Wednesday, December 28, 2005

Kepmen Kelautan dan Perikanan No. 10 Thn 2002 ttg Pengelolaan

KEPUTUSAN
MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
NOMOR: KEP. 10/MEN/2002

TENTANG

PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PENGELOLAAN PESISIR TERPADU

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,


Menimbang :

a. bahwa wilayah pesisir memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat rentan terhadap berbagai perubahan akibat pembangunan, sehingga guna pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya pesisir perlu diatur secara terencana, terpadu dan berkelanjutan;

b. bahwa untuk itu perlu adanya Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri.


Mengingat :

1. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1985 tentang Perikanan ;

2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya ;

3. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;

4. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia;

5. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup;

6. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah;

7. Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 1990 tentang Usaha Perikanan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 141 Tahun 2000;

9. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom;

10. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 18 Tahun 2000 tentang Tata Cara Penyusunan Peraturan Perundangundangan di lingkungan Dep. Kelautan dan Perikanan;

11. Keputusan Presiden Nomor Nomor 228/M Tahun 2001 tentang Pembentukan Kabinet Gotong Royong;

12. Keputusan Presiden Nomor 102 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen;

13. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.01/MEN/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kelautan dan Perikanan, sebagaimana terakhir telah diubah dengan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.30/MEN/2001;


MEMUTUSKAN

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN TENTANG PEDOMAN UMUM PERENCANAAN PENGELOLAAN PESISIR TERPADU


PERTAMA :

Memberlakukan Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu sebagaimana tersebut dalam Lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Keputusan ini.


KEDUA :

Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu sebagaimana dimaksud diktum PERTAMA digunakan sebagai acuan bagi pejabat, aparat, dan/atau masyarakat dalam melaksanakan pengelolaan pesisir yang berkelanjutan dan berbasis masyarakat.


KETIGA :

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.


DITETAPKAN DI : JAKARTA
TANGGAL : 9 April 2002

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
ttd
ROKHMIN DAHURI

Disalin sesuai dengan aslinya
Kepala Biro Hukum dan Organisasi
NARMOKO PRASMADJI


======================================

Lampiran :
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

Nomor: KEP.10/MEN/2002

Tentang Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu


I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pesisir merupakan wilayah peralihan dan interaksi antara ekosistem darat dan laut. Wilayah ini sangat kaya akan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Sumberdaya pesisir terdiri dari sumberdaya hayati dan nir-hayati, dimana unsur hayati terdiri atas ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun dan biota laut lain beserta ekosistemnya, sedangkan unsur non-hayati terdiri dari sumberdaya mineral dan abiotik lain di lahan pesisir, permukaan air, di kolom air, dan di dasar laut.

Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan ekonomi daerah dan nasional untuk meningkatkan penerimaan devisa, lapangan kerja, dan pendapatan penduduk. Sumberdaya pesisir tersebut mempunyai keunggulan komparatif karena tersedia dalam jumlah yang besar dan beraneka ragam serta dapat dimanfaatkan dengan biaya eksploitasi yang relatif murah sehingga mampu menciptakan kapasitas penawaran yang kompetitif. Di sisi lain, kebutuhan pasar masih terbuka sangat besar karena kecenderungan permintaan pasar global yang terus meningkat.

Kekayaan sumberdaya tersebut mendorong berbagai pihak terkait (stakeholders) seperti instansi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat untuk meregulasi dan memanfaatkannya. Masing-masing pihak terkait tersebut menyusun perencanaannya tanpa mempertimbangkan perencanaan yang disusun pihak lain, khususnya di wilayah pesisir yang berkembang pesat. Perbedaan fokus rencana tersebut memicu kompetisi pemanfaatan dan tumpang tindih perencanaan yang bermuara pada konflik pengelolaan. Konflik ini semakin berkembang akibat lemahnya kemampuan Pemerintah dalam mengkoordinasikan berbagai perencanaan sektor dan swasta. Bila konflik ini berlangsung terus akan mengurangi efektivitas pengelolaannya sehingga sumberdaya pesisirnya mengalami degradasi bio-fisik.

Degradasi biofisik sumberdaya pesisir dibeberapa tempat, telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan, antara lain: deforestasi hutan mangrove; rusaknya terumbu karang; merosotnya kualitas taman bawah laut laut; tangkap ikan lebih (overfishing); terancamnya berbagai spesies biota laut seperti penyu dan dugong; meningkatnya laju pencemaran; berkembangnya erosi pantai; meluasnya sedimentasi serta intrusi air laut.

Lahirnya otonomi daerah di wilayah pesisir melalui Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (UUPD), telah memberi kewenangan bagi Pemerintah Provinsi untuk mengelola dan mengkoordinasikan pemanfaatan sumberdaya pesisir sejauh 12 mil laut yang diukur dari garis pantai ke arah laut. Pasal 10 UU NO. 22/1999 memberikan kewenangan kepada Daerah Kabupaten/Kota untuk mengelola sumberdaya pesisir sepertiga dari wilayah laut Daerah Propinsi. Kewenangan ini meliputi kewenangan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam, tata ruang, administrasi dan bantuan penegakan hukum, serta bantuan penegakan kedaulatan negara.

Guna mengintegrasikan berbagai perencanaan sektoral, mengatasi tumpang tindih perencanaan, konflik pengelolaan dan degradasi bio-fisik, serta memberi standarisasi Pengelolaan Pesisir Terpadu sesuai dengan amanat butir 2.d PP No.25/2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka perlu disusun suatu konsep berupa Pedoman Umum tentang Pengelolaan Pesisir Terpadu (Integrated Coastal Management/ICM). Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT) merupakan pendekatan yang memberikan arah bagi pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan dengan mengintegrasikan: berbagai perencanaan sektoral, berbagai tingkat pemerintahan, ekosistem darat dan laut, serta sains dan manajemen. Pendekatan tersebut ditempuh dimulai dengan keterpaduan perencanaan yang menyeimbangkan antara kepentingan ekonomi, sosial budaya dan konservasi sumberdaya pesisir. Karakteristik utama PPT adalah mengintegrasikan elemen-elemen pengelolaan (perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian) yang terpisah menjadi suatu sistem yang terpadu dan serasi.


1.2. Maksud dan Tujuan

Pedoman umum ini dimaksudkan untuk menjadi acuan bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Dunia Usaha dan Masyarakat dalam (i) mengintegrasikan berbagai perencanaan sektoral, dunia usaha, masyarakat dengan perencanaan pembangunan daerah sehingga pemanfaatan sumberdaya pesisir dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, dan (ii) mengurangi terjadinya tumpang tindih perencanaan, konflik pemanfaatan dan konflik yurisdiksi serta degradasi bio-fisik.

Tujuan Pedoman Umum PPT ini adalah untuk:

1. Memberikan panduan bagi Pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota, dunia usaha dan masyarakat untuk menyusun perencanaan pengelolaan pesisir terpadu di daerahnya.

2. Memfasilitasi pihak terkait mengikuti proses dan tahapan perencanaan pesisir terpadu sesuai dengan karakteristik sosial, ekonomi dan kelembagaan daerahnya.

3. Menstandarisasi mekanisme penyusunan perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT) sehingga dapat mengurangi konflik dan laju kerusakan sumberdaya pesisir.


1.3. Sasaran

Sasaran Pedoman Umum ini adalah:

1. Terintegrasinya perencanaan dari berbagai pihak terkait dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir melalui proses penyusunan Pengelolaan Pesisir Terpadu.

2. Terumuskannya kebijakan pembangunan pesisir dan skala prioritas dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir sesuai dengan karakteristik pesisir daerah.

3. Tersusunnya dokumen perencanaan pesisir terpadu disetiap Daerah Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota yang mempunyai wilayah pesisir.


1.4. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pedoman umum ini meliputi tinjauan pengelolaan pesisir terpadu dan rencana strategis, rencana pemintakatan, rencana pengelolaan dan rencana aksi.


II. KETENTUAN UMUM

Dalam pedoman umum ini yang dimaksud dengan :

Budidaya laut (mariculture) adalah cara pemeliharaan binatang dan tumbuhan laut seperti berbagai jenis ikan laut, udang-udangan, kerang-kerangan dan berbagai jenis rumput laut, di suatu tempat dan dengan menggunakan metoda tertentu.

Daya dukung adalah batas ambang banyaknya kehidupan, atau kegiatan ekonomis, yang dapat didukung oleh suatu lingkungan; sering berarti jumlah tertentu individu dari suatu species yang dapat didukung oleh suatu habitat atau dalam pengelolaan sumberdaya, berarti batas-batas yang wajar dari pemukiman manusia dan/atau penggunaan sumberdaya.

DAS (Daerah Aliran Sungai) adalah suatu kawasan yang dibatasi oleh dua punggung gunung dimana curah hujan yang jatuh ke daerah tersebut mengalir melalui satu saluran tertentu yaitu sungai atau aliran air lainnya.

Degradasi adalah kerusakan, penurunan kualitas atau penurunan daya dukung lingkungan akibat dari aktivitas/kegiatan manusia (anthropogenic) ataupun alami.

Ekosistem adalah suatu komunitas tumbuh-tumbuhan, hewan, dan organisme lainnya serta proses yang menghubungkan mereka, suatu sistem fungsi dan interaksi yang terdiri dari organisme hidup dan lingkungannya, seperti ekosistem mangrove, ekosistem estuari, ekosistem terumbu karang, ekosistem padang lamun.

Estuari adalah daerah litoral yang agak tertutup (teluk) di pantai, tempat sungai bermuara dan air tawar dari sungai bercampur dengan air asin dari laut, biasanya berkaitan dengan pertemuan peraian sungai dengan perairan laut.

Garis pantai adalah garis yang dibentuk oleh perpotongan garis air rendah dengan daratan pantai yang dipakai untuk menetapkan titik terluar di pantai wilayah laut.

Habitat adalah suatu tempat atau lingkungan hidup yang paling cocok atau sesuai bagi kehidupan tumbuh-tumbuhan atau hewan, yang biasanya tipe bentuk kehidupan utama.

Jasa lingkungan adalah jasa yang dihasilkan melalui pemanfataan dengan tidak mengekstrat sumberdaya pesisir, tetapi memanfaatkan fungsinya untuk tempat rekreasi dan pariwisata, sebagai media transportasi, sumber energi gelombang dan lain-lain.

Kawasan adalah suatu daerah yang memiliki karakteristik fisik, biologi, sosial, ekonomi dan budaya yang dibentuk oleh kriteria tertentu untuk mengidentifikasinya.

Kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.

Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Kawasan pesisir adalah wilayah pesisir tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh pemerintah berdasarkan kriteria tertentu, seperti karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi, untuk dipertahankan keberadaannya.

Kekeruhan adalah berkurangnya kejernihan air karena adanya benda atau partikel yang melayang atau banyaknya bahan tersuspensi air dengan ukuran yang halus.

