Monday, February 13, 2006

UU No. 11 thn 1974 ttg Pengairan

cUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1974

TENTANG

PENGAIRAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,


Menimbang :
a. bahwa air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, adalah karunia Tuhan Yang Maha Esa yang mempunyai manfaat serba guna dan dibutuhkan manusia sepanjang masa, baik di bidang ekonomi, sosial maupun budaya;
b. bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat secara adil dan merata;
c. bahwa pemanfaatannya haruslah diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan rakyat yang sekaligus menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila;
d. bahwa Algemeen Waterreglement Tahun 1936 belum berlaku untuk seluruh Indonesia dan peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan pengairan dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan keadaan pada dewasa ini;
e. bahwa untuk terlaksananya maksud tersebut di atas, perlu adanya Undang-undang mengenai pengairan yang bersifat nasional dan disesuaikan dengan perkembangan keadaan di Indonesia, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial dan teknologi, guna dijadikan landasan bagi penyusunan peraturan perundang-undangan selanjutnya.

Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 dan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor IV/MPR/1973 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara;
3. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043);
4. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2068);
5. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1962 tentang Hygiene Untuk Usaha-usaha Bagi Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1962 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2475);
6. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2823);
7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2824);
8. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2831);
9. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037);


Dengan Persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia

MEMUTUSKAN :
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG PENGAIRAN


BAB I
PENGERTIAN

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. "Negara" adalah Negara Republik Indonesia;
2. "Pemerintah" adalah Pemerintah Republik Indonesia;
3. "Air" adalah semua air yang terdapat di dalam dan atau berasal dari sumber-sumber air, baik yang terdapat di atas maupun di bawah permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat di laut;
4. "Sumber-sumber Air" adalah tempat-tempat dan wadah-wadah air, baik yang terdapat di atas, maupun di bawah permukaan tanah;
5. "Pengairan" adalah suatu bidang pembinaan atas air, sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia;
6. "Tata Pengaturan Air" adalah segala usaha untuk mengatur pembinaan seperti pemilikan, penguasaan, pengelolaan, penggunaan, pengusahaan, dan pengawasan atas air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, guna mencapai manfaat yang sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;
7. "Tata Pengairan" adalah susunan dan letak sumber-sumber air dan atau bangunan-bangunan pengairan menurut ketentuan-ketentuan teknik pembinaannya di suatu wilayah pengairan tertentu;
8. "Tata Air" adalah susunan dan letak air seperti dimaksud dalam angka 3 pasal ini;
9. "Pembangunan Perairan" adalah segala usaha mengembangkan pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya dengan perencanaan dan perencanaan teknis yang teratur dan serasi guna mencapai manfaat sebesar-besarnya dalam memenuhi hajat hidup dan peri kehidupan Rakyat;
10. "Perencanaan" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan sesuatu dasar tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang luas dan berskala makro, sebagai hasil dari penghubungan dan pengolahan dari tugas pokok, tugas utama, cetusan, gagasan, pengetahuan, pengalaman dan keadaan;
11. "Rencana" adalah hasil perencanaan;
12. "Perencanaan Teknis" adalah kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk merumuskan perincian rencana sebagai dasar dan tuntunan guna sesuatu tindakan dalam ruang lingkup yang tertentu dan berskala mikro serta bersifat teknis;
13. "Rencana Teknis" adalah hasil perencanaan teknis.


BAB II
FUNGSI

Pasal 2
Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya, seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini mempunyai fungsi sosial serta digunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat.


