan.

i. Pemanfaatan Hutan adalah bentuk kegiatan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat dalam pemanfatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutan bukan kayu, pemungutan hasil hutan kayu, dan pemungutan hasil hutan bukan kayu.

j. Ijin PSDHBM adalah ijin yang diberikan oleh Bupati untuk melakukan pengelolaan hutan negara kepada kelompok masyarakat setempat secara berkelanjutan.

k. Pemegang ijin PSDHBM adalah kelompok masyarakat setempat yang diberi ijin oleh Bupati untuk melakukan pengelolaan sumber daya hutan di kawasan hutan negara secara berkelanjutan.

l. "Forum Hutan Wonosobo" adalah lembaga independen yang merupakan wadah komunikasi dan koordinasi multi pihak di bidang kehutanan di Kabupaten Wonosobo yang berdirinya dikukuhkan dengan Keputusan Bupati.

m. LSM pendamping adalah lembaga swadaya masyarakat yang berbadan hukum yang peduli pada bidang gerak pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya hutan yang lestari, adil dan demokratis dengan menyediakan diri untuk melakukan kegiatan pendampingan masyarakat sekitar hutan di wilayah administratif Kabupaten Wonosobo.

n. Masyarakat Setempat adalah kesatuan sosial yang terdiri dari warga negara Republik Indonesia yang tinggal di dalam atau sekitar hutan, yang membentuk komunitas yang didasarkan pada kesamaan mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan, kesejarahan, keterikatan tempat tinggal, serta pengaturan tata tertib kehidupan bersama.

o. Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah kabupaten.

p. Badan Perwakilan Desa atau yang disingkat dengan BPD adalah organ yang merupakan salah satu unsur pemerintahan desa sebagaimana yang dimaksud di dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah.

q. Zona adalah suatu kesatuan tempat yang memiliki karakteristik tertentu.

r. Inventarisasi adalah pencatatan dan pengumpulan data kehutanan di wilayah administratif Kabupaten Wonosobo.

s. Identifikasi adalah penentuan dan penetapan status di kawasan hutan negara dalam wilayah administratif Kabupaten Wonosobo berdasarkan karakteristik dan kondisi bio fisik.


BAB II
PENYELENGGARAAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA HUTAN BERBASIS MASYARAKAT

Bagian Kesatu
Asas

Pasal 2

Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat (PSDHBM) didasarkan pada asas-asas sebagai berikut:

a. Asas kelestarian fungsi hutan, yaitu dimaksudkan agar setiap langkah PSDHBM benar-benar memperhatikan daya dukung lahan, memulihkan, serta mempertahankan fungsi sumber daya hutan.

b. Asas kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan, yaitu dimaksudkan agar PSDHBM dapat turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat secara terus-menerus.

c. Asas pengelolaan sumber daya alam yang demokratis, yaitu dimaksudkan agar masyarakat setempat diposisikan sebagai pelaku utama dalam PSDHBM, Pemerintah Daerah sebagai fasilitator, dan proses pengambilan keputusan dilakukan melalui musyawarah mufakat.

d. Asas keadilan sosial, yaitu dimaksudkan agar PSDHBM mengutamakan masyarakat setempat yang mata pencahariannya tergantung kepada kawasan hutan, dan setiap kelompok dalam masyarakat setempat mempunyai peluang yang sama untuk memperoleh manfaat dari PSDHBM, serta didukung oleh sistem insentif dan disinsentif yang yang jelas dan disepakati bersama.

e. Asas akuntabilitas publik, yaitu dimaksudkan agar PSDHBM dilaksanakan dengan mempertimbangkan kepentingan umum dengan timbal balik berupa adanya hak dari kelompok masyarakat setempat pemegang ijin PSDHBM untuk memperoleh kompensasi atas jasa-jasa lingkungan yang dinikmati oleh masyarakat luas.

f. Asas kepastian hukum, yaitu dimaksudkan agar PSDHBM dilakukan dalam kerangka hukum dan kebijaksanaan yang melindungi hak-hak masyarakat setempat, kelembagaan PSDHBM yang diakui dan diberdayakan, serta tersedia fasilitasi yang mampu mengembangkan PSDHBM.