Konservasi laut adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati laut yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya, serta merehabilitasi sumberdaya alam laut yang rusak.

Lamun adalah sejenis ilalang laut yang tumbuh di dasar laut berpasir yang tidak begitu dalam dan sinar matahari masih dapat menembus ke dasar sehingga memungkinkan ilalang tersebut berfotosintesa.

Mangrove adalah komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut pantai berlumpur atau berpasir, seperti pohon api-api (Avicennia spp), bakau (Rhizophora spp). Nutrien adalah setiap bahan yang diasimilasi oleh organisme hidup untuk pertahanan tubuh atau meningkatkan pertumbuhan.

Pantai berbatu adalah pantai yang mempunyai tebing pantai (cliff), biasanya dicirikan dengan dinding pantai terjal yang langsung berhubungan dengan laut. Jenis pantai tebing dapat ditemukan dalam dua tipe: tebing pantai dengan material lepas yang gampang hancur atau runtuh, dan tebing karang yang umumnya keras dan tidak mudah hancur.

Pantai berpasir adalah pantai yang material penyusunnya terdiri dari pasir bercampur batu, yang umumnya berasal dari daratan dibawa oleh aliran sungai ataupun yang berasal dari hulu daratan. Material yang menyusun pantai ini dapat juga berasal dari berbagai jenis biota laut seperti terumbu karang yang ada di daerah pantai itu sendiri.

Pasang surut adalah gaya eksternal utama yang membangkitkan arus dan merupakan faktor yang penting di dalam proses siltasi. Pasang surut merupakan faktor dasar di dalam menentukan perilaku perubahan tinggi muka air dan arus di estuari dan perairan pantai.

Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Negara Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri, sebagaimana dimaksud dalam UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah.

Pemerintah Daerah adalah kepala daerah beserta perangkat daerah otonom yang lain sebagai badan eksekutif daerah, sesuai dengan UU No. 22/1999 tentang Pemerintah Daerah.

Pemintakatan (Zonasi) adalah sebagai salah satu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang, untuk menetapkan batas-batas fungsional suatu peruntukan (kawasan budidaya dan lindung) sesuai dengan potensi sumberdaya, daya dukung dan proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam sistem tersebut.

Penataan ruang laut adalah proses pengalokasian dan perencanaan ruang perairan laut, pemanfaatan ruang laut, dan pengendalian pemanfaatan ruang laut.

Pencemaran laut adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan laut oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan laut tidak sesuai lagi dengan baku mutu dan/atau fungsinya.

Pengelolaan Pesisir Terpadu (PPT) adalah suatu proses pengelolaan sumberdaya alam pesisir dan jasa lingkungan yang mengintegrasikan antara kegiatan pemerintah, dunia usaha dan masyarakat, perencanaan horizontal dan vertikal, ekosistem darat dan laut, sains dan manajemen sehingga pengelolaan sumberdaya tersebut berkelanjutan dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya.

Penegakan hukum adalah proses pencegahan atau penindakan terhadap orang dan/atau badan hukum yang melakukan suatu pelanggaran atau kejahatan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Pengelolaan berkelanjutan adalah pengelolaan sumberdaya pesisir yang dapat memenuhi kebutuhan dan aspirasi manusia pada saat ini tanpa mengorbankan potensi pemenuhan kebutuhan dan aspirasi manusia di masa datang.

Pengendalian pencemaran adalah setiap upaya atau kegiatan pencegahan dan/atau penanggulangan dan/atau pemulihan pencemaran.

Peran serta masyarakat adalah keterlibatan masyarakat dalam proses perencanaan dimana masyarakat ikut ambil bagian dan menentukan dalam mengembangkan, mengurus dan mengubah rencana secara komprehensif.

Perairan pesisir adalah perairan laut teritorial yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, lagoon, dan daerah lainnya.

Pulau-pulau kecil/gugusan pulau adalah kumpulan pulau-pulau yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial, dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdaya.

Rehabilitasi adalah proses pengembalikan ekosistem atau populasi yang telah rusak ke kondisi yang tidak rusak, yang mungkin berbeda dari kondisi semula.

Rencana Pengelolaan (management plan) adalah suatu kegiatan normatif yang boleh atau tidak boleh dilakukan di suatu zona, dimulai dari pengumpulan data dan informasi secara sistematik yang digunakan untuk pengembangan strategi ke bentuk aksi yang spesifik untuk menghasilkan keluaran yang diharapkan.

Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang udara sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.

Salinitas adalah derajat konsentrasi garam yang terlarut dalam air. Ditentukan dengan cara pengukuran densitas larutan dengan salonometer, dengan cara titrasi atau pengukuran konduktifitas elektrik larutan.

Sempadan pantai adalah daerah sepanjang pantai yang diperuntukkan bagi pengamanan dan pelestarian pantai.

Sumberdaya binaan atau buatan adalah unsur-unsur fisik dan non-fisik yang terdapat di wilayah pesisir, yang diproses berdasarkan hasil rekayasa manusia. Sumberdaya binaan/buatan dapat berupa tambak, sawah pasang surut, kawasan pariwisata, kawasan pelabuhan, kawasan industri, dan kawasan permukiman.

Sumberdaya pesisir adalah sumberdaya alam, sumberdaya buatan, dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir. Sumberdaya alam terdiri atas sumberdaya hayati dan nirhayati. Sumberdaya hayati, antara lain ikan, rumput laut, padang lamun, hutan mangrove, dan terumbu karang, biota perairan serta ekosistemnya, sedang unsur nir-hayati terdiri dari lahan pesisir, permukaan air, sumberdaya di airnya, dan di dasar laut seperti minyak dan gas, pasir, timah, dan mineral lainnya.

Terumbu buatan adalah habitat buatan yang dibangun di laut dengan maksud memperbaiki ekosistem yang rusak sehingga dapat memikat jenis-jenis organisme laut untuk hidup dan menetap; biasanya terbuat dari timbunan bahan-bahan, seperti bekas ban mobil, cor-coran semen/beton, bangkai kerangka kapal, badan mobil dan sebagainya.

Terumbu karang adalah jenis hewan laut berukuran kecil yang disebut polip, hidupnya menempel pada substrat seperti batu atau dasar yang keras dan berkelompok membentuk koloni yang terakumulasi menjadi terumbu.

Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang terbatas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administrasi dan atau aspek fungsional.

Wilayah pesisir (coastal zone) adalah wilayah peralihan ekosistem darat dan laut yang saling mempengaruhi dimana kearah laut 12 mil dari garis pantai untuk propinsi dan sepertiga dari wilayah laut itu untuk kabupaten/kota dan kearah darat batas administrasi kabupaten/kota. Wilayah laut adalah ruang laut yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.

Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) adalah zona maritim yang berdekatan dengan atau yang membentang 200 mil laut dari garis pangkal yang digunakan untuk mengukur wilayah laut, dan kewenangan diberikan secara international. Negara pantai mempunyai hak berdaulat secara eksklusif untuk kegiatan eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumberdaya alam di zona tersebut.


III. TINJAUAN UMUM PENGELOLAAN PESISIR TERPADU

3.1. Pendahuluan

Bab ini menguraikan prinsip-prinsip umum, manfaat, tahapan, dan unsur-unsur perencanaan PPT. Prinsip-prinsip umum menguraikan mengenai kaidah keterpaduan perencanaan, desentralisasi pengelolaan, pembangunan berkelanjutan dan keterbukaan dan partisipasi masyarakat. Manfaat Pengelolaan Pesisir Terpadu menjelaskan keuntungan langsung maupun manfaat tidak langsung yang dapat diperoleh apabila menerapkannya secara konsisten. Tahapan pengelolaan pesisir terpadu menguraikan secara terinci proses penyusunan dokumen PPT mulai tahap inisiasi sampai adopsi PPT secara formal. Unsur-unsur perencanaan menjelaskan peranan dan hirarki perencanaan dari empat unsur utama kerangka kerja PPT.


3.2. Prinsip Dasar (Azas) Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu

Prinsip dasar (azas) pengelolaan pesisir terpadu meliputi: i.) Keterpaduan; ii.) desentralisasi pengelolaan; iii.) Pembangunan berkelanjutan; iv.) Keterbukaan dan peranserta masyarakat dan v.) Kepastian hukum, dengan uraian sebagai berikut:

3.2.1. Keterpaduan

Keterpaduan Perencanaan Sektor Secara Horisontal
Keterpaduan perencanaan horisontal, memadukan perencanaan dari berbagai sektor, seperti sektor pertanian dan sektor konservasi yang berada di hulu, sektor perikanan, sektor pariwisata, sektor perhubungan laut, sektor industri maritim, sektor pertambangan lepas pantai, sektor konservasi laut, dan sektor pengembangan kota, yang berada dalam satu tingkat pemerintahan yaitu: kabupaten/kota, propinsi, atau pemerintah pusat.

Keterpaduan Perencanaan Secara Vertikal
Keterpaduan perencanaan vertikal meliputi Keterpaduan kebijakan dan perencanaan mulai dari tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten/Kota, Propinsi, sampai Nasional.

Keterpaduan Ekosistem Darat dengan Laut.
Perencanaan pengelolaan pesisir terpadu diprioritaskan dengan menggunakan kombinasi pendekatan batas ekologis misalnya daerah aliran sungai (DAS), dan wilayah administratif Propinsi, Kabupaten/Kota, dan Kecamatan sebagai basis perencanaan. Sehingga dampak dari suatu kegiatan di DAS, seperti kegiatan pertanian dan industri perlu diperhitungkan dalam pengelolaan pesisir.
Keterpaduan Sains dengan Manajemen
Pengelolaan Pesisir Terpadu perlu didasarkan pada input data dan informasi ilmiah yang valid untuk memberikan berbagai alternatif dan rekomendasi bagi pengambil keputusan dengan mempertimbangkan kondisi, karakteristik sosial-ekonomi budaya, kelembagaan dan bio-geofisik lingkungan setempat.

Keterpaduan antar Negara
Pengelolaan pesisir di wilayah perbatasan dengan negara tetangga perlu diintegrasikan kebijakan dan perencanaan pemanfaatan sumberdaya pesisir masing-masing negara tersebut. Keterpaduan kebijakan ataupun perencanaan antar negara antara lain mengendalikan faktorfaktor penyebab kerusakan sumberdaya pesisir yang bersifat lintas negara, seperti di pesisir antar Pulau Batam dengan Singapura.

3.2.2. Desentralisasi Pengelolaan

Sejalan dengan otonomi daerah, maka kewenangan pengelolaan pesisir telah didevolusikan kepada Pemerintah Daerah sebagaimana diamanatkan dalam pasal 10 UU NO. 22/1999. Urusan pemerintahan yang didevolusikan tersebut meliputi bidang eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut, tata ruang dan administrasi serta penegakan hukum di laut. Untuk itu perlu diperkuat kemampuan kelembagaan perencanaannya untuk mengembangkan perencanaan pengelolaan sumberdaya pesisir di daerah.