BAB III
HAK PENGUASAAN DAN WEWENANG

Pasal 3

(1) Air beserta sumber-sumbernya, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya seperti dimaksud dalam Pasal 1 angka 3, 4 dan 5 Undang-undang ini dikuasai oleh Negara.
(2) Hak menguasai oleh Negara tersebut dalam ayat (1) Pasal ini memberi wewenang kepada Pemerintah untuk:
a. Mengelola serta mengembangkan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
b. Menyusun, mengesahkan, dan atau memberi izin berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan;
c. Mengatur, mengesahkan, dan atau memberi izin peruntukan, penggunaan, penyediaan air, dan atau sumber-sumber air;
d. Mengatur, mengesahkan, dan atau memberi izin pengusahaan air, dan atau sumber-sumber air;
e. Menentukan dan mengatur perbuatan-perbuatan hukum dan hubungan-hubungan hukum antara orang dan atau badan hukum dalam persoalan air dan atau sumber-sumber air;
(3) Pelaksanaan atas ketentuan ayat (2) Pasal ini tetap menghormati hak yang dimiliki oleh masyarakat adat setempat, sepanjang tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional.

Pasal 4
Wewenang Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 3 Undang-undang ini, dapat dilimpahkan kepada instansi-instansi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dan atau badan-badan hukum tertentu yang syarat-syarat dan cara-caranya diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 5
(1) Menteri yang diserahi tugas urusan pengairan, diberi wewenang dan tanggung jawab untuk mengkordinasikan segala pengaturan usaha-usaha perencanaan, perencanaan teknis, pengawasan, pengusahaan, pemeliharaan, serta perlindungan dan penggunaan air dan atau sumber-sumber air, dengan memperhatikan kepentingan Departemen dan atau Lembaga lain yang bersangkutan.
(2) Pengurusan administratif atas sumber air bawah tanah dan mata air panas sebagai sumber mineral dan tenaga adalah di luar wewenang dan tanggung jawab Menteri yang disebut dalam ayat (1) Pasal ini.

Pasal 6
Dalam hal terjadi atau diperhitungkan akan terjadi bencana yang mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah berwenang mengambil tindakan-tindakan penyelamatan dengan mengatur kegiatan-kegiatan pengamanan yang dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan Undang-undang ini.

Pasal 7
Pengaturan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, 5 dan 6 Undang-undang ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB IV
PERENCANAAN DAN PERENCANAAN TEKNIS

Pasal 8
(1) Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan serta Pembangunan Perairan disusun atas dasar perencanaan dan perencanaan teknis yang ditujukan untuk kepentingan umum.
(2) Hasil perencanaan dan perencanaan teknis yang berupa rencana-rencana dan rencana-rencana teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan tersebut dalam ayat (1) Pasal ini, disusun untuk keperluan rakyat di segala bidang dengan memperhatikan urutan prioritas.
(3) Rencana-rencana dan rencana-rencana teknis dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini, disusun guna memperoleh tata air yang baik berdasarkan Pola Dasar Pembangunan Nasional dan dilaksanakan untuk kepentingan yang bersifat nasional, regional dan lokal.

Pasal 9
Sebagai dasar perencanaan, pengembangan dan pemanfaatannya, diselenggarakan penelitian dan inventarisasi untuk mengetahui modal kekayaan alam yang berupa air beserta sumber-sumbernya di seluruh wilayah Indonesia.


BAB V
PEMBINAAN

Pasal 10
(1) Pemerintah menetapkan tata cara pembinaan dalam rangka kegiatan pengairan menurut bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi-fungsi dan peranannya, meliputi:
a. Menetapkan syarat-syarat dan mengatur perencanaan, perencanaan teknis, penggunaan, pengusahaan, pengawasan dan perizinan pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air;
b. Mengatur dan melaksanakan pengelolaan serta pengembangan sumber-sumber air dan jaringan-jaringan pengairan (saluran-saluran beserta bangunan-bangunannya) secara lestari dan untuk mencapai daya guna sebesar-besarnya;
c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air yang dapat merugikan penggunaannya serta lingkungannya;
d. Melakukan pengamanan dan atau pengendalian daya rusak air terhadap daerah-daerah sekitarnya;
e. Menyelenggarakan penelitian dan penyelidikan sumber-sumber air;
f. Mengatur serta menyelenggarakan penyuluhan dan pendidikan khusus dalam bidang pengairan.
(2) Tata cara pembinaan sebagaimana tersebut dalam ayat (1) Pasal ini, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VI
PENGUSAHAAN