Bagian Kedua
Ruang Lingkup

Pasal 3

Ruang lingkup penyelenggaraan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat (PSDHBM) meliputi:

1. Penetapan lokasi;

2. Penyiapan masyarakat;

3. Perijinan;

4. Pengelolaan; dan

5. Pengendalian.

Pasal 4

Ruang lingkup penyelenggaraan PSDHBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sebagai satu kesatuan mulai dari penetapan lokasi, penyiapan masyarakat, perijinan, pengelolaan, sampai dengan pengendalian.


BAB III
PENETAPAN LOKASI

Pasal 5

Kawasan hutan negara yang ditetapkan sebagai lokasi penyelenggaraan PSDHBM adalah seluruh kawasan hutan negara di wilayah administratif Kabupaten Wonosobo.

Pasal 6

(1) Penentuan lokasi dilakukan untuk menentukan status kawasan hutan berdasarkan fungsi hutan yang disesuiakan dengan kondisi fisik lahan.

(2) Penetapan lokasi disahkan melalui Keputusan Bupati

Pasal 7

Penetapan lokasi PSDHBM dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo dengan kegiatan inventarisasi dan identifikasi di seluruh wilayah hutan negara yang melibatkan masyarakat desa setempat dan "Forum Hutan Wonosobo".

Pasal 8

(1) Setelah kegiatan inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, selanjutnya masyarakat desa setempat berhak untuk memberikan tanggapan atas inventarisasi dan identifikasi partisipatif tersebut.

(2) Tanggapan masyarakat desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa tanggapan atas inventarisasi dan identifikasi partisipatif yang dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Desa dengan diketahui oleh Badan Perwakilan Desa yang ditujukan kepada Pemerintahan Daerah.

(3) Tanggapan masyarakat desa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekaligus memuat permohonan fasilitasi kepada Pemerintah Daerah melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan guna mengikuti tahapan-tahapan yang ada dalam pengajuan ijin PSDHBM.


BAB IV
PENYIAPAN MASYARAKAT

Pasal 9

Penyiapan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 butir 2 merupakan upaya pemberdayaan masyarakat dalam PSDHBM.

Pasal 10

Penyiapan masyarakat dimulai dengan fasilitasi pembentukan kelompok masyarakat yang memiliki mekanisme aturan internal kelompok yang mengikat dalam pengambilan keputusan, penyelesaian konflik, dan aturan pengelolaan lainnya dalam berorganisasi.

Pasal 11

(1) Pemerintah Daerah secara terbuka dan transparan merumuskan kriteria dan standar kemampuan masyarakat setempat dengan memperhatikan masukan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait lainnya melalui "Forum Hutan Wonosobo".

(2) Masyarakat melalui "Forum Hutan Wonosobo" dapat memberikan kritik, saran, dan masukan kepada Pemerintah Daerah menyangkut kriteria dan standar kemampuan masyarakat.

Pasal 12

(1) Kegiatan penyiapan masyarakat dilaksanakan dengan cara pendampingan, pelayanan, dan pemberian dukungan kepada kelompok masyarakat calon pemegang ijin PSDHBM.

(2) Kegiatan penyiapan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Wonosobo atau LSM pendamping.

Pasal 13

(1) Dalam penyiapan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dilaksanakan kegiatan pemetaan partisipatif bersama dengan kelompok masyarakat setempat dengan memperhatikan kemampuan kelompok yang bersangkutan serta potensi lahan dan hutan.

(2) Setelah kegiatan pemetaan partisipatif bersama dalam rangka penyiapan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2), kelompok masyarakat setempat juga melaksanakan pemetaan secara partisipatif di dalam kelompok masyarakat yang bersangkutan guna menetapkan pembagian petak-petak kerja.


BAB V
PERIJINAN

Pasal 14

Perijinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 butir 3 merupakan bentuk pengesahan PSDHBM yang diberikan oleh Bupati sebagai jaminan kepastian hukum pemegang hak PSDHBM.