3.2.3. Pembangunan Berkelanjutan

Tujuan utama dari pengelolaan pesisir terpadu adalah untuk memanfaatkannya sumberdaya pesisir dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan pelaksanaan pembangunan nasional, dengan tidak mengorbankan kelestarian sumberdaya pesisir di dalam memenuhi kebutuhan baik untuk generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang. Untuk itu, laju pemanfaatan sumberdaya pesisir harus dilakukan kurang atau sama dengan laju regenerasi sumberdaya hayati atau laju inovasi untuk menemukan substitusi sumberdaya nirhayati di pesisir. Dalam hal ketidakmampuan manusia mengantisipasi dampak lingkungan di pesisir akibat berbagai aktivitas, maka setiap pemanfaatan harus dilakukan dengan hati-hati (precaunary principles), sambil mengantisipasi dampak negatifnya.

3.2.4. Keterbukaan dan Peranserta Masyarakat

Dengan adanya keterbukaan di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk memahami bahwasannya perencanaan perundang-undangan yang ditetapkan oleh Pemerintah pada dasarnya untuk kepentingan masyarakat; selain itu memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan serta dalam menyusun perencanaan, melaksanakan, dan turut serta melakukan pemantauan sekaligus pengendalian dalam pelaksanaannya.

Keterbukaan Pemerintah dalam menginformasikan rumusan kebijakan dan rencana kegiatan sebelum ditetapkan oleh pihak yang berwenang merupakan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi di dalam menyampaikan gagasan, persepsi, keberatannya, usulan perubahan ataupun gagasan yang berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir.

Keterbukaan tersebut, memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk menambah wawasan di dalam proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh Pemerintah. Sehingga kebijakan atau kegiatan yang dilaksanakan Pemerintah dapat mengurangi potensi konflik pemanfaatan atau konflik yuridiksi yang diakibatkan oleh penetapan kebijakan itu sendiri. Oleh sebab itu konsultasi publik yang melibatkan stakeholder utama sejak proses perencanaan, pelaksanaan sampai tahap pengendalian adalah sangat penting.

3.2.5. Kepastian Hukum

Kepastian hukum merupakan prinsip utama dalam penyelenggaraan sistem pemerintahan yang bersih dan berwibawa. Masyarakat perlu mengetahui proses perumusan peraturan perundang-undangan mulai dari tahap inisiasi sampai disyahkan oleh lembaga legislatif. Misalnya bagaimana, kapan dan untuk apa undang-undang tersebut diterapkan. Masyarakat juga perlu mengetahui isi dari perundang-undangan tersebut, misalnya objek dan lingkup pengaturan serta dampak pengaturan tersebut dalam kehidupan mereka.

Kepastian hukum sangat penting untuk menentukan siapa yang mempunyai akses, hak memiliki, dan memanfaatkan sumberdaya pesisir. Pemilikan dan penguasaan sumberdaya tersebut dilindungi oleh negara dan diakui oleh stakeholders lainnya. Sehingga setiap orang atau kelompok dapat mengelola pesisir secara terencana dan memiliki rasa kepemilikan (stewardship) yang menjadi nilai dasar pelestarian tersebut. Kepastian hukum dapat memberikan rasa keadilan dan keamanan pada masyarakat dalam melaksanakan kegiatan pemanfaatan sumberdaya pesisir tanpa intervensi oleh pihak penguasa atau pengguna sumberdaya dari daerah lain. Bagi dunia usaha, kepastian hukum memberikan jaminan keamanan investasinya dalam jangka panjang serta mengurangi resiko berusaha. Sedangkan bagi Pemda, kepastian hukum dapat menjamin konsistensi dan kebijakan pelaksanaan otonomi daerah secara penuh dan bertanggung jawab.


3.3. Kelembagaan

Untuk melaksanakan penyusunan Pengelolaan Pesisir Terpadu, maka diperlukan kelembagaan tersendiri yang berperan membantu instansi perencana yang ada seperti Bappeda provinsi atau kabupaten/kota. Kelembagaan ini bersifat lintas sector dan tidak permanen (ad hoc) yang dibentuk selama proses penyusunan dokumen Perencanaan PPT.

Pelaksanaan dan pengendalian Program PPT-nya akan dikoordinasikan Bappeda bersama Dinas Perikanan dan Kelautan serta instansi teknis atau unit pelaksana teknis di daerah. Lembaga adhoc ini terdiri dari tiga kelompok: i.) Tim Pembina/Tim Pengarah Provinsi atau Kabupaten/Kota; ii.) Tim Teknis Provinsi atau Kabupaten/Kota; dan iii.) Kelompok Kerja (Pokja) Perencanaan PPT. Tim Pembina terdiri dari pimpinan dari instansi terkait, lembaga penelitian atau UPT yang berfungsi untuk mengambil keputusan terhadap perencanaan serta alokasi sumberdaya darui instansinya. Tim Teknis merupakan perwakilan staf senior yang mempunyai posisi untuk mengambil keputusan di instansinya, untuk meformulasikan draft Perencanaan PPT sebelum diajukan ke Tim Pembina. Dalam Tim Teknis ini dapat ditunjuk pimpinan LSM atau Dunia Usaha yang mempunyai perhatian dan komitmen terhadap pengelolaan pesisir. Kelompok kerja terdiri dari staf dari masing-masing instansi terkait, LSM dan Dunia Usaha serta pakar atau ahli dari perguruan tinggi yang berperan dalam menyusun dokumen perencanaan sehari-hari.


3.4. Manfaat

Manfaat Program PPT dapat diperoleh berbagai tingkat pemerintahan mulai dari tingkat Nasional, Propinsi, dan Kabupaten/Kota, serta Desa, baik secara bersamaan atau terpisah. Pelaksanaan program PPT yang konsisten sesuai dengan tujuan nasional dan daerah, akan memberikan manfaat langsung kepada masyarakat yang ikut berperan serta. Pelestarian atau rehabilitasi terumbu karang bisa meningkatkan ketersediaan sumberdaya ikan terutama yang bernilai ekonomis penting, serta mempunyai nilai tambah terhadap jasa lingkungannya seperti tempat lokasi wisata bahari.

Besarnya manfaat PPT tergantung pada pandangan, persepsi, penilaian dan tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat itu sendiri dalam memanfaatkan sumberdaya pesisir. Ada beberapa manfaat keikutsertaan masyarakat didalam program PPT yang perlu dipertimbangkan, antara lain untuk:

a. Keberlanjutan sumberdaya pesisir, seperti sumberdaya ikan, mangrove, terumbu karang, padang lamun.

b. Menghindari pencemaran dan melindungi kesehatan masyarakat.

c. Meningkatkan manfaat ekonomi yang diperoleh dari jasa lingkungan laut (pariwisata, energi non-konvensional, dan industri maritim).

d. Mengembangkan bio-teknologi sumberdaya pesisir untuk produk farmasi, kosmetika, soaculent, dan sebagainya.

e. Mengembangkan sistem perekonomian yang berbasis pada masyarakat.

f. Mengembangkan kearifan lokal bagi kelestarian ekosistem pesisir.


3.5. Tahapan

Pengelolaan Pesisir Terpadu terdiri dari enam tahap meliputi: i.) tahap persiapan, ii.) tahap inisiasi; iii.) tahap pengembangan; iv.) tahap sertifikasi; v.) tahap implementasi; serta vi.) tahap pelembagaan (Gambar 3.1). Tahap persiapan meliputi penyiapan mekanisme pengelolaan proyek, rencana kerja dan penganggaran, alokasi personil, fasilitas bekerja dan pendanaan, pembentukan tim perencana dan pelatihan staf.

Tahap inisiasi meliputi identifikasi permasalahan dan penetapan prioritas penanganan, valuasi nilai lingkungan, penggalangan konsensus, pelaksanaan kampanye kepedulian masyarakat, penyusunan strategi pesisir, dan pembangunan sistem informasi terpadu.

Tahap pengembangan mencakup pengumpulan data khususnya data sosial, ekonomi, kelembagaan, biofisik dan teknologi dan penyusunan profil lingkungan pesisir, identifikasi pemilikan dan pengusahaan sumberdaya pesisir, penyusunan rencana strategis pengelolaan pesisir terpadu, pembuatan pemintakatan , penyusunan rencana pengelolaan dan rencana aksi, penataan kelembagaan, analisis ekonomi proyek, dan peningkatan peranserta masyarakat.

Tahap sertifikasi meliputi mekanisme hukum, persetujuan kepala daerah mengenai PPT, penerangan ke masyarakat mengenai PPT daerah dan mengakomodir tanggapan, penaguan Rencana PPT untuk disertifikasi instansi yang berwenang, pengesahan perda atas PPT yang telah disertifikasi, serta mekanisme alokasi pembiayaan.

Tahap implementasi meliputi mekanisme koordinasi dan pelaksanaan program PPT, pengawasan dan penegakan hukum, klarifikasi pemilikan dan pengusahaan sumberdaya pesisir, penataan perizinan, riset dan pengembangan, pemberdayaan masyarakat, pengembangan mata pencaharian alternatif, pen gelolaan berbasis masyarakat, pendidikan dan penyadaran masyarakat.

Tahap pelembagaan meliputi kegiatan monitoring dan evaluasi, revisi strategi dan rencana aksi, dan penyempurnaan rencana PPT dan pemantapan kelembagaan untuk siklus kegiatan PPT tahap berikutnya.

Dengan dilaluinya tahapan tersebut, maka Pengelolaan Pesisir Terpadu dapat dilakukan secara terencana, dan terakomodasikannya berbagai kepentingan-kepentingan sehingga secara keseluruhan akan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang berperan tanpa mengorbankan keberlanjutan sumberdaya pesisir.


Gambar 3.1. Tahapan Pengelolaan Pesisir Terpadu


3.6. Unsur-unsur Perencanaan

Unsur-unsur utama Pengelolaan Pesisir Terpadu terdiri dari (i) rencana strategis; (ii) rencana pemintakatan ; (iii) rencana pengelolaan dan (iv) rencana aksi. Kerangka kerja PPT dapat digambarkan sebagai piramida hierarki yang terdiri dari empat unsur utama dengan masingmasing unsur mempunyai peran khusus (Gambar 3.2), yaitu :

1. Rencana Strategis (Strategic Plan) berperan dalam menentukan visi/wawasan dan misi serta tujuan dan sasaran berkaitan dengan pengelolaan sumberdaya pesisir, serta penetapan strategi untuk mencapai tujuan yang telah dicanangkan;

2. Rencana Pemintakatan (Zonasi) berperan dalam pengalokasian ruang, memilah kegiatan yang sinergis dalam satu ruang dan kegiatan yang tidak sinergis di ruang lain dan pengendalian pemanfaatan ruang laut sesuai dengan tata cara yang ditetapkan;

3. Rencana Pengelolaan (Management Plan) berperan untuk menuntun pengelolaan sumberdaya alam sesuai dengan skala prioritas maupun dalam pemanfaatan sumberdaya sesuai karakteristik suatu wilayah;

4. Rencana Aksi (Action Plan) berperan dalam menuntun penetapan tindakan berkaitan dengan pelaksanaan proyek sebagai upaya dalam mewujudkan rencana pengelolaan.