Pasal 11
(1) Pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatannya bagi kesejahteraan Rakyat pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.
(2) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air, harus memperoleh izin dari Pemerintah, dengan berpedoman kepada azas usaha bersama dan kekeluargaan.
(3) Pelaksanaan Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB VII
EKSPLOITASI DAN PEMELIHARAAN

Pasal 12
Guna menjamin kelestarian fungsi dari bangunan-bangunan pengairan untuk menjaga tata pengairan dan tata air yang baik, perlu dilakukan kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan serta perbaikan-perbaikan bangunan-bangunan pengairan tersebut dengan ketentuan:
a. Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk memberikan manfaat langsung kepada sesuatu kelompok masyarakat dilakukan dengan mengikutsertakan masyarakat, baik yang berbentuk Badan Hukum, Badan Sosial maupun perorangan, yang memperoleh manfaat langsung dari adanya bangunan-bangunan tersebut, yang pelaksanaannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
b. Bagi bangunan-bangunan pengairan yang ditujukan untuk kesejahteraan dan keselamatan umum pada dasarnya dilakukan oleh Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah


BAB VIII
PERLINDUNGAN

Pasal 13
(1) Air, sumber-sumber air beserta bangunan-bangunan pengairan harus dilindungi serta diamankan, dipertahankan dan dijaga kelestariannya, supaya dapat memenuhi fungsinya sebagaimana tersebut dalam Pasal 2 Undang-undang ini, dengan jalan:
a. Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air;
b. melakukan pengamanan dan pengendalian daya rusak air terhadap sumber-sumbernya dan daerah sekitarnya;
c. Melakukan pencegahan terhadap terjadinya pengotoran air, yang dapat merugikan penggunaan serta lingkungannya;
d. Melakukan pengamanan dan perlindungan terhadap bangunan-bangunan pengairan, sehingga tetap berfungsi sebagaimana mestinya.
(2) Pelaksanaan ayat (1) Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah


BAB IX
PEMBIAYAAN

Pasal 14
(1) Segala pembiayaan untuk melakukan kegiatan-kegiatan dalam rangka Tata Pengaturan Air dan Pembangunan Pengairan diatur lebih lanjut oleh Pemerintah.
(2) Masyarakat yang mendapat manfaat langsung dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri dapat diikutsertakan menanggung pembiayaan sebagai pengganti jasa pengelolaan.
(3) Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan yang mendapat manfaat dari adanya bangunan-bangunan pengairan, baik untuk diusahakan lebih lanjut maupun untuk keperluan sendiri, wajib ikut menanggung pembiayaan dalam bentuk iuran yang diberikan kepada Pemerintah.
(4) Pelaksanaan dari ayat (2) dan (3) Pasal ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.


BAB X
KETENTUAN PIDANA

Pasal 15
(1) Diancam dengan hukuman penjara selama-lamanya 2 (dua) tahun dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 5.000.000,- (lima juta rupiah):
a. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air yang tidak berdasarkan perencanaan dan perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan serta pembangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 8 ayat (1) Undang-undang ini;
b. barang siapa dengan sengaja melakukan pengusahaan air dan atau sumber-sumber air tanpa izin dari Pemerintah sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini;
c. barang siapa yang sudah memperoleh izin dari Pemerintah untuk pengusahaan air dan atau sumber-sumber air sebagaimana tersebut dalam Pasal 11 ayat (2) Undang-undang ini, tetapi dengan sengaja tidak melakukan dan atau sengaja tidak ikut membantu dalam usaha-usaha menyelamatkan tanah, air, sumber-sumber air dan bangunan-bangunan pengairan sebagaimana tersebut dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c, dan d Undang-undang ini.
(2) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini adalah kejahatan.
(3) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan terjadinya pelanggaran atas ketentuan tersebut dalam Pasal 8 ayat (1), Pasal 11 ayat (2) dan Pasal 13 ayat (1) huruf a, b, c dan d Undang-undang ini, diancam dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 50.000,- (limapuluh ribu rupiah).
(4) Perbuatan pidana dimaksud dalam ayat (3) Pasal ini adalah pelanggaran.


BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 16
Segala peraturan perundang-undangan dalam bidang pengairan yang telah ada yang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini , dinyatakan tetap berlaku, selama belum diadakan yang baru berdasarkan Undang-undang ini.


BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 17
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.



Diundangkan di Jakarta Disahkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Desember 1974 Pada tanggal 26 Desember 1974
MENTERI/SEKRETARIS NEGARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA REPUBLIK INDONESIA,

Ttd ttd


SUDHARMONO,SH. SOEHARTO




PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG REPBULIK INDONESIA
NOMOR 11 TAHUN 1974

TENTANG

PENGAIRAN

A. PENJELASAN UMUM

1. Telah dimaklumi bahwa Bangsa kita dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kekayaan alam yang tersedia dalam bumi Negara Indonesia ini. Salah satu diantaranya ialah air beserta sumber-sumber misalnya sungai, danau, waduk, rawa, mata air, lapisan-lapisan air di dalam tanah yang mutlak dibutuhkan oleh manusia sepanjang masa baik langsung maupun tidak langsung. Karenanya, bumi dan air dan kekayaan alam terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran Rakyat secara adil dan merata.

Untuk itu, pemanfaatan air beserta sumber-sumbernya haruslah diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan Rakyat di segala bidang, baik bidang ekonomi, sosial, budaya maupun pertahanan keamanan nasional, yang sekaligus menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.

Oleh karena itu, air beserta sumber-sumbernya tersebut haruslah dilindungi dan dijaga kelestariannya. Agar maksud tersebut dapat dicapai dengan sebaik-baiknya, Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah serta tindakan-tindakan seperlunya.
Dengan demikian, sesuai dengan hakekat Negara Republik Indonesia sebagai Negara Hukum, haruslah kepada usaha-usaha serta tindakan-tindakan tersebut diberikan landasan hukum yang tegas, jelas, lengkap serta menyeluruh guna menjamin adanya kepastian hukum bagi kepentingan Rakyat dan Negara serta merupakan salah satu langkah maju ke arah terciptanya unifikasi hukum di bidang pengairan.

2. Peraturan-peraturan hukum yang ada mengenai masalah air dan atau sumber-sumber air dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan dewasa ini dan tidak memenuhi cita-cita yang kita harapkan sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Algemen Waterreglement tahun 1936 yang merupakan dasar daripada peraturan perundang-undangan tentang pengaturan masalah air lebih menitikberatkan pada kegiatan-kegiatan untuk mengatur dan mengurus salah satu bidang penggunaan air saja tetapi tidak memberikan dasar yang kuat untuk usaha-usaha pengembangan penggunaan/pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air guna meningkatkan taraf hidup Rakyat dan hanya berlaku di sebagian wilayah Indonesia, khususnya di Jawa dan Madura.

3. Pengairan merupakan bidang pembinaan atas air dan sumber-sumber air, termasuk kekayaan alam bukan hewani yang terkandung di dalamnya, baik yang alamiah maupun yang telah diusahakan oleh manusia.

Pengairan yang dimaksud di dalam Undang-undang ini bukanlah hanya sekedar suatu usaha untuk menyediakan air guna keperluan pertanian saja (irigasi), namun lebih luas dari pada itu ialah pemanfaatan serta pengaturan air dan sumber-sumber air yang meliputi antara lain:
a. irigasi, yakni usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian, baik air permukaan maupun air tanah;
b. pengembangan daerah rawa, yakni pematangan tanah daerah-daerah rawa antara lain untuk pertanian;
c. pengendalian dan pengaturan banjir serta usaha untuk perbaikan sungai, waduk dan sebagainya;
d. pengaturan penyediaan air minum, air perkotaan, air industri, dan pencegahan terhadap pencemaran atau pengotoran air dan sebagainya.