Pasal 15

(1) Kelompok masyarakat hasil penyiapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 mengajukan permohonan ijin PSDHBM kepada Bupati melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dengan sepengetahuan Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa.

(2) Permohonan ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memuat:

a. Peta lokasi;

b. Luas areal Pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat yang dimohonkan;

c. Data anggota kelompok masyarakat yang bersangkutan; dan

d. Aturan internal kelompok yang telah disepakati oleh seluruh anggota kelompok.

e. Rencana Umum pengelolaan.

Pasal 16

(1) Ijin PSDHBM diberikan oleh Bupati atas pertimbangan teknis Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

(2) Ijin PSDHBM diterbitkan setelah dibuat kesepakatan tertulis antara Pemerintah Daerah cq. Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan dengan kelompok masyarakat setempat selaku Pemohon Ijin dengan disaksikan oleh Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa.

(3) Kesepakatan tertulis sebagiamana dimaksud dalam ayat (2) memuat hak dan kewajiban kedua belah pihak.

Pasal 17

(1) Guna menampung keberatan atas pengeluaran ijin PSDHBM oleh kelompok masyarakat lainnya, maka pemberian ijin PSDHBM diumumkan melalui media massa lokal setempat yang memuat; peta lokasi, luas areal pengelolaan sumber daya hutan yang diijinkan serta data anggota kelompok yang diberi ijin.

(2) Jika dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal diumumkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak ada pengajuan keberatan atas pemberian ijin PSDHBM tersebut, maka selanjutnya ijin PSDHBM mempunyai kekuatan hukum untuk berlaku.

(3) Pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diajukan kepada Bupati selaku pemberi ijin melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

(4) Pengajuan keberatan di luar jangka waktu sebagaiamana dimaksud dalam ayat (2) tidak akan ditanggapi, kecuali terdapat indikasi kuat terjadinya kolusi, korupsi dan nepotisme yang selanjutnya akan dibuktikan melalui keputusan Pengadilan.

(5) Ijin PSDHBM diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dengan masa percobaan 6 (enam) tahun terhitung sejak mempunyai kekuatan hukum untuk berlaku dan dapat diperpanjang kembali.

Pasal 18

(1) Ijin PSDHBM tidak dapat diagunkan atau dipindahtangankan.

(2) Dalam hal anggota kelompok pemegang ijin PSDHBM meninggal dunia maka keanggotaan pewaris selanjutnya secara serta merta beralih kepada ahli waris anggota kelompok tersebut sampai ijin PSDHBM tersebut habis masa berlakunya.

(3) Ijin PSDHBM bukan merupakan pemilikan atas tanah dan kawasan hutan.


BAB VI
PENGELOLAAN

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 19

Pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 butir 4 adalah pengelolaan dalam PSDHBM yang meliputi kegiatan:

a. Penataan areal kerja;

b. Penyusunan rencana pengelolaan;

c. Pemanfaatan;

d. Rehabilitasi; dan

e. Perlindungan.

Pasal 20

(1) Dalam melaksanakan pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19, pemegang ijin dapat meminta fasilitasi kepada Pemerintah Daerah atau LSM pendamping dalam rangka pengembangan kelembagaan, permodalan, sumber daya manusia, jaringan mitra kerja, dan atau pengembangan pemasaran dan usaha.

(2) Fasilitasi kepada pemegang ijin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa pendampingan, pelatihan, penyuluhan, bantuan teknik, dan atau bantuan informasi.

Pasal 21

Pemegang ijin dapat memperoleh bantuan dana yang tidak mengikat dari pihak lain.


Bagian Kedua
Penataan Areal Kerja

Pasal 22

(1) Penataan areal kerja meliputi kegiatan pembagian areal ke dalam zona-zona tertentu berdasarkan rencana pengelolaan sesuai dengan karakteristik lahan.

(2) Zona sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:
a. Zona perlindungan;
b. Zona pemanfaatan.