Di dalam Pedum ini, Renstra PPT merupakan landasan bagi pengintegrasian pelaksanaan rencana pengelolaan dari masing-masing sektor, dunia usaha, pemerintah daerah dan masyarakat.

Rencana Strategis
Pengelolan Pesisir Terpadu
Rencana
Zonasi
Rencana
Pengelolaan
Rencana
Aksi

Gambar 3.2. Kerangka Kerja Pengelolaan Pesisir Terpadu

Gambar 3.2. menjelaskan hubungan antar unsur PPT tersebut berbentuk hierarki piramida, yaitu unsur yang di bawahnya merupakan landasan bagi unsur yang di atasnya. Perpaduan unsur-unsur tersebut merupakan dasar yang komprehensif dan konsisten untuk alokasi, sumberdaya dan ruang pemanfaatan dan pengendalian sumberdaya pesisir yang dikelola oleh Pemerintah Daerah, dunia usaha dan masyarakat.

Dalam konteks pengelolaan terpadu, suatu Rencana Aksi (Action Plan), merupakan panduan praktis, disusun mengacu pada Rencana Pengelolaan (Management Plan). Rencana Pengelolaan disusun berdasarkan Rencana Pemintakatan (Zonation Plan) yang diprioritaskan berdasarkan kebijakan perencanaan strategis. Sebagai contoh, pada zona yang telah ditetapkan prioritas peruntukannya, maka pembangunan prasarana pendukung atau kegiatankegiatan lainnya harus mempunyai konsistensi dan sinergis dengan kegiatan yang ada.

Kegiatan yang tidak sinergis harus ditolak atau dipindah, agar tidak saling merugikan.
Memberikan sumbangan pada sasaran nasional dan aspirasi masyarakat
Mencerminkan perhatian/kebutuhan daerah
Memberikan efek spasial terhadap kebijakan
Menuntun dan memprioritaskan
Menuntun dan memprioritaskan
Memberikan kontribusi pada kebijakan kawasan/ sumberdaya/kegiatan
Memberi arahan pada formulasi, pengendalian dan bantuan dalam penyusunan prioritas pembiayaan
Secara progresif memberikan sumbangan pada pencapaian wawasan
Menberikan efek terhadap
Mengidentifikasi dan menyusun prioritas
Pengendalian rinci
Dukungan dan
Kontribusi dalam identifikasi kebutuhan

RENCANA AKSI
RENCANA
PENGELOLAAN
RENCANA
PEMINTAKATAN
RENCANA STRATEGIS PPT DAERAH

Gambar 3.3. Manfaat Praktis Rencana Strategis PPT


IV. RENCANA STRATEGIS (STRATEGIC PLAN)

4.1. Pendahuluan

Bab ini menjabarkan mengenai mekanisme penyusunan rencana strategis pengelolaan pesisir terpadu. Rencana strategis pengelolaan ini berisi tujuan; pendekatan; isi rencana strategis; proses penyusunan rencana strategis; dan masa berlaku rencana strategis.


4.2. Tujuan Rencana Strategis

1. Untuk menyusun visi, misi, tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama dari segenap pihak terkait, dan memberikan landasan yang konsisten bagi Penyusunan Rencana Pemintakatan (zonasi), Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi di suatu Daerah.

2. Untuk mengidentifikasi tujuan, sasaran dan indikator kinerja (performance indicators) sehingga bisa diukur tingkat keberhasilan pengelolaan pesisir dalam mencapai out come dan out put.

3. Untuk menyusun suatu standar perencanaan yang konsisten, sinergis dan terpadu bagi pengelolaan pesisir, dan alat pengendalian pembangunan di wilayah pesisir bagi aparat Daerah, masyarakat setempat, dunia usaha.

4. Untuk memfasilitasi Pemerintah Daerah dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan pesisir di daerah propinsi, daerah kabupaten/kota dan nasional yang relevan, sebagaimana tercantum dalam Propeda dan Repelita Nasional/Propenas.


4.3. Pendekatan

Pendekatan koordinatif yang bersifat kewilayahan yang dalam pelaksanaannya mengandung unsur-unsur yang bersifat akomodatif, partisipatif, protektif dan antisipatif.


4.4. Isi Rencana Strategis

Dokumen Renstra PPT sebaiknya singkat tetapi padat, memuat data sumberdaya pesisir seminimal mungkin tetapi memberikan informasi yang berguna. Dokumen utama berisikan sekitar 25 sampai 30 halaman. Data sumberdaya dan peta yang lebih lengkap, hasil proses konsultasi yang demokratis, terbuka dan intensif, dan lainnya dapat disajikan dalam bentuk dokumen pendukung (lampiran). Renstra hendaknya berorientasi pada pencapaian tujuan, dan sedapat mungkin mengurangi pemuatan kegiatan menyimpang atau utopis yang justru dapat Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu menurunkan kemampuan para pengelola (yang menggunakan dokumen renstra) untuk mengelola sumberdaya pesisir secara integratif, adaptif, responsif dan kreatif.

Untuk membuat konsistensi perencanaan secara nasional, dokumen Renstra Pengelolaan Pesisir Terpadu setiap daerah Propinsi/Kabupaten/Kota yang dituliskan secara sistematis dan berisikan unsur-unsur, seperti;

i. Kata Pengantar

ii. Pendahuluan

iii. Profil Pesisir Daerah (Propinsi/Kabupaten/Kota)

iv. Visi Pembangunan Wilayah Pesisir

v. Tujuan dan sasaran

vi. Strategi untuk mencapai tujuan dan sasaran

vii. Proses Implementasi

viii. Prosedur Pengkajian Ulang, Pemantauan dan Evaluasi

ix. Informasi lanjutan.

Rincian dari setiap bab (bagian) di atas dapat berbeda antara satu Propinsi atau Kabupaten/Kota dengan lainnya, bergantung pada kondisi biogeofisik, ekonomi, sosial dan budaya serta faktor kelembagaan dan teknologi dari Propinsi atau Kabupaten/Kota bersangkutan serta skala prioritas pembangunan daerah.
Adapun uraian dari isi rencana strategis tersebut adalah :

i. Kata Pengantar

Bagian ini memberikan kesempatan kepada Kepala Daerah untuk memperkenalkan Renstra PPT Daerahnya. Tanda tangan Kepala Daerah mengisyaratkan pentingnya Renstra PPT dan mempertegas komitmen jajaran instansinya untuk melaksanakan Renstra. Bagian ini maksimum berisi satu halaman.

ii. Pendahuluan

Bagian ini memuat latar belakang perlunya disusun Renstra Propinsi/Kabupaten/Kota, seperti konteks global, nasional dan daerah, serta harapan manfaat dan kegunaannya bagi masyarakat, dunia usaha dan pemerintah.
iii. Profil Wilayah Pesisir Propinsi
Bagian ini harus m emuat secara tegas seberapa jauh batas wilayah pesisir ke arah laut dan kearah darat, yang digambarkan dalam sebuah peta. Dalam hal ini dapat mengacu pada UU NO. 22/1999 batasan wilayah pesisir propinsi ke arah laut sejauh 12 mil laut dari garis pantai (coastline), dan ke arah darat bisa menggunakan batas ekologi DAS hulu jika berada dalam Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu satu kabupaten/kota atau batas administrasi wilayah desa pantai/kecamatan tergantung pada kesepakatan daerah dan isu pengelolaan pesisir yang ditangani.

iv. Visi Pembangunan Pesisir Terpadu

Visi adalah suatu pernyataan umum yang mengungkapkan keinginan atau harapan semua pihak yang terkait (stakeholders) tentang masa depan pemanfaatan sumberdaya pesisir suatu daerah bagi kepentingan bersama. Harapan ini harus mencerminkan tujuan pembangunan nasional (GBHN dan Propenas) dan tujuan pembangunan daerah (Pola Dasar dan Propeda).
Visi juga harus mengantisipasi perubahan atau dinamika pembangunan yang terjadi baik pada tahun sekarang maupun masa depan di tatanan (level) daerah, nasional, maupun global. Pernyataan visi tersebut ditulis berdasarkan konsensus semua stakeholders dan ditulis dengan bahasa yang jelas, lugas, dan singkat. Penyusunan visi akan lebih efektif bila dilakukan dengan cara musyawarah, curah pendapat (brainstorming), diskusi fokus group (focus group discussion), rapat desa atau forum pertemuan interaktif lainnya.

v. Tujuan

Mengingat visi adalah merupakan harapan masyarakat tentang masa depan sumberdaya pesisir yang dinyatakan secara sangat ringkas, maka harapan tersebut perlu dijabarkan secara lebih rinci dalam bentuk empat kategori tujuan, yaitu:

(a) Tujuan Ekologi

(b) Tujuan Ekonomi

(c) Tujuan Sosial Budaya

(d) Tujuan Kelembagaan

Tujuan ekologi lebih menitik beratkan pada pelestarian dan konservasi sumberdaya pesisir.

Tujuan ekonomi lebih difokuskan pada eksploitasi sumberdaya pesisir untuk menghasilkan komoditi yang dapat dipasarkan. Kepentingan ekonomi ini sering lebih kuat untuk mengeksploitasi daripada mengkonservasi. Tujuan sosial-budaya lebih difokuskan pada revitalisasi nilai-nilai budaya masyarakat pesisir dalam memanfaatkan sumberdaya dan nilai-nilai masyarakat terhadap sumberdaya tersebut. Tujuan kelembagaan lebih difokuskan pada aturan-aturan pengelolaan (management rules) dalam meregulasi pemanfaatan sumberdaya pesisir serta institusi yang yang melaksanakannya.

Keempat tujuan tersebut pada umumnya ada dalam setiap kegiatan pengelolaan pesisir, hanya saja bobot penekanannya berbeda-beda. Ada yang dititikberatkan pada kepentingan ekonomi seperti pertambangan, ada juga untuk kepentingan konservasi seperti taman nasional laut.

Tujuan tersebut harus sesuai dengan kebijakan pembangunan nasional dan daerah, khususnya yang berkaitan pemanfaatan sumberdaya pesisir, guna mewujudkan visi yang telah disepakati bersama oleh segenap stakeholders.

Pengelompokan tujuan pengelolaan pesisir terpadu menjadi empat kategori mengisyaratkan, bahwa perumusan tujuan didasarkan atas permasalahan dan isu utama yang ada saat ini maupun kecenderungan yang diperkirakan akan muncul dikemudian hari. Pemeringkatan (ranking) dari masing-masing kategori tujuan tersebut disesuaikan dengan bobot dalam bentuk persen (%) yang disepakai stakeholders di daerah, misalnya untuk suatu daerah pertambangan lepas pantai, bobot tujuan ekonomi lebih besar persentasenya dibandingkan
tujuan konservasi, sosial budaya, dan kelembagaan. Sedang untuk daerah wisata bahari, bobot tujuan konservasi menduduki ranking yang lebih tinggi dari tujuan ekonomi, sosial budaya, dan kelembagaan.