4. Undang-undang tentang Pengairan ini harus memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a. Sederhana, tetapi cukup dapat mencakup prospek masa depan yang jauh, sesuai dengan keadaan menurut waktu maupun tempat;
b. Mengandung kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menjadi dasar bagi peraturan-peraturan pelaksanaannya lebih lanjut;
c. Mencakup semua segi di bidang pengairan, agar betul-betul dapat dijadikan dasar bagi peraturan-peraturan untuk masing-masing segi, yang pengaturannya lebih lanjut akan diatur tersendiri.

5. Undang-undang ini dalam Bab pertama memuat beberapa pengertian dari istilah-istilah yang lazim dipergunakan di bidang pengairan yang diatur dalam Undang-undang ini dengan maksud menghindari perbedaan penafsiran, karena sampai pada waktu ini di bidang tersebut masih banyak dipakai istilah yang belum mendapatkan kesatuan pengertian.

6. Seperti telah disebutkan di atas bahwa mengingat air beserta sumber-sumbernya merupakan kekayaan alam yang mutlak dibutuhkan untuk hajat hidup manusia, maka dalam Undang-undang ini dinyatakan, bahwa air beserta sumber-sumbernya dikuasai oleh Negara dan pelaksanaan wewenang penguasaannya dilimpahkan kepada Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah.
Disamping itu Undang-undang ini dapat melimpahkan wewenang tertentu dari pada Pemerintah tersebut kepada Badan-badan Hukum tertentu, yang syarat-syaratnya diatur oleh Pemerintah, dengan menghormati hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat hukum adat setempat, ialah masyarakat yang tata kehidupannya berdasarkan adat, kebiasaan dan keagamaan, termasuk Lembaga-lembaga masyarakat yang bersifat sosial religius sepanjang hak-hak itu menurut kenyataan betul-betul masih ada dan pelaksanaannya harus sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu tercapainya tujuan-tujuan yang dicantumkan dalam Undang-undang ini dan peraturan-peraturan pelaksanaannya serta tidak bertentangan dengan kepentingan Nasional.

B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 1
Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan agar supaya terdapat keseragaman pengertian atas isi Undang-undang ini serta peraturan-peraturan pelaksanaannya.
Angka 1
Cukup jelas.
Angka 2
Cukup jelas.
Angka 3
Dalam pengertian "Air" di sini, dikecualikan air yang terdapat di laut maupun lautnya sendiri sebagai sumber air.

Dengan demikian maka air laut, selama berada di laut tidak diatur oleh Undang-undang ini, namun apabila air laut tersebut telah dimanfaatkan di darat untuk dipergunakan sebagai sarana berbagai keperluan, maka Undang-undang ini berlaku atas air tersebut.
Angka 4
Termasuk sumber air ialah antara lain sungai, danau, waduk, rawa, mata air dan lapisan-lapisan air tanah.
Angka 5
Pengertian "Pengairan" adalah merupakan suatu bidang pembinaan yang harus terus dilakukan serta dikembangkan dengan sebaik-baiknya. Pembinaan dan pengembangan bidang ini dilakukan melalui tata pengaturan air ditujukan untuk mencapai tata pengairan atau tata air seperti dirumuskan pada angka 6, 7 dan 8.
Kekayaan alam bukan hewani yang dimaksud di sini ialah misalnya pasir, kerikil, batu dan sebagainya yang terdapat dalam sumber air tersebut; tidak termasuk di dalamnya bahan mineral dan bahan galian.
Angka 6
Cukup jelas.
Angka 7
Yang dimaksud dengan wilayah pengairan dalam angka ini ialah suatu wilayah yang mendapatkan pengaruh atas penyelenggaraan usaha-usaha di bidang pengairan dan dapat mencakup beberapa wilayah administratif.
Angka 8
Cukup jelas.
Angka 9
Cukup jelas.
Angka 10
Cukup jelas.
Angka 11
Cukup jelas.
Angka 12
Cukup jelas.
Angka 13
Cukup jelas.