(3) Zona perlidungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a adalah bagian areal kerja yang harus dilindungi berdasarkan pertimbangan konservasi hidro-orologis antara lain pada lahan-lahan 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau, 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di daerah rawa, 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai, 50 (lima puluh) meter dari kiri kanan tepi anak sungai, 2 (dua) kali kedalaman jurang dari tepi jurang, atau lahan berlereng lebih dari 40 derajat, atau pertimbangan konservasi keanekaragaman hayati.

(4) Zona pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b adalah bagian areal kerja di luar zona perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Penataan areal kerja dilakukan secara partisipatif yang melibatkan seluruh anggota kelompok pemegang ijin.

(6) Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan atau LSM pendamping memfasilitasi dalam kegiatan penataan areal kerja.


Bagian Ketiga
Penyusunan Rencana Pengelolaan

Pasal 23

Rencana pengelolaan dimaksudkan sebagai pedoman pelaksanaan PSDHBM.

Pasal 24

Rencana pengelolaan disusun oleh pemegang ijin secara partisipatif dengan melibatkan seluruh anggota kelompok dan difasilitasi oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan atau LSM pendamping.
Pasal 25

Rencana pengelolaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 terdiri atas:

a. Rencana Umum;

b. Rencana Operasional.

Pasal 26

(1) Rencana Umum memuat tata guna lahan, bentuk pengelolaan, pengembangan sumber daya manusia, rehabilitasi hutan, perlindungan hutan, dan sistem monitoring dan evaluasi yang disusun untuk jangka waktu pengelolaan.

(2) Rencana Umum disusun berdasarkan fungsi hutan dan penataan areal kerja.

Pasal 27

(1) Rencana Umum disetujui oleh Pemerintah Daerah melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

(2) Rencana Umum dievaluasi untuk jangka waktu paling lama 6 (enam) tahun.

(3) Pemegang ijin dapat melaksanakan kegiatan pemanfaatan, rehabilitasi dan perlindungan setelah rencana umum disetujui.

Pasal 28

(1) Rencana Operasional memuat jenis-jenis kegiatan, tata waktu, lokasi, volume kegiatan, pengorganisasian, dan kebutuhan biaya.

(2) Rencana Operasional disusun berdasarkan Rencana Umum.

(3) Rencana Operasional disusun setiap 1 (satu) tahun sekali.

Pasal 29

Rencana Operasional diketahui oleh Kepala Desa dan Badan Perwakian Desa kemudian dilaporkan kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan.


Bagian Keempat
Pemanfaatan

Pasal 30

(1) Kegiatan Pemanfaatan di kawasan hutan lindung dapat dilakukan pada zona perlindungan dan zona pemanfaatan.

(2) Dalam kegiatan pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dapat dilakukan penebangan pohon dan atau kegiatan lain yang dapat menyebabkan terbukanya tajuk hutan dan lahan.

(3) Jenis pemanfaatan pada zona perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Budidaya tumbuhan obat, tanaman hias, tanaman langka, jamur, sutera alam, perlebahan, tanaman pangan, budidaya sarang burung dan lain-lain sejenisnya;

b. Budidaya tanaman keras dengan jenis pohon penghasil hasil hutan bukan kayu.

(4) Jenis pemanfaatan pada zona pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Budidaya tumbuhan obat, tanaman hias, tanaman langka, jamur, perlebahan, sutera alam, tanaman pangan, budidaya sarang burung, dan lain-lain sejenisnya;

b. Usaha yang memanfaatkan potensi jasa lingkungan yang meliputi usaha wisata alam, usaha pemanfaatan air, atau usaha lain sejenisnya;

c. Budidaya tanaman keras dengan jenis pohon penghasil hasil hutan bukan kayu.

Pasal 31

(1) Kegiatan pemanfaatan kawasan hutan produksi dapat dilakukan pada zona perlindungan dan zona pemanfaatan, dengan tetap memperhatikan fungsi lindung kawasan tersebut.

(2) Dalam kegiatan pemanfaatan pada zona perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), penutupan tajuk hutan harus selalu dipertahankan.