Dalam penetapan tujuan berdasarkan prioritas, maka kegiatan pelaksanaannya harus saling terkait dengan tujuan lainnya dan tidak secara parsial dalam pelaksanaannya, tetapi harus sinergi dengan tujuan lainnya sehingga terdapat suatu integritas dalam pengelolaan pesisir.

vi. Sasaran dan Strategi

Dokumen Renstra PPT berperan dalam memberikan suatu kerangka kerja atau pedoman dalam penyusunan strategi dan jenis-jenis kegiatan yang harus diimplementasikan oleh para pengelola atau pengguna sumberdaya pesisir guna mencapai visi bersama, tujuan, dan sasaran pengelolaan sumberdaya pesisir. Perlu diperhatikan bahwa peran Renstra bukan untuk menuntun para pengelola di dalam menyusun jenis-jenis kegiatan secara rinci, akan tetapi Renstra berperan mengarahkan para pengelola apa yang seharusnya dicapai melalui penyusunan rencana strategis dan selanjutnya menjabarkan Renstra menjadi rencana pemintakatan, rencana pengelolaan, rencana aksi.

Dari setiap tujuan yang ditetapkan perlu disusun sejumlah sasaran guna mencapai visi dan tujuan dimaksud. Sasaran adalah suatu pernyataan yang spesifik, sedapat mungkin bersifat kuantitatif dan terukur, tentang cara dan upaya untuk mencapai tujuan yang diinginkan bersama. Sasaran juga mencerminkan hasil yang diharapkan melalui strategi yang dikembangkan guna mencapai tujuan dimaksud.

Seperti halnya pada visi dan tujuan, sasaran juga akan berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya, tergantung pada isu pemanfaatan sumberdaya pesisir dan skala prioritas pembangunan dari suatu propinsi yang diidentifikasi selama proses penyusunan Renstra.

Struktur standar tentang penyusunan komponen-komponen Renstra secara sistematis disajikan pada Tabel 4.1. Struktur ini menguraikan komponen utama Renstra yang terdiri dari visi, tujuan, sasaran, dan strategi. Untuk memantapkan penyusunan Renstra tersebut, perlu digunakan analisis SWOT (strenght, weakness, opportunity, threat) terhadap kondisi dan karakteristik wilayah pesisir sebagaimana diuraikan dalam profil wilayah pesisir.

Berdasarkan analisis SWOT dirumuskan sejumlah strategi guna mencapai sasaran dimaksud. Dengan perkataan lain strategi adalah suatu pendekatan spesifik untuk mencapai sasaran yang telah ditetapkan. Secara umum strategi ini dapat dikelompokan antara lain strategi pengelolaan berkelanjutan, proteksi, konservasi, rehabilitasi, pemanfaatan berwawasan lingkungan, dan komunikasi.

Tabel 4.1. Standar penulisan dan hubungan antar komponen Renstra.

KOMPONEN
ISI

A. Visi

Memberikan landasan pembangunan masa depan yang diinginkan

B. Tujuan
• Suatu pernyataan umum berisikan tentang kondisi atau hasil yang diinginkan oleh pihak yang terkait.
• Tujuan sebaiknya dikelompokkan menjadi empat katagori: ekologi, ekonomi, sosial budaya dan kelembagaan.
• Setiap kategori boleh lebih dari satu tujuan.

C. Sasaran
• Suatu pernyataan yang lebih spesifik untuk mencapai tujuan
• Pernyataan sasaran mewakili pendirian dari instansi pengambil keputusan mengenai suatu isu/permasalahan yang akan ditangani.
• Suatu sasaran tidak boleh bertentangan dengan visi dan tujuan.
• Sasaran harus konsisten dengan kebijakan pembangunan nasional dan daerah.
• Analisis SWOT pada tahap ini harus dilakukan.
• Indikator keberhasilan disusun untuk mengukur keberhasilan strategi dan program dalam mencapai sasaran.
• Untuk setiap tujuan dapat dirumuskan satu atau lebih sasaran.

D. Strategi
• Pendekatan spesifik untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.
• Setiap strategi harus dilengkapi tiga hal, yaitu: (1) instansi penanggung jawab; (2) prioritas: (3) jangka waktu.
• Perlu ditentukan lembaga yang harus terlibat dalam pelaksanaan strategi dan program, dan ditetapkan instansi koordinator yang dapat menjamin pelaksanan rencana strategi.
• Skala prioritas perlu ditetapkan untuk mengimplementasikan setiap strategi selama masa berlakunya Renstra.

vii. Proses Implementasi

Proses implementasi mencakup perumusan visi, tujuan, dan sasaran serta penyusunan Renstra secara keseluruhan (Gambar 4.1). Gambar ini menguraikan posisi Renstra dalam proses perencanaan dan pembangunan daerah Propinsi, Kabupaten/Kota dan Nasional. Gambar ini menerangkan bagaimana Renstra PPT digunakan dan oleh siapa, serta langkah-langkah untuk menjamin pelaksanaan Renstra. Dalam bagan ini dijelaskan proses tindak lanjut dari Renstra yakni untuk menyusun rencana yang lebih spesifik, meliputi Rencana Pemintakatan (zonasi), Rencana Pengelolaan, dan Rencana Aksi. Untuk menentukan langkah-langkah pelaksanaan perlu dibuatkan matrik yang memuat: (i) strategi yang diusulkan, (ii) instansi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan setiap strategi, (iii) skala prioritas pelaksanaan strategi dan (iv) jadwal pelaksanaan strategi, (v) tingkat keberhasilan.

viii. Prosedur Pengkajian Ulang Pemantauan dan Evaluasi

Pengkajian ulang, pemantauan dan evaluasi atas dokumen PPT perlu dilakukan secara berkesinambungan. Antisipasi terhadap isu-isu pengelolaan pesisir dilakukan dengan merumuskan perencanaan yang berorientasi masa depan serta adaptif terhadap perkembangan yang baru. Sehingga strategi-strategi yang telah diformulasikan tidak ketinggalan tetapi adaptif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi. Oleh karena itu, strategi dalam renstra perlu dikaji ulang dan dimodifikasi seiring dengan berjalannya waktu. Selanjutnya, pemantauan kinerja rencana-rencana yang telah dibuat merupakan sesuatu yang dapat dijadikan dasar peningkatan efektivitas evaluasi pengelolaan. Pengkajian ulang dapat dilakukan oleh lembaga ad-hoc seperti Tim Teknis atau Kelompok Kerja Pengelolaan Pesisir Terpadu (Pokja PPT) yang melaporkan secara berkala (jangka pendek, menengah) kaji ulang mengenai pelaksanan kebijakan. Prosedur dan jadwal pengkajian ulang dan evaluasi serta mekanisme peran serta masyarakat harus dirumuskan.

Dalam upaya untuk menghasilkan proses yang efisien dan efektif, maka setiap sasaran yang ada dalam Renstra hendaknya memiliki indikator kinerja (performance indicators). Indikator tersebut dikembangkan untuk mengukur kesuksesan, efisiensi, dan efektifitas penerapan strategi dari Renstra. Evaluasi hasil atau nilai indikator kinerja ini akan memungkinkan untuk merevisi rencana dan menyesuaikan strategi yang diperlukan dalam rangka menghadapi perubahan yang terjadi. Proses pemantauan dan evaluasi berguna untuk menyempurnakan pelaksanaan kegiatan dan penentuan apakah sasaran perencanaan dapat dicapai.

ix. Informasi Lanjutan

Renstra PPT merupakan dokumen publik dan diharapkan tersebar luas ke semua pihak yang terkait. Bila dibutuhkan informasi atau penjelasan lebih lanjut tentang isi dari Renstra ini, maka pengguna atau pemanfaat dianjurkan untuk menghubungi instansi atau administratur penanggung jawab penyusunan Renstra PPT. Alamat lengkap dan terinci dari Sekretariat Tim

PPT di instansi tersebut atau Tim Pokja yang bertanggungjawab untuk penyusunan Renstra diinformasikan untuk memudahkan komunikasi.

PELAKSANAAN TINJAUAN DAN PENGESAHAN PENYUSUNAN
Pemantauan dan Tinjauan
Rencana Strategis PPT
Penyebarluasan & Pelaksanaan
Rencana Strategis PPT
Pengesahan Tim Pembina dan
Kepala Daerah serta DPRD
Penyiapan Konsep Akhir
Rencana Strategis PPT
Tinjauan Konsep Renstra
Tingkat Nasional
Tinjauan Konsep Renstra
Tingkat Daerah
Penyiapan Konsep
Rencana Strategis PPT
Konsultasi dengan masyarakat,
dunia usaha dan instansi terkait
Pertemuan Tim Teknis - Pokja
PPT Provinsi/Kabupaten/Kota

Gambar 4.1. Tahapan Penyusunan Rencana Strategis Pengelolaan Pesisir Terpadu

4.5. Proses Penyusunan Rencana Strategis

Proses penyusunan Renstra PPT secara garis besar diperlihatkan dalam Gambar 4.1. Tiap tahapan dari proses ini dijelaskan lebih lanjut. Garis utuh menunjukkan alur dari tiap tahapan, sedangkan garis putus-putus menunjukkan umpan balik dari tiap tahapan. Tahapan tersebut terdiri dari pertemuan awal tim teknis, konsultasi publik, penyusunan konsep dasar, tinjauan konsep strategi, revisi konsep strategi, persetujuan tim, penyebarluasan dan implementasi, pemantauan, serta tinjauan dan revisi.

Pertemuan Awal Tim Teknis - Pokja PPT Propinsi/Kabupaten/Kota menandai dimulainya proses perencanaan strategis dan dilakukan di tahap awal penyusunan Renstra. Pedoman Umum ini harus sudah berada ditangan Tim Teknis paling lambat dua minggu sebelum pertemuan untuk persiapan dan pembekalan dalam pertemuan. Tim Teknis nantinya dalam pertemuan tersebut harus menyusun:

(a) Daftar prioritas masalah yang perlu diperhitungkan dalam strategi Program Pembangunan Daerah. Daftar ini harus didasarkan pada tinjauan terhadap isu-isu pengelolaan pesisir yang aktual dan potensial di masa datang.

(b) Daftar instansi, kelompok dan perorangan terkait yang diketahui mempunyai kepentingan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir di daerah bersangkutan. Daftar ini harus dibuat dalam suatu format.

(c) Rincian semua kebijakan dan kegiatan pengelolaan pesisir yang menjadi tanggung jawab masing-masing instansi terkait.