Pasal 2
Untuk mencapai fungsi sosial tersebut bagi kepentingan Rakyat, air beserta sumber-sumbernya diperuntukkan memenuhi kebutuhan hidup dan perikehidupan manusia dalam segala bidang, baik keduniawian maupun kerohanian.

Pasal 3
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Adanya hak menguasai oleh Negara tersebut menimbulkan wewenang untuk melakukan kepentingan yang garis-garis besarnya seperti tercantum pada huruf a sampai dengan huruf e.
Kegiatan-kegiatan tersebut mencakup keharusan untuk melindungi serta mengamankan air dan atau sumber-sumber air untuk menjaga kelestarian fungsinya.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan masyarakat adat setempat adalah masyarakat yang tata kehidupannya berdasarkan atas kebiasaan dan keagamaan, termasuk juga lembaga-lembaga masyarakat yang bersifat religius.

Pasal 4
Pelimpahan pelaksanaan wewenang dari pada Negara kepada badan-badan hukum tertentu seperti diatur di dalam pasal ini, dimaksudkan memberi kesempatan kepada masyarakat untuk ikut mengembangkan pemanfaatan serta pengusahaan air dan atau sumber-sumber air.

Pasal 5
Ayat (1)
Penunjukan kepada Menteri yang diserahi tugas urusan Pengairan dalam mengkordinasikan masalah pengembangan, pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air adalah perlu dan penting untuk mendapatkan kesatuan tindak antara Menteri-menteri atau Kepala-kepala Lembaga yang dalam melaksanakan wewenangnya bersangkut paut dengan bidang pengairan.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 6
Dalam hal terjadi atau dipertimbangkan akan terjadi bencana yang mempunyai akibat kerugian harta benda maupun jiwa, Pemerintah diberi wewenang selain menyimpang dari ketentuan Undang-undang ini, dalam pelaksanaannya juga dapat mengadakan penyimpangan atas hak-hak yang telah ada atas air dan sumber-sumber air yang dimiliki oleh pihak lain.

Pasal 7
Pasal ini memberikan landasan kepada Pemerintah di dalam melaksanakan wewenangnya dalam hubungannya dengan Pasal 4, 5 dan 6 yang akan diatur di dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan keperluan Rakyat di segala bidang berdasarkan prioritasnya ialah antara lain meliputi:
A. a. Air minum;
b. Rumah tangga;
c. Pertahanan dan Keamanan Nasional;
d. Peribadatan;
e. Usaha perkotaan, misalnya: pencegahan kebakaran, penggelontoran, menyiram tanaman dan lain sebagainya.
B. a. Pertanian, pertanian Rakyat dan Usaha Pertanian lainnya;
b. Peternakan;
c. Perkebunan;
d. Perikanan.
C. a. Ketenagaan;
b. Industri;
c. Pertambangan;
d. Lalu-lintas air;
e. Rekreasi.
Ayat (3)
Cukup jelas.

Pasal 9
Penelitian dan inventarisasi sangat diperlukan guna menentukan arah serta dasar perencanaan dan perencanaan teknis dari pada pengembangan dan pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air. Usaha ini dapat tidak dilakukan dalam keadaan seperti yang disebut oleh Pasal 6 Undang-undang ini.