(3) Jenis pemanfaatan pada zona perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Budidaya tumbuhan obat, tanaman hias, tanaman langka, jamur, perlebahan, sutera alam, tanaman pangan dan budidaya lain sejenisnya;

b. Pengusahaan tanaman kayu secara terbatas, yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan tanaman dan pemanenan secara terbatas dengan sistem tebang pilih;

c. Pengayaan tanaman keras dengan jenis tanaman penghasil kayu dan bukan kayu.

(4) Jenis pemanfaatan pada zona pemanfaatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi:

a. Budidaya tumbuhan obat, tanaman hias, tanaman langka, jamur, perlebahan, sutera alam, tanaman pangan, dan budidaya lain sejenisnya;

b. Usaha memanfaatkan potensi jasa lingkungan yang meliputi wisata alam, olah raga tantangan, pemanfaatan air, atau lain-lain sejenisnya;

c. Pengusahaan tanaman kayu yang kegiatannya meliputi penanaman, pemeliharaan, pengamanan, dan pemanenan hasil hutan;

d. Pengusahaan tanaman keras bukan penghasil kayu yang kegiatannya meliputi penanaman, pemeliharaan, pengamanan, dan pemanenan hasil.

Pasal 32

(1) Dalam pelaksanaan pengelolaan hutan, pemegang ijin dapat bekerjasama dengan pihak lain.

(2) Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh mengurangi peran pemegang ijin sebagai pelaku utama pengelolaan dan harus sesuai dengan rencana pengelolaan.

(3) Pemegang ijin dapat meminta fasilitasi kepada Pemerintah Daerah untuk mendapatkan bantuan dari pihak lain.

Pasal 33

(1) Terhadap hasil hutan kayu yang diperdagangkan yang diperoleh dari PSDHBM, dikenakan provisi sumber daya hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(2) Sebagian dari besarnya provisi sumber daya hutan selanjutnya merupakan pendapatan asli daerah.


Bagian Kelima
Rehabilitasi Hutan

Pasal 34

(1) Rehabilitasi hutan dimaksudkan sebagai usaha untuk memulihkan, mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga.

(2) Rehabilitasi hutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan melalui kegiatan penanaman, pengayaan tanaman, pemeliharaan, dan penerapan teknik konservasi tanah.

Pasal 35

Pemegang ijin wajib melaksanakan rehabilitasi hutan di wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


Bagian Keenam
Perlidungan Hutan

Pasal 36

Penyelanggaraan perlindungan hutan bertujuan untuk menjaga dan memelihara hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar berfungsi secara optimal dan lestari.

Pasal 37

Perlindungan hutan dilaksanakan melalui upaya mencegah dan menanggulangi kerusakan hutan, kawasan hutan dan hasil hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia, kebakaran hutan, hama dan penyakit, serta bencana alam lainnya.

Pasal 38

Pemegang ijin PSDHBM wajib:

a. Menjaga hutan dan kawasan hutan dalam areal kerjanya agar fungsi hutan dapat optimal dan lestari.

b. Turut memelihara dan menjaga kawasan hutan di luar areal kerjanya dari gangguan dan perusakan.

c. Berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan dalam pelaksanaan perlindungan hutan.

Pasal 39

Pemegang ijin PSDHBM bertanggung jawab atas terjadinya kerusakan dan kebakaran hutan di dalam areal kerjanya.


BAB VII
PENGENDALIAN

Bagian Kesatu
Monitoring dan Evaluasi oleh Pemerintah Daerah

Pasal 40

(1) Pengendalian PSDHBM dimaksudkan untuk menjamin pengelolaan sumber daya hutan agar terlaksana sesuai dengan tujuan.

(2) Pemerintah Daerah melakukan pengendalian atas pelaksanaan penyelengaraan PSDHBM oleh pemegang ijin.

Pasal 41

(1) Pengendalian PSDHBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 dilaksanakan melalui pemantauan dan evaluasi terhadap PSDHBM.