Tim penyusun atau pakar perencanaan PPT mempresentasikan kerangka kerja penyusunan Perencanaan Pesisir Terpadu dan Petunjuk Teknisnya. Selanjutnya penanggung jawab pelaksanaan menjelaskan ketersediaan sumberdaya (pembiayaan, personil, dan fasilitas) dan kurun waktu yang tersedia untuk penyusunan Renstra PPT Daerah. Setiap anggota Tim Teknis yang mewakili instansinya harus mempresentasikan materi-materi yang telah mereka persiapkan. Organisasi non-pemerintah menguraikan berbagai aspirasi yang berkembang dari masyarakat atau LSM lainnya. Materi ini akan menjadi dokumen penting bagi lembaga perencanaan daerah yang bertanggungjawab dalam pengelolaan pesisir.

Pembentukan Kelompok Kerja (Pokja) dan Sekretariat merupakan bagian akhir dari pertemuan ini yaitu membentuk suatu Kelompok Kerja yang anggotanya 3-5 orang. Pokja ini harus bertindak sebagai tim inti dalam penyusunan draft Renstra PPT Daerah. Pokja harus didukung oleh sekretariat dalam mengumpulkan informasi, mengatur pertemuan dan penyiapan konsep Renstra PPT Daerah.

Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu

Konsultasi Awal Unsur Terkait Tingkat Propinsi

Setelah pertemuan awal Tim Teknis, Pokja membuat risalah pertemuan awal termasuk materi presentasi anggota Tim Teknis. Ringkasan ini disusun dalam tiga bagian, yaitu:

(a) Kumpulan daftar pihak yang berkepentingan (stakeholders) di tingkat Daerah,

(b) Kondisi sumberdaya pesisir dan kecenderungan pemanfaatannya, dan

(c) Daftar prioritas isu pengelolaan pesisir.

Informasi diatas akan digunakan untuk merencanakan serangkaian konsultasi dengan unsur terkait di tiap Kabupaten/Kota yang mempunyai wilayah pesisir. Tim Pokja memutuskan berapa kali konsultasi yang diperlukan, metode apa yang diterapkan (pertemuan, surat, telpon, internet, pengumuman melalui surat kabar/radio/televisi dan sebagainya) dengan memperhatikan sarana dan kemampuan instansi penangungjawab serta keterbatasan sumberdaya dan waktu. Tujuan utama dari konsultasi awal ini adalah untuk mendapatkan gambaran dari pihak yang berkepentingan tentang:

(a) Visi atau pandangan mereka tentang pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pesisir di tingkat Propinsi; dan

(b) Perhatian mereka tentang isu-isu, dampak lingkungan, serta konflik pemanfaatan dan konflik kewenangan yang terjadi saat ini atau yang akan datang.
Hasil konsultasi ini akan dikumpulkan oleh Sekretariat dan dilaporkan kepada Pokja.

Penyusunan Konsep Rencana Strategis PPT

Berdasarkan pertemuan konsultasi awal Tim Teknis dengan unsur terkait, Pokja didukung oleh sekretariat dan konsultan/pakar menyiapkan Konsep Rencana Strategis PPT Daerah.

Konsep Renstra PPT harus didistribusikan kepada semua anggota Tim Teknis untuk
dipelajari selama kurang lebih 1-2 minggu sebelum diselenggarakan pertemuan khusus Tim Teknis. Dalam pertemuan ini segala bentuk perubahan/revisi harus didiskusikan untuk mencapai kata sepakat tentang konsep Renstra yang akan dibahas pada proses selanjutnya.

Tinjauan Tingkat Daerah

Konsep Strategis akan disampaikan dan ditinjau dalam tingkat Daerah yang pelaksanaannya dapat dilakukan melalui dua alternatif, yaitu :

(a) Mengirimkan salinan konsep tersebut kepada semua pihak terkait, guna memperoleh komentar (melalui fax, email atau surat dalam 30 hari); dan/atau

(b) Melampirkan konsep tersebut dalam undangan konsultasi publik yang diumumkan
kepada masyarakat. Bila memungkinkan, konsultasi tersebut dilakukan di beberapa
lokasi dalam satu Daerah tergantung pada kemampuan yang ada. Pertemuan dikoordinir oleh Sekretaris Tim Teknis PPT bekerjasama dengan BAPPEDA Provinsi atau Kabupaten/Kota. Setiap pertemuan akan dipresentasikan secara singkat konsep strategi oleh anggota Pokja, dilanjutkan dengan diskusi dan pemberian tanggapan.
Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu

Semua tanggapan yang diperoleh akan dikumpulkan Sekretariat dan risalahnya disajikan pada pertemuan Tim Teknis berikutnya. Beberapa tanggapan barangkali menghendaki revisi konsep Renstra tersebut sebelum pertemuan Tim Teknis berikutnya

Tinjauan Tingkat Nasional

Pada saat yang bersamaan dengan tinjauan strategi di daerah, salinan konsep Renstra juga harus dikirim ke Ditjen P3K-DKP (Direktorat Jenderal Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan) untuk didistribusikan ke instansi pusat terkait seperti Depdagri, Bappenas, LIPI, Bakosurtanal, BPPT, Depkimpraswil dan internal DKP.

Setelah tinjauan konsep strategis di Daerah, Pokja selanjutnya menghadiri pertemuan tinjauan di Pusat yang dihadiri oleh wakil dari instansi pusat dan LSM. Dalam pertemuan ini, instansi dan LSM ini harus menyajikan tanggapan resmi tentang konsep strategis dari tiap Daerah.

Setelah pertemuan tinjauan tingkat pusat, Instansi Penanggung Jawab menyatakan bahwa Renstra Daerah sejalan dengan kebijakan nasional. Mekanisme ini merupakan cikal bakal proses sertifikasi program Pengelolaan Pesisir Terpadu.

Revisi Konsep Strategis Setelah konsultasi tingkat Pusat, Propinsi dan Daerah Kabupaten/Kota dan telah dilakukan revisi seperlunya, Pokja akan mengkoordinir penyiapan konsep akhir Strategis. Konsep akhir ini akan mengakomodir segala tanggapan yang diberikan oleh peninjau dan kemudian dicetak sebaik mungkin. Konsep Renstra yang telah direvisi secara resmi dipresentasikan dalam rapat
terpadu antara semua Tim Teknis Propinsi/Kabupaten/Kota dengan para pimpinan instansi perencana. Setelah presentasi, semua peserta diminta membuat tanggapan atau saran akhir yang berkaitan dengan Renstra. Tanggapan yang relevan dapat digunakan untuk membuat perubahan sebelum konsep Renstra difinalkan dan diserahkan kepada Tim Pembina.

Persetujuan Tim Pembina Daerah dan Kepala Daerah

Konsep final Renstra dikirim kepada semua anggota Tim Pembina sekurang-kurangnya dua minggu sebelum pertemuan khusus Tim Pembina. Dalam pertemuan ini, Pokja secara resmi menyajikan Renstra PPT Daerah dan menjelaskan kepada Tim Pembina proses yang telah ditempuh dalam penyusunan Renstra tersebut. Pertemuan ini adalah kesempatan penting untuk menjelaskan implikasi dari Renstra bagi kepentingan instansi terkait dan stakeholders utama. Setelah penyajian konsep final Renstra, diminta pengesahan konsep tersebut dari Tim Pembina dalam bentuk "Surat Rekomendasi" kepada Kepala Daerah.

Dalam dua minggu setelah pertemuan Tim Pembina dan Pokja, Ketua Tim Pembina harus mempersiapkan pertemuan dengan Kepala Daerah. Dalam pertemuan ini akan disampaikan Konsep Akhir Renstra (disertai Rekomendasi dari Tim Pembina) untuk mendapatkan Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu pengesahan/keputusan dan tandatangan Kepala Daerah. Surat keputusan Kepala Daerah berisi lampiran dokumen PPT yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari surat keputusan dimaksud.

Penyebarluasan dan Implementasi

Setelah terbitnya surat keputusan oleh Kepala Daerah tersebut, dokumen Renstra dicetak dan disebarluaskan secara resmi. Penyebarluasan dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:

(a) Kepala Daerah dan/atau instansi yang berwenang menyampaikan dokumen Renstra
secara resmi kepada publik, dalam suatu acara khusus atau pertemuan lainnya.

(b) Tim Pokja melakukan suatu jumpa pers yang menjelaskan tujuan utama dari Renstra
dan merinci beberapa salinan yang dibuat.

(c) Menyampaikan salinan strategi ini melalui pos kepada semua pihak yang terkait.

Salinan tersebut harus dikirim kepada semua instansi terkait di Daerah Propinsi atau Kabupaten/Kota yang terlibat selama masa penyiapan konsep ini.

Penyebarluasan Renstra PPT tersebut akan dibatasi oleh ketersediaan asupan (input) yang ada (pembiayaan, personil dan fasilitas). Namun, segala usaha harus dilakukan untuk memastikan agar semua pihak yang berkepentingan dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir mengetahui adanya Renstra tersebut dan bagaimana cara mendapatkan salinannya. Lembaga perencanaan daerah harus menyiapkan salinan Renstra PPT Daerah yang cukup sebagai persediaan untuk dibagikan kepada pihak yang memerlukannya (LSM, investor, lembaga pendidikan) dan mengiklankannya melalui surat kabar daerah dan radio. Karena Renstra ini mengikat kepada
semua instansi di Daerah, maka strategi ini harus dipakai sebagai dasar untuk pengambilan keputusan dan penyusunan anggaran proyek. Tim Teknis dan Tim Pembina akan menindaklanjuti pelaksanaan dalam hal ini.

Pemantauan

Tim Pembina menyampaikan laporan tentang kemampuan pelaksanaan Renstra ini yang
harus menguraikan antara lain :

(a) Kemajuan umum dalam mencapai Visi dan Tujuan pembangunan Daerah;

(b) Hasil pemantauan dari setiap kebijakan dalam Renstra tersebut; dan

(c) Segala masalah khusus dan pelaksanaannya untuk mengatasi masalah tersebut.

Secara tahunan Tim Pembina harus menyampaikan laporan yang disajikan pada pertemuan Tim tidak lebih dari 2 bulan setelah berakhirnya tahun anggaran (misalnya bulan Februari setiap tahun). Salinan laporan tahunan tersebut didistribusikan kepada instansi terkait.

Tinjauan dan Revisi Strategi

Strategi Perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu Daerah perlu ditinjau kembali secara teratur dan direvisi. Untuk keperluan itu direncanakan 3 bentuk tinjauan, yaitu :

Pedoman Umum Pengelolaan Pesisir Terpadu

(a) Tinjauan Resmi Tahunan

(b) Tinjauan Lima Tahun

(c) Tinjauan Periodik

Tinjauan resmi tahunan harus dilakukan oleh Tim Teknis Daerah dan Tim Pembina Daerah.