Pasal 10
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan bidangnya masing-masing sesuai dengan fungsi dan peranannya ialah seperti pembinaan sungai, irigasi, air untuk industri, air untuk usaha perkotaan, air bersih untuk minum dan keperluan rumah tangga lainnya dan sebagainya.
Penyuluhan seperti tersebut pada huruf f ditujukan untuk memberikan pengertian tentang hal-hal yang bersangkutan dengan kegiatan pengairan, agar supaya masyarakat ikut menjaga kelestarian fungsi dari pada jaringan-jaringan pengairan dan sekaligus untuk meningkatkan kemampuan Rakyat. Pendidikan khusus lebih banyak ditujukan kepada para petugas pengairan sendiri.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 11
Pengusahaan air dan atau sumber-sumber air di sini diartikan, bahwa usaha peningkatan kemanfaatan air dan atau sumber-sumber air itu ditujukan untuk mencari penghasilan yang langsung berupa uang oleh kelompok masyarakat pengusaha, baik yang berbentuk Badan Hukum, Badan Sosial maupun perorangan, dengan selalu berpedoman kepada azas usaha bersama dan kekeluargaan.
Yang dimaksud dengan usaha bersama dan kekeluargaan adalah antara lain usaha mengembangkan koperasi.

Pasal 12
Kegiatan-kegiatan eksploitasi dan pemeliharaan serta perbaikan-perbaikan sangat diperlukan, selain untuk menjaga keutuhan dari bangunan-bangunan pengairan itu sendiri juga menanamkan rasa ikut memliki dan dengan demikian mempunyai rasa tanggung jawab dari semua kelompok masyarakat, terutama yang langsung mendapat manfaat atas air dan atau sumber-sumber air.
Kelompok masyarakat di sini dimaksudkan kelompok usaha perekonomian yang terdapat di dalam masyarakat, misalnya kelompok masyarakat tani, kelompok masyarakat pengusaha, baik pengusahaan produksi agraris, dan bukan agraris maupun jasa.

Pasal 13
Ayat (1)
Melakukan usaha-usaha penyelamatan tanah dan air tersebut pada huruf a dilaksanakan antara lain dengan melakukan pembinaan hutan lindung dan atau jenis tumbuh-tumbuhan lainnya, pengendalian erosi dan sebagainya.
Ayat (2)
Cukup jelas.

Pasal 14
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Ketentuan ini terutama ditujukan kepada masyarakat (termasuk Badan Hukum, Badan Sosial dan perorangan) yang melakukan kegiatan-kegiatan yang tidak bertujuan atau tidak bersifat mencari keuntungan. Kepada masyarakat tersebut yang memperoleh manfaat secara langsung dari adanya bangunan-bangunan pengairan dapat diikutsertakan dalam menanggung pembiayaan untuk eksploitasi dan pemeliharaan sebagaimana disebut pada Pasal 12 huruf a Undang-undang ini, yang penyertaannya tidak memberatkan masyarakat.
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan Badan Hukum, Badan Sosial dan atau perorangan pada ayat ini adalah pihak-pihak yang berusaha mencari keuntungan dari pemanfaatan air dan atau sumber-sumber air, antara lain seperti usaha-usaha perkebunan, perindustrian, pertambangan.
Ayat (4)
Cukup jelas.

Pasal 15
Ayat (1) dan (2)
Ketentuan Pasal ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bagi penuntutan atas kejahatan yang tidak diatur di dalam KUHP, khususnya Bab VII Pasal 187, 188, 190, 191, 202, 203, yang mengatur kejahatan-kejahatan yang langsung mendatangkan bahaya bagi keamanan umum, orang dan barang, tetapi yang secara khusus dan langsung berhubungan dengan Undang-undang ini.
Oleh karena akibat dari perbuatan hukum yang dengan sengaja dilakukan bertentangan dengan Undang-undang ini dapat juga menimbulkan bahaya bagi keamanan umum, orang maupun barang, maka perbuatan hukum tersebut dinilai sebagai kejahatan.
Ayat (3) dan (4)
Perbuatan yang dilakukan atas kelalaian atau karena kurang pengetahuan, sehingga terjadi pelanggaran terhadap Pasal-pasal tersebut dalam ayat ini, dinilai sebagai pelanggaran.

Pasal 16
Maksud ketentuan ini adalah agar tidak terjadi kekosongan hukum (rechtsvacuum) dalam pengairan.
Pasal 17
Cukup jelas.