(2) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah mencermati, menelusuri dan menilai pelaksanaan PSDHBM sehingga tujuannya dapat tercapai secara maksimal.

Pasal 42

(1) Dalam rangka pengendalian PSDHBM perlu diselenggarakan pelaporan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat secara berkala setiap tahun.

(2) Pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan evaluasi pelaksanaan rencana operasional sebelumnya.

(3) Pemegang ijin PSDHBM menyusun dan menyampaikan laporan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat kepada Pemerintah Daerah lewat Dinas Kehutanan dan Perkebunan.


Bagian Kedua
Pengendalian Internal oleh Pemegang Ijin

Pasal 43

(1) Pengendalian internal dimaksudkan untuk menjamin agar PSDHBM dapat dilaksanakan sesuai dengan rencana.

(2) Pengendalian internal dilakukan secara evaluasi partisipatif dengan melibatkan seluruh anggota kelompok masyarakat setempat pemegang ijin yang bersangkutan terhadap pelaksanaan rencana pengelolaan.

(3) Kegiatan evaluasi partisipatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) difasilitasi oleh Pemerintah Daerah atau LSM pendamping.

Pasal 44

Pengendalian internal dilaksanakan secara berkala oleh setiap kelompok masyarakat setempat pemegang ijin, minimal 3 (tiga) kali dalam 1 (satu) tahun.


Bagian Ketiga
Pengendalian oleh Masyarakat Luas

Pasal 45

(1) Masyarakat luas melalui pribadi-pribadi, kelompok, badan hukum, BPD atau melalui "Forum Hutan Wonosobo" melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan dan pelaksanaan PSDHBM.

(2) Apabila penyelenggaraan dan pelaksanaan PSDHBM menimbulkan kerugian bagi kepentingan umum dari segi lingkungan hidup, masyarakat dapat melakukan gugatan perwakilan kepada Pemerintah Daerah dan Pemegang ijin.


BAB VIII
PENCABUTAN IJIN

Pasal 46

Pencabutan ijin PSDHBM diambil setelah ditempuh proses sebagai berikut:

a. Apabila pemegang ijin tidak mampu melaksanakan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat sesuai dengan rencana yang telah disetujui, maka Bupati melalui Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan memberikan peringatan secara tertulis.

b. Apabila dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan terhitung sejak dikeluarkannya peringatan tertulis tersebut pemegang ijin tidak mengindahkan, maka Bupati melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan memanggil pemegang ijin guna bermusyawarah melalui dialog secara transparan yang difasilitasi oleh "Forum Hutan Wonosobo".

c. Apabila dengan proses musyawarah tidak tercapai kesepakatan, selanjutnya Bupati melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan membentuk tim untuk melakukan penyelidikan dan memberi masukan dalam pengambilan keputusan.

d. Sebelum dilakukan pengambilan keputusan tentang pembatalan ijin penyelenggraan PSDHBM oleh Bupati, pemegang ijin berhak melakukan pembelaan dengan meminta fasilitasi dari "Forum Hutan Wonosobo".

e. Apabila pembelaan yang dimaksud dalam butir d tersebut tidak cukup bukti untuk dapat diterima, maka Bupati memutuskan pembatalan ijin PSDHBM.

f. Keputusan Bupati bersifat mengikat semua pihak.

g. Areal PSDHBM yang telah dibatalkan ijinnya dapat dimohonkan ijin oleh kelompok masyarakat setempat yang lain.


BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 47

Hal-hal yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang pelaksanaannya akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Bupati.

Pasal 48

Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.


Agar supaya setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Wonosobo.



Disyahkan di Wonosobo
Pada tanggal 20 Oktober 2001

BUPATI WONOSOBO



Drs. TRIMAWAN NUGROHADI



Diundangkan pada tanggal 15 Desember 2001

Sekretaris Daerah Kabupaten Wonosobo


Drs. H. Tawabul, MM.