Tinjauan ini didasarkan pada hasil pemantauan pelaksanaan tahunan yang dibandingkan dengan indikator kinerja, serta segala bentuk perkembangan baru. Tinjauan ini difokuskan terutama pada pengalaman pelaksana kebijakan yang ada serta kemajuan yang dicapai unsur lain dari perencanaan Pengelolaan Pesisir Terpadu.

Tinjauan lima tahun merupakan bagian dari proses perencanaan pembangunan lima tahun, yang perlu dilakukan untuk mensinkronkan Renstra PPT Daerah dengan rencana pembangunan lainnya. Tinjauan ini akan memberikan kesempatan untuk mengkaji kembali dan memperbaharui Visi dan Tujuan Daerah dan melibatkan komunikasi dengan semua unsur terkait. Tinjauan lima tahun dilaksanakan dibawah arahan Tim Pembina Daerah.

Tinjauan periodik diperlukan saat muncul masalah atau proyek baru atau saat diperolehnya pengalaman baru selama pelaksanaan Strategi tersebut. Ketiga bentuk tinjauan tersebut memfokuskan diri utamanya pada keberadaan kebijakan khusus dan diprakarsai oleh Tim Pembina. Strategi Daerah dapat direvisi dan revisi Strategi harus mengikuti proses yang sama sebagaimana pembuatan suatu Strategi. Sebagaimana suatu revisi, alasan untuk perubahan harus didokumentasikan dan dikonsultasikan dengan semua pihak yang berkepentingan.


4.6. Masa Berlaku

Renstra mencakup perencanaan jangka menengah dan jangka panjang. Dokumen Renstra Pengelolaan Pesisir Terpadu yang akan disusun Pemda sebaiknya mencakup 10-20 (sepuluh sampai dua puluh) tahun periode perencanaan, sehingga Renstra ini akan sesuai dengan target secara nasional untuk masuk globalisasi tahun 2020.


V. RENCANA PEMINTAKATAN (ZONING PLAN)

5.1. Pendahuluan

Bab ini menjabarkan mengenai mekanisme penyusunan rencana pemintakan (zoning plan) pesisir. Pembahasan penyusunan rencana pemintakatan berisi uraian tentang tujuan, pendekatan, isi rencana pemintakatan, proses penyusunan rencana pemintakatan, dan masa berlaku rencana pemintakatan .

5.2. Tujuan Rencana Pemintakatan

Tujuan penyusunan rencana pemintakan ini adalah untuk membagi wilayah pesisir dalam zona-zona yang sesuai dengan peruntukan dan kegiatan yang bersifat saling mendukung (compatible) serta memisahkannya dari kegiatan yang saling bertentangan (incompatible).

Penentuan zona tersebut difokuskan berdasarkan kegiatan utama dan prioritas pemanfaatan sumberdaya pesisir guna mempermudah pengendalian dan pemanfaatan. Rencana pemintakatan menjelaskan fokus kegiatan dan nama zona yang dipilih berdasarkan kondisi dan kegiatan yang diizinkan atau dapat dilakukan dengan persyaratan tertentu. Kegiatan bersyarat tersebut tidak perlu ditujukan untuk suatu zona tetapi pada waktu yang bersamaan dapat dipertimbangkan berkesinambungan pada suatu zona khusus. Penetapan rencana pemintakatan dimaksudkan untuk memelihara keberlanjutan sumberdaya pesisir dalam jangka panjang serta mengeliminir berbagai faktor tekanan terhadap ekosistem pesisir akibat kegiatan yang tidak sesuai (incompatible).

5.3. Pendekatan

Penyusunan rencana pemintakatan dilakukan melalui tiga pendekatan. Pertama, penyusunan rencana pemintakatan mempertimbangkan kebijakan pembangunan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah, kepentingan masyarakat dan hak-hak ulayat, serta kepentingan yang bersifat khusus. Kedua, pendekatan bio-ekoregion dimana ekosistem pesisir dibentuk oleh sub-ekosistem yang saling terkait satu sama lainnya. Oleh sebab itu kombinasi penggunaan data biogeofisik yang menggambarkan kondisi bio-ekoregion merupakan persyaratan yang dibutuhkan (necessary condition) dalam menetapkan zona-zona yang akan dipilih. Pendekatan ketiga, dilakukan melalui pengumpulan data dan informasi yang dapat digali dari persepsi masyarakat yang hidup di sekitar ekosistem tersebut, terutama kontek historis mengenai kejadian yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pesisir
dari masa lampau sampai saat ini, serta implikasinya terhadap keberlanjutan sumberdaya pesisir tersebut. Misalnya, apakah jumlah tanggapan nelayan berkurang sejalan perkembangan waktu, atau kejadian coral bleaching.

5.4. Isi Rencana Pemintakatan

Identifikasi zona tidak terbatas pada peruntukan, namun yang lebih penting ialah deskripsi yang sesuai dengan yang diberikan untuk tiap zona dalam dokumen rencana pemintakatan .

Deskripsi untuk zona-zona pilihan dibuat dalam bentuk "Pernyataan Pemintakatan".
Pernyataan pemintakatan merupakan elemen kunci dari rencana pemintakatan . Dokumen tersebut menyajikan informasi berdasarkan tiga pendekatan di atas, yaitu informasi mengenai: kebijakan dan dasar hukum, kondisi bio-ekoregion dan perspektif masyarakat terhadap bagaimana sebaiknya sumberdaya tersebut dikelola. Disamping itu, pernyataan pemintakatan menyajikan keterangan rinci yang membantu para pembuat keputusan dan mereka yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan rencana untuk menjelaskan tentang zona itu sendiri. Rencana pemintakatan berisi informasi terinci yang disajikan dengan sistematika sebagai berikut:

i. Pendahuluan,

ii. Isi Pernyataan,

iii. Tujuan Zona,

iv. Kegiatan yang Diizinkan, Dilarang, dan Bersyarat, dan

v. Pedoman Pengelolaan

i. Pendahuluan

Bagian ini memuat latar belakang perlunya disusun Rencana Pemintakatan
Propinsi/Kabupaten/Kota, seperti konteks global, nasional dan daerah, serta harapan manfaat dan kegunaannya.

ii. Isi Pernyataan

Isi pernyataan pemintakatan secara spesifik berasal dari suatu analisis data dan karakteristik sumberdaya pesisir dan sosial ekonomi yang relevan dengan tiap zona. Pertimbangan pemintakatan harus mencerminkan kenyataan yang ada di lapangan. Pernyataan pemintakatan mempertimbangkan serangkaian data sebagai berikut:
• bio-ekoregion wilayah pesisir,
• kesesuaian dan peruntukan sumberdaya pesisir,
• penggunaan masa lalu, sekarang dan mendatang,
• alokasi sumberdaya pesisir,
• kepekaan lingkungan pesisir, dan
• keterkaitan pemintakatan dengan pengembangan peruntukannya dan keterkaitannya
dengan pemintakatan lainnya yang berdekatan.
• Keterkaitan pemintakatan dengan ruang lainnya di hulu dan di luar pesisir.

Pernyataan pemintakatan ditentukan berdasarkan peruntukan sumberdaya yang paling sesuai dan dominan. Pernyataan tersebut berisikan pernyataan zona, tujuan zona, dan menyajikan suatu daftar tentang penggunaan yang diizinkan, yang tidak diizinkan dan yang bersyarat serta pedoman pengelolaannya. Format rencana pemintakatan diuraikan dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1. Format Pernyataan Kebijakan Zona

Isi

RINCIAN

Zona

Zona ditentukan sebagai hasil analisis spasial pengelompokkan yang mempunyai kemampuan dan karakteristik yang sama

Maksud Zona

Maksud yang ditentukan memberikan arah pengelolaan dan perencanaan menyeluruh untuk zona

Pernyataan Zona

Mendiskripsikan daerah pesisir termasuk kualitas fisik dan pernyataan mengenai kecocokan dan pola pemanfaatan sekarang

Tujuan Zona

Tujuan zona adalah spesifik bagi zona yang dipertimbangkan dan memberikan keterangan dengan perincian tertentu untuk menentukan kegiatan yang diizinkan

Penggunaan yang diizinkan

Ditentukan oleh sasaran kebijakan Perundang-undangan dan kemampuan kelembagaan daerah.

Pedoman Pengelolaan

Ditentukan secara sektoral dan mencerminkan kebijakan dan perundang-undangan. Dititik beratkan pada perlindungan lingkungan, konservasi dan pengelolaan sumberdaya yang lestari.

iii. Tujuan zona

Tujuan zona harus dinyatakan secara jelas dan menerangkan maksud pengelolaan zona.

Sebagai contoh pernyataan tentang tujuan zona dapat berbunyi sebagai berikut :

"Tujuan zona perlindungan laut ialah untuk melindungi ekosistem pesisir dari berbagai intervensi dengan membiarkan ekosistem tersebut tumbuh dan berkembang secara alami, serta menjamin ketersediaan plasma nutfah ke perairan sekitarnya"
Penentuan tujuan zona memberikan pedoman dan bantuan teknis guna merumuskan dan
menentukan pengendalian perencanaan yang memberi arah kepada penggunaan sumberdaya pesisir yang disepakati. Pernyataan zona dan kegiatan dominan yang dizinkan berikut pedoman pengelolaan yang menyertainya memberikan sarana kebijakan dan teknis untuk mencapai sasaran.

iv. Kegiatan yang diizinkan, dilarang, dan bersyarat

Penetapan zona untuk kegiatan yang diizinkan, dilarang, dan bersyarat ditetapkan
berdasarkan maksud pembentukan zona tersebut dan persyaratan-persyaratan yang telah disusun, serta kesesuaian peruntukan. Informasi peruntukan zona bersifat mudah dimengerti dan diinterpretasikan.

v. Pedoman Pengelolaan

Pedoman pengelolaan diperlukan untuk mengurangi atau meminimalkan dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari kegiatan pemanfaatan dan pembangunan yang telah ada maupun yang diusulkan. Hal ini diharapkan dapat mendorong kelestarian lingkungan dalam jangka panjang dan mempermudah penyusunan langkah-langkah antisipatif untuk memperbaiki lingkungan. Sebagai contoh, suatu pedoman pengelolaan konservasi dapat berbunyi sebagai berikut :

"Penentuan batas untuk semua daerah yang dikonservasi harus dilakukan dengan jelas dengan menggunakan batas-batas alami atau titik-titik koordinat dipeta yang dapat ditetapkan secara mudah dan murah"

Pedoman pengelolaan harus spesifik untuk menjamin bahwa apa yang dimaksudkan adalah jelas bagi pembaca untuk memudahkan implementasinya. Secara ringkas, pedoman pengelolaan memuat langkah-langkah dalam menentukan :

(a) Kondisi, persyaratan atau standar untuk kegiatan-kegiatan yang mempunyai pengaruh
langsung ataupun tidak langsung terhadap pengguna sumberdaya;

(b) Kegiatan pengumpulan informasi; dan

(c) Tatacara pengambilan keputusan.

5.5. Masa Berlaku Rencana Pemintakatan

Masa berlaku rencana pemintakatan adalah 5 - 10 tahun dengan mengacu kepada Rencana Tata Ruang provinsi/kabupaten/kota. Perubahan terhadap masa berlaku rencana pemintakatan ini dimungkinkan sebagai antisipasi terhadap berbagai dinamika di wilayah pesisir dengan memperhatikan dampaknya secara menyeluruh didalam cakupan ruang.


VI. RENCANA PENGELOLAAN (MANAGEMENT PLAN)

6.1. Pendahuluan

Bagian ini menjelaskan mekanisme penyusunan rencana pengelolaan pesisir yang meliputi uraian tentang tujuan, pendekatan, isi rencana pengelolaan, proses penyusunan, dan masa berlaku rencana pengelolaan.

6.2. Tujuan Rencana Pengelolaan

Tujuan rencana pengelolaan adalah menyajikan arahan bagi stakeholders tentang skala prioritas pemanfaatan sumberdaya pesisir.

6.3. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penyusunan rencana pengelolaan hendaknya bersifat akomodatif, suportif, protektif, dan antisipatif. Akomodatif dalam arti dokumen diharapkan memenuhi kebutuhan berbagai macam pengguna sumberdaya. Suportif berarti mampu mendorong pembangunan ekonomi di daerah yang sesuai. Protektif mengandung makna melindungi wilayah pesisir yang secara ekologis sangat penting (termasuk mangrove, padang lamun, terumbu karang) dan aspek-aspek lain tentang lingkungan pesisir. Antisipatif dalam arti diharapkan mampu mengatasi konflik dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir dan potensi kerusakan sumberdaya pesisir.

6.4. Isi Rencana Pengelolaan

Dokumen rencana pengelolaan direkomendasikan memiliki daftar isi sebagai berikut:

i. Ringkasan Eksekutif

ii. Kerangka Acuan

iii. Permasalahan Mintakat Pesisir

iv. Mintakat Pesisir dan Pengelolaan

v. Kondisi Sumberdaya pesisir

vi. Evaluasi Pilihan

vii. Perubahan Pemanfaatan Sumberdaya yang Disarankan

viii. Rencana Pemintakatan

ix. Rencana Pelaksanaan

x. Prosedur Pemantauan dan Revisi

xi. Informasi Penunjang

Adapun uraian isi rencana pengelolaan adalah:

i. Ringkasan eksekutif merupakan ringkasan sasaran yang memuat perubahan yang
diusulkan dalam penggunaan sumberdaya pesisir dan metode pelaksanaan.

ii. Kerangka acuan mencakup daerah, permasalah dan tujuan.

iii. Permasalahan Mintakat Pesisir, menyajikan gambaran sistem pemintakatan pesisir yang ada dan permasalahan pemanfaatan.

iv. Mintakat Pesisir dan Pengelolaan, menyajikan sistem baru pemanfaatan
sumberdaya yang disarankan untuk wilayah pesisir.

v. Kondisi Sumberdaya, berisi peta, tabel, dan penjelasan yang menunjukkan
kemampuan fisik setiap jenis sumberdaya dan kecenderungan pemanfaatannya.

vi. Evaluasi Pilihan, berisi tentang analisis dampak terhadap lingkungan, ekonomi,
dan sosial dari berbagai pilihan dalam pemanfaatan sumberdaya pesisir.

vii. Perubahan Pemanfaatan Sumberdaya pesisir yang disarankan, berisi pernyataan
mengenai zona yang telah dipilih beserta alasan penetapannya dan dampak dari
perubahan tersebut berkaitan dengan zona lainnya.

viii. Rencana Pemintakatan Pesisir, berisi peta dan penjelasan yang menunjukkan
pemintakatan yang diusulkan dan perubahan pemanfaatan sumberdaya pesisir.

ix. Rencana Pelaksanaan, meliputi prosedur perbaikan yang direncanakan dapat
dilaksanakan, kebutuhan staf, pelatihan, penyuluhan, prasarana, perlengkapan,
penelitian, jadwal waktu dan anggaran.

x. Prosedur Pemantauan dan Evaluasi, menjelaskan prosedur pemantauan dan
evaluasi tingkat keberhasilan, serta upaya penyesuaian yang dibutuhkan.

xi. Informasi Penunjang, berisi informasi terinci yang dikumpulkan dalam rangka
melaksanakan rencana pengelolaan (misalnya inventarisasi mangrove, data
penduduk, peta dan statistik, penggunaan lahan, pengkajian prasarana, pemasaran,
ringkasan wawancara dengan stakeholders, dan sebagainya).

6.5. Proses Penyusunan

Penyusunan dokumen rencana pengelolaan terdiri dari enam tahap yang meliputi (i)
identifikasi dan penyajian gambaran umum pesisir, (ii) pemaduserasian pengelolaan pesisir, (iii) pemintakatan, (iv) penetapan jadual usulan zona pesisir, (v) pernyataan maksud zona pesisir, dan (vi) penetapan matriks kegiatan yang berhubungan dengan setiap zona pesisir

6.6. Masa Berlaku

Masa berlaku dokumen Rencana Pengelolaan adalah tiga sampai lima tahun, namun
dimungkinkan untuk melakukan penyesuaian apabila muncul isu-isu atau permasalahan
mendasar yang diperkirakan mempengaruhi kinerja pengelolaan pesisir.


VII. RENCANA AKSI (ACTION PLAN)

7.1. Pendahuluan

Bab ini mendeskripsikan proses dan mekanisme penyusunan rencana aksi pesisir yang meliputi uraian tentang tujuan, pendekatan, isi rencana aksi, proses penyusunan, dan masa berlaku rencana aksi.

7.2. Tujuan Rencana Aksi

Tujuan rencana aksi adalah menyiapkan kegiatan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan rencana pengelolaan. Rencana aksi merupakan rencana sektoral yang menyajikan kegiatan program dan proyek, yang bisa berbentuk Daftar Usulan Proyek Daerah (DUP/DUPDA) dan Daftar Usulan Kegiatan (DUK).

7.3. Pendekatan

Pendekatan yang perlu untuk diperhatikan adalah pendekatan secara administaratif dan ekologis serta karakteristik dari masing-masing daerah.

7.4. Isi Rencana Aksi

Dokumen rencana aksi merupakan format rinci pengembangan rencana pengelolaan terpadu kawasan pesisir secara garis besar. Dokumen rencana aksi disarankan memiliki daftar isi sebagai berikut:

i. Konteks;

ii. Pernyataan sasaran;

iii. Tujuan;

iv. Strategi pelaksanaan;

v. Program;

vi. Pemantauan dan evaluasi rencana aksi.

Uraian isi rencana aksi adalah sebagai berikut :

i. Konteks: merupakan pengulangan bagian yang berkaitan dengan pengembangan
rencana aksi dan instansi sektor tertentu yang menyusun rencana aksi.

ii. Pernyataan sasaran: menggambarkan sasaran rencana aksi dalam satu kalimat dengan
menguraikan sasaran jangka pendek, menengah dan/atau panjang.

iii. Tujuan: menjabarkan secara seksama tujuan yang ingin dicapai dalam rencana aksi,
yang terdiri dari tujuan fisik, sosial budaya, ekonomi, kelembagaan dan lingkungan.

iv. Strategi pelaksanaan: menjelaskan tindakan atau cara-cara yang akan dilakukan secara
strategis.

v. Program: mendeskripsikan kegiatan tertentu yang diperlukan untuk mencapai sasaran
dan tujuan strategis. Hal penting yang perlu diperhatikan adalah program pada
rencana aksi harus diurut dalam suatu daftar kegiatan. Setiap program harus harus
mencerminkan setiap tujuan rencana aksi, dan mekanisme pembiayaan.

vi. Pemantauan dan evaluasi rencana aksi: berisi penjelasan tentang instansi penanggung
jawab, instansi pelaksana, dan jangka waktu pemantauan dan evaluasi.

7.5. Proses Penyusunan Rencana Aksi

Rencana aksi dijabarkan dari kegiatan-kegiatan yang tertuang dalam rencana pengelolaan, rencana pemintakatan , dan rencana strategis. Dari rencana strategis biasanya setiap strategi yang dipilih memerlukan satu atau beberapa kegiatan untuk mencapai tujuan dan sasaran.
Sebagai contoh, strategi dalam merehabilitasi mangrove adalah dengan cara menanam kembali mangrove atau mengeleminir factor-faktor yang menyebabkan kerusakan mangrove dan membiarkannya tumbuh secara alami. Dalam konteks menanam kembali maka dalam rencana aksinya disusun berapa batang mangrove yang akan ditanam dalam satu tahun anggaran, teknologi yang digunakan, serta input lainnya.

Dokumen rencana aksi yang memuat kegiatan ekonomi biasanya dibiayai melalui investasi swasta atau investasi masyarakat. Sedangkan kegiatan yang bersifat prasarana umum seperti pembangunan jalan, dermaga, papan pengumuman, dan tempat sampah biasanya dibiayai dari anggaran pemerintah. Dalam pembangunan prasarana umum disusun rencana tapak (site plan) untuk selanjutnya diimplementasikan pada tahun berikutnya, serta biaya pelaksanaan yang dianggarkan pada DUP/DUPDA.
Untuk kegiatan yang dibiayai lembaga perbankan memerlukan proposal sebagai persyaratan yang dibutuhkan dalam keputusan kelayakan usaha. Kriteria umum yang dipersyaratkan bagi kelayakan suatu usaha adalah benefit cost ratio (B/C) lebih besar atau sama dengan satu, dan net present value (NPV) lebih besar dari nol. Penilaian tersebut harus mempertimbangkan biaya ekonomi lingkungan sebagai bagian dari biaya internal bukan eksternal.

7.6. Masa Berlaku Rencana Aksi

Masa berlaku rencana aksi adalah satu sampai dua tahun. Perbaikan rencana aksi dimungkinkan apabila terdapat perubahan isu-isu utama yang mengubah rencana pengelolaan.


VIII. MEKANISME PENGESAHAN

Dokumen perencanaan dimaksud ditetapkan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota. Secara bertahap disosialisasikan dan disempurnakan selanjutnya ditetapkan dengan Perda sehingga mempunyai kekuatan hukum yang sah. Kekuatan hukum tersebut mengikat setiap pelaku pembangunan dan investasi di wilayah pesisir untuk mengikuti dan konsisten dengan Program PPT. Kegiatan pembangunan yang bertentangan dengan PPT tidak diberikan izin rekomendasi atau izin pembangunan. Jika pelanggaran masih berlangsung, diberi peringatan atau sanksi administratif.


IX. PENUTUP

Pedoman Umum ini dikeluarkan untuk menjadi arahan bagi Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan pengelolaan pesisir terpadu yang berkelanjutan.

DITETAPKAN DI : JAKARTA
TANGGAL : OKTOBER 2002

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN,
ROKHMIN DAHURI