Lembaran Daerah Kabupaten Wonosobo Tahun 2001 Nomor 36




===========================================================


PENJELASAN
PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOSOBO
NOMOR: 22 TAHUN 2001

I. PENJELASAN UMUM

Bahwa degradasi laju kerusakan hutan negara di Daerah Kabupaten Wonosobo dirasakan sudah mencapai tingkat kekritisan yang memprihatinkan karena penjarahan, salah urus, maupun bencana alam. Sedangkan pada sisi lain muncul fenomena kesuksesan pengelolaan hutan rakyat yang beberapa kali berhasil meraih prestasi juara hutan rakyat tingkat nasional, merupakan potret lain yang memperlihatkan betapa peranserta rakyat adalah hal yang tidak bisa disepelekan dengan begitu saja.

Bahwa mencermati kesuksesan pengelolaan hutan rakyat oleh masyarakat setempat Daerah Kabupaten Wonosobo, menunjukkan kesiapan dan kemampuan yang memang layak untuk dilibatkan langsung dalam pengelolaan sumber daya hutan di Kawasan hutan negara. Hal tersebut munculkan kenyataan yang tidak terbantahkan bahwa masyarakat jauh lebih berhasil mengelola sumber daya hutan di Kabupaten Wonosobo, dengan perbandingan besarnya luasan kawasan hutan rakyat dengan kawasan hutan negara, dari semua sisi pemanfaatan fungsinya. Dilihat dari sisi fungsi produksinya, keberpihakan kepada masyarakat sekitar hutan merupakan kunci keberhasilan pengelolaan hutan. Oleh karena itu praktek-praktek pengelolaan sumber daya hutan yang hanya beroreintasi kepada keuntungan finansial dari sisi kayu semata menjadi bagian dari sumber pendapatan negara, perlu diubah menjadi pengelolaan yang berorientasi pada seluruh potensi sumber daya hutan dan berbasis pada masyarakat.

Bahwa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah, khususnya dalam sektor pengelolaan sumber daya hutan, maka sudah saatnya Daerah Kabupaten Wonosobo secara mandiri dan bertanggung jawab memulai mengatur kewenangannya tersebut dalam mekanisme kelembagaan Peraturan Daerah. Oleh karena itu, maka Daerah Kabupaten Wonosobo wajib melaksanakan wewenangnya dalam mengelola sumber daya hutan melalui Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Masyarakat sebagai media pemberdayaan masyarakat setempat.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000, maka perlu segera menetapkan Peraturan Daerah Kabupaten Wonosobo tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan Berbasis Masyarakat (PSDHBM) Kabupaten Wonosobo.


II. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Cukup Jelas

Pasal 2
Cukup Jelas

Pasal 3
Cukup Jelas

Pasal 4
Cukup Jelas

Pasal 5
Kawasan hutan negara meliputi kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang ada di eilayah administratif Kabupaten Wonosobo yang semula dikelola oleh Badan Otorita yang sebelumnya mendapatkan otoritas dari Pemerintah Pusat untuk mengelola sumber daya hutan tersebut sesuai dengan fungsi maupun peruntukannya.

Pasal 6
Ayat (1)
Penentukan status kawasan hutan berdasarkan fungsi hutan, yaitu dari sisi kawasan hutan lindung dan hutan produksi dengan masing-masing tetap mengandung sisi-sisi pemanfaatan baik dalam zona lindung maupun dalam zona pemanfaatan.
Ayat (2)
Melalui Keputusan Bupati dikukuhkan penetapan lokasi penyelenggaraan PSDHBM berdasarkan penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Wonosobo.

Pasal 7
Cukup jelas

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Surat tanggapan tertulis yang ditujukan kepada Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 9
Cukup jelas

Pasal 10
Penyiapan masyarakat difasilitasi oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan atau LSM pendamping.

Pasal 11
Ayat (1)
Dinas Kehutanan dan Perkebunan menentukan standar dan kriteria penilaian kemampuan, kegiatan dan teknik penyiapan kelompok masyarakat setempat.
Ayat (2)
"Forum Hutan Wonosobo" sebagai wadah komunikasi dan koordinasi multi pihak kehutanan Wonosobo dalam kapasitasnya mengakomodir fungsi tersebut guna menciptakan iklim yang lebih demokartis dan transparan.

Pasal 12
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas


Pasal 14
Cukup jelas

Pasal 15
Ayat (1)
Kepala Desa dan Badan Perwakilan Desa sebagai organ Pemerintahan Desa memberikan pengantar bagi kelompok masyarakat setempat yang akan mengajukan permohonan ijin PSDHBM. Dalam hal pemohon ijin merupakan kelompok masyarakat yang bersifat lintas desa, maka surat pengantar harus dari masing-masing Pemerintahan Desa yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 16
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Kesepakatan tertulis berupa perjanjian untuk menyelenggarakan PSDHBM sebagai bukti tertulis bagi kedua belah pihak (kelompok masyarakat dan Pemerintah Daerah yang diwakili Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan) dalam bersama-sama melaksanakan PSDHBM.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 17
Ayat (1)
Hal ini dimaksudkan guna memberikan kesempatan bagi kelompok masyarakat lainnya yang merasa keberatan dan merasa dirugikan dengan diterbitkannya ijin tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Keberatan diajukan secara tertulis dengan memuat alasan-alasan keberatan menyangkut penerbitan ijin PSDHBM yang ditandatangani oleh ketua kelompok masyarakat yang bersangkutan.
Ayat (4)
Pengajuan keberatan yang dimaksud dalam ayat ini dapat meminta fasilitasi "Forum Hutan Wonosobo" sebagai lembaga monitoring penyelenggaraan PSDHBM dengan tidak menutup kemungkinan diselesaikan melalui mekanisme pembuktian di Pengadilan.
Ayat (5)
30 (tiga puluh) tahun diasumsikan sebagai konsesi yang cukup layak sesuai dengan umur/daur tegakan tanaman di hutan rakyat selama ini. Masa percobaan 6 (enam) tahun dianggap sebagai waktu yang cukup layak untuk memberikan penilaian mengenai tingkat keberhasilan penyelenggaraan PSDHBM.

Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Hak waris tersebut merupakan hak untuk mengelola petak kerja anggota kelompok yang meninggal dunia.

Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 21
Cukup jelas

Pasal 22
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)

Pasal 23
Cukup jelas


Pasal 24
Cukup jelas

Pasal 25
Cukup jelas

Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 28
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 29
Diketahui oleh Kepala Desa dan BPD setempat untuk mengantisipasi sehubungan dengan kebijakan desa yang bersangkutan.
Dilaporkan kepada Dinas Kehutanan dan Perkebunan dimaksudkan untuk tetap menjaga fungsi koordinasi antara kelompok masyarakat pemegang ijin PSDHBM dengan Dinas Kehutanan dan Perkebunan.

Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas

Pasal 32
Ayat (1)
Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama operasional pelaksanaan PSDHBM dengan pihak lain. Kerjasama dengan pihak lain dapat berupa penyertaan modal guna pengembangan usaha PSDHBM.
Ayat (2)
Penyertaan modal oleh pihak lain tidak boleh mengintervensi peran kelompok masyarakat yang bersangkutan dalam penyelenggaraan PSDBM.
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Sebagian dari hasil provisi sumber daya hutan yang mejadi pendapatan asli daerah ditetapkan dengan Keputusan Bupati.

Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 35
Cukup jelas

Pasal 36
Cukup jelas


Pasal 37
Cukup jelas

Pasal 38
Cukup jelas


Pasal 39
Cukup jelas

Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengendalian oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan dengan melakukan fungsi pengawasan, sebagai pemegang otoritas serta penanggung jawab, atas penyelenggaraan pengelolaan sumber daya hutan berbasis masyarakat di Kabupaten Wonosobo.

Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas

Pasal 44
Cukup jelas

Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas

Pasal 46
Cukup jelas

Pasal 47
Cukup jelas

Pasal 48
Cukup jelas


Tambahan Lembaran Daerah Kabupaten Wonosobo Nomor 36 Tahun 